Realisme Bahasa

Apa itu realisme bahasa? Mesti memahaminya dari pengertian “realisme” itu sendiri. Jangan sampai kamu berpikir maksudnya adalah bahasa yang terdengar telinga atau terbaca. Realisme tidak berangkat dari kata “real” dikasih “isme”. Hal-hal empirik —dialami— tidak tidak sama dengan hal-hal nyata dalam pengertian realisme. Yang nyata bagi realisme tidak terbaca di depan mata kita, tidak terdengar telinga kita, tidak pula terucapkan lidah kita.

Empirisme bukan realisme, demikian sebaliknya. Jangan sampai tumpang-tindih.

Kalau saya katakan “Realitas bahasa itu…” maka jangan buru-buru kamu menduga saya sendang bicara tentang bahasa ucap atau bahasa tulis, karena tergantung dengan penalaran apa saya gunakan kata “realitas”. Kata tersebut diperebutkan oleh berbagai cara pandang, termasuk cara pandang realisme. Karena itu, realitas bahasa menurut realisme tidak sama dengan realitas bahasa menurut nominalisme atau paham lainnya.

Mari kita buat lebih mudah lagi dan tetap memperhatikan beberapa salah kaprah lainnya guna menajamkan pikir.

Apabila di antara kamu ada yang menganggap bahasa itu “X” di suatu ruang transenden, immaterial, abstrak, stabil, dan tidak dapat dipindahkan ke dunia material yang kamu tunjuk kecuali atas dasar konvensi sosial, sifatnya terpaksa, dan dunia material itu sendiri sifatnya berubah-ubah, gak awet, maka kamu termasuk seorang realis, yakni orang yang berpahamkan realisme bahasa.

Seorang realis meyakini universalitas bahasa dalam pengertian transenden pula. Macam mana universalitas bahasa itu?

Mungkin kamu pernah berpikir mau ‘Tuhan’ mau ’God’, mau ‘Allah’ mau ‘Gusti’, apa pun itu, semua menunjuk entitas yang sama. Benarkah pikiranmu itu? Pandangan macam itu tidak termasuk pada realisme yang mengandung sifat universalitas, melainkan kalau pun mau disebut: mono-pluralisme bahasa, berbeda-beda tapi satu jua, macam yang disemboyan negara kita:

Bhinneka Tungal Ika.

Salah kaprah memahami realisme seingat saya sampai juga di tataran bahasa seni. Begitu banyak seniman, jurnalis seni, pengajar seni, mahasiswa seni, memandang “realisme” itu yang “seperti kenyataan sehari-hari”: asal sebuah teater atau lukisan mirip dengan kenyataan sehari-hari maka disebutlah realis! Itu salah total! Dengan mudah kita dapat meruntuhkannya, misal jika kita bayangkan ada penonton teater heterogen —orang buta, orang tuli, orang setengah gila, orang yang ngerasa normal, balita, remaja, jompo kurang pendengaran, orang komunis, orang ateis, dan lain-lain, apakah teater yang ditonton bersama itu bermakna sama pada setiap penonton? Pastilah berbeda-beda maknanya, kata “ditonton” pun tidak berlaku bagi orang buta.

Tidak adanya jaminan pada yang seperti kenyataan sehari-hari bagi setiap individu itu sudah menjadi alasan kuat untuk menolak realisme dengan pengertian tersebut.

Ada pula ungkapan “realistik” yang artinya malah sering disamakan dengan “masuk akal”! Seharusnya kata tersebut merupakan kata sifat dari “realisme”. Lagi pula yang dimaksud “masuk akal” itu masuk akalnya siapa?

Realisme memang bicara di alam Akal —lebih sering disebut alam Ide— mengacu pada ajaran Plato (s. 427 – 347 SM). Namun Akal/Ide yang dimaksud tidak sama dengan “akal” dalam frasa “masuk akal”.

Begitu banyak salah kaprah dalam kehidupan berbahasa kita memang, karena tradisi berbahasa sehari-hari biasanya dari mulut ke mulut. Mulut satu salah mulut lainnya ikut salah. Jika yang salah itu punya otoritas macam calon presiden, dunia bahasa tambah kacau, followers yang modalnya kagum dengan cepat jadi latah salah. Dalam percakapan sehari-hari silakan saja ikuti konvensi salah itu demi menjaga perasaan orang, menjaga kelancaran berbicara, tapi wilayah ilmu janganlah terbawa tradisi sehari-hari yang sudah salah selamanya salah itu.

Tradisi ilmu adalah tradisi kebenaran, bukan menjaga perasaan. 

Jadi apa itu realisme bahasa? Yakni cara pandang pada bahasa sebagai hal yang tak mungkin terbahasakan kecuali dengan salinan-salinan semata terhadap Ide, alam tempat Sang Realitas[1] menetap abadi.

Mengapa begitu banyak benda untuk nama yang sama? Setiap entitas pada dasarnya adalah salinan pertama dari Ide, dan bahasa membuat salinan kedua dari entitas-entitas tersebut. Ketika kita sanggup membentuk realitas baru dengan bahasa, yakni realitas yang hanya ada dalam bahasa, macam dunia ciptaan dalam puisi, maka puisi adalah salinan ketiga.

Bukankah matahari telah bersalin dan

    melahirkan kenyataan yang agak lain?

Demikian kata Goenawan Mohamad dalam salah satu puisinya[2].

Mari kita lihat bagaimana alam kita bahasakan.  Dalam peristiwa alam macam hujan, hujan itu turun dari awan, dan awan adalah kumpulan uap air. Peristiwa alam tersebut merupakan tiruan pertama Plato. Ketika kita mengatakan dalam bahasa ucap/tulis “Air daratan menguap menjadi awan, awan memberat menjadi hujan” maka itu tiruan kedua Plato –karena meniru apa yang terlihat di alam. Bahasa sains adalah tiruan kedua. Tapi di tangan penyair Sapardi jadi begini:

AKU INGIN 

 

aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada[3]

Rasanya peristiwa alam yang dibahasakan Sapardi itu bukan sekadar alam, tetapi alam yang punya bahasa juga, yakni bahasa cinta, bahasa perasaan, bahasa yang mentransformasi jiwa-jiwa manusia terhadapnya.

Di mata lahiriah yang menyerupai mata sains, perasaan kita dan alam terpisah-pisah, subjek tidak bekerja atasnya, yang ada adalah peristiwa di objek-objek semata, sedangkan di dalam realitas salinan ketiga, terdapat realitas ketiga yang tidak sekadar mempersonifikasi alam, tetapi menciptakan nilai untuk alam dan manusia.

Sampai sebegitunya realisme bahasa membicarakan bahasa. Semoga kamu puas dan bisa berkata “Oh begitu”. Akan tetapi, saya harap kamu bisa temukan “Oh begitu” lainnya lagi pada diskuisi-diskusi kita selanjutnya mengingat urusan bahasa dari dulu sampai sekarang belum tamat-tamat juga orang bicarakan. Kalau sudah tamat, tak usahlah ada pemikiran-pemikiran filsafat bahasa lain lagi. Ternyata begitu banyak aliran yang satu dengan lainnya saling berbeda, ada pula yang saling beririsan, atau saling mengembangkan, tapi ada pula yang berpunggungan macam realisme dan nominalisme.

Rujukan

[1] Dalam EYD Ed. V, penulisan “sang” kapital hanya berlaku untuk Tuhan. Dalam bagian ini saya kapitalkan bukan untuk menyebut Sang Pencipta Realitas, tetapi saya memandang itu sepaket frasa benda.

[2] Dari puisi Goenawan Mohamad “Pada Sebuah Pantai: Interlude”. Puisi tersebut terdapat dalam Goenawan Mohamad, 1992, Asmaradana: pilihan sajak, 1961-1991, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

[3] “Aku Ingin” terdapat dalam kumpulan Hujan Bulan Juni: Sepilihan Sajak, Sapardi Djoko Damono, 2003, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Terbit pertama kali oleh Grasindo tahun 1994.

Share your love
Avatar photo
Arip Senjaya

Pemenang Literasi Terapan Lokal Perpusnas 2022, alumni Batu Ruyud Writing Camp Kaltara, dosen filsafat Untirta, anggota Komite Buku Nonteks Pusbuk Kemdikbud, sastrawan, editor. Alumni UPI dan UGM.

Articles: 31

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

123 Comments

  1. Nama: Nufaisa Nisrina
    NIM: 2222230069
    Kelas: 2B
    Pertanyaan
    Mengapa realisme bahasa memandang bahasa sebagai sesuatu yang tak mungkin terbahasakan kecuali dengan salinan-salinan semata terhadap Ide, alam tempat Sang Realitas menetap abadi?

  2. Risma Fitriyani-2222230050-2A
    Mohon izin bertanya, dari essay tersebut memberikan Misal ada orang berkata “Mau ‘Tuhan’ mau ’God’ mau ‘Allah’ mau ‘Gusti’, semua itu menunjuk entitas yang sama.” Pandangan tersebut tidak termasuk pada realisme yang mengandung sifat universalitas. Berarti realitas bahasa juga mempengaruhi keyakinan dari makna suatu bahasanya? karen dari yang saya paham bahwasanya realitas bahasa tidak memandang suatu makna bahasanya. Jadi, jika ada kekeliruan dari presepsi saya, mohon izin jelaskan, terima kasih

    • Haura Zhafira N.A_2222230127_2B
      dalam kehidupan kita ada beberapa yang salah kaprah dalan berbahasa, bagaimana cara dan solusi agar kita tidak lagi salah dalam berbahasa?

  3. Risma Fitriyani-2222230050-2A
    Mohon izin bertanya, dari pemaparan conyoh yang terdapat pada essay tersebut “Mau ‘Tuhan’ mau ’God’ mau ‘Allah’ mau ‘Gusti’, semua itu menunjuk entitas yang sama.” yang berarti bahwa itu tidak termasuk realitas bahasa yang bersifat universalitas. pertanyaan saya, Berarti realitas bahasa juga mempengaruhi keyakinan dari makna suatu bahasanya? karen dari yang saya paham bahwasanya realitas bahasa tidak memandang suatu makna bahasanya. Jadi, jika ada kekeliruan dari presepsi saya, mohon izin jelaskan, terima kasih

  4. Risma Fitriyani-2222230050-2A
    Mohon izin bertanya, dari pemaparan contoh yang terdapat pada essay tersebut yang mengatakan bahwa kata “Tuhan, Allah, dan God” itu memiliki arti yang sama dan tidak termasuk realitas bahasa yang bersifat universalitas. pertanyaan saya, Berarti realitas bahasa juga mempengaruhi keyakinan dari makna suatu bahasanya? karen dari yang saya paham bahwasanya realitas bahasa tidak memandang suatu makna bahasanya. Jadi, jika ada kekeliruan dari presepsi saya, mohon izin jelaskan, terima kasih

  5. Afina Aulia_2222230119_2A
    1. Bagaimana hubungan antara realisme bahasa dengan penggunaan dialek dan slang?
    2. Apa kontribusi realisme bahasa terhadap representasi budaya dalam teks sastra?

    • Salsabila Askia_2222230059_2D

      Mengapa realitas bahasa menurut realisme tidak sama dengan realitas bahasa menurut nominalisme atau paham lainnya? lalu apa itu realitas nominalisme?

      • Nama: Adinda Samihah Salma
        NIM: 2222230012
        Kelas: 2B
        Jurusan: Pendidikan Bahasa Indonesia

        Izin bertanya pak untuk menghindari SALAH KAPRAH BERBAHASA tersebut, kita sebagai orang yang tau arti berbahasa itu luas, kita harus bagaimana?
        Terima kasih banyak sebelumnya.

    • Sulisthya Dewi
      NIM 2222230049
      Kelas 2A
      Izin bertanya, pak. Bagaimana cara menghindari salah kaprah dalam berbahasa dan bagaimana cara memahami bahasa secara mudah?

  6. Nama : Saeli Malini Utamy
    Kelas : 2A
    NIM : 2222230039
    Prodi : Pendidikan Bahasa Indonesia
    MK : Filsafat Linguistik

    Izin bertanya Pak, Mengingat bahwa realisme bahasa merujuk pada pandangan bahwa bahasa adalah salinan dari Ide, dan bahwa realitas hanya bisa diungkapkan melalui salinan-salinan semata, bagaimana melihat peran bahasa dalam membentuk dan mempengaruhi persepsi kita tentang realitas? Apakah bahasa membatasi atau memperluas pemahaman kita tentang dunia?

  7. Nama: Nabil Handika Putra
    NIM: 2222230054
    Kelas: 2A

    Pak, saya izin bertanya, dari yang saya tangkap dari penjelasan bapak mengenai realisme bahasa bukanlah suatu ke aslian dari sebuah bahasa, dan suatu bahasa memiliki makna yang berbeda jika kita melibatkan semua kalangan. tetapi apakah realisme bahasa yang dimaksud akan memiliki arti yang sama jika didalami oleh orang yang memiliki kepribadian ganda? cukup sekian dari pertanyaan saya, dan sekiranya ada kesalahan dari pemahaman saya atau pertanyaan saya yang tidak relevan, saya mohon maaf. Terimakasih.

  8. Nama: Indriyani
    NIM: 2222230085
    Kelas: 2C
    Mata kuliah: Filsafat linguistik
    Izin bertanya pak.
    1.bagaimana cara mengimplementasikan kepada masyarakat terutama para seniman,bahwa realisme bahasa itu salinan pertama dari Ide, dan bahasa membuat salinan kedua dari entitas-entitas yang lainnya. Sedangkan banyak orang diluar sana memandang “realisme” itu ‘hal yang nyata atau masuk akal’ seperti pada kenyataan sehari-hari?.
    2. Mengapa cara pandang realitas bahasa menurut realisme itu tidak sama dengan realitas bahasa menurut nominalisme?.
    Terimakasih pak

  9. Nama: Indriyani
    NIM: 2222230085
    Kelas: 2C
    Mata kuliah: Filsafat linguistik
    Izin bertanya pak.
    1.bagaimana cara mengimplementasikan kepada masyarakat terutama para seniman,bahwa realisme bahasa itu salinan pertama dari Ide, dan bahasa membuat salinan kedua dari entitas-entitas yang lainnya. Sedangkan banyak orang diluar sana memandang “realisme” itu ‘hal yang nyata atau masuk akal’ seperti pada kenyataan sehari-hari?.
    2. Mengapa cara pandang realitas bahasa menurut realisme itu tidak sama dengan realitas bahasa menurut nominalisme?.

  10. Nanda Solehah_2222230100_2D
    Izin bertanya, Pak. Terkait dengan realisme di mana realisme bukanlah “sesuatu yang seperti kenyataan sehari-hari”, dan dikatakan bahwa setiap orang memiliki perbedaan cara pandang dalam memaknai sesuatu. Apakah ada kaitannya terhadap dunia pendidikan? Bagaimana cara kita sebagai calon pendidik supaya dapat mengatasi perbedaan persepsi tersebut dan lebih mengarah terhadap konsep realisme? Terima kasih.

  11. Muhammad Wildan Atqya
    NIM 2222230041
    Di esai Bapak selalu menonjolkan perbedaan antara paham realisme bahasa dengan paham nominalisme. Lalu bagaimana pandangan nominalisme terhadap bahasa? Apakah masih ada persamaan diantara paham realisme dan nomalisme terhadap bahasa? Bahasa lebih ke arah realisme atau nominalisme?

  12. Nama: Dhiah Fatma Pratiwi
    NIM: 2222230062
    Kelas: 2B
    MK: Filsafat Linguistik

    Izin bertanya Pak, dari pemaparan esai di atas bahwa realisme bahasa itu merujuk pada bahasa sebagai hal yang tak mungkin terbahasakan kecuali dengan salinan-salinan semata-mata terhadap Ide, alam tempat Sang Realitas menetap abadi. Nah apa pengaruhnya jika realisme ini hanya dilihat dari pengertian yang salah kaprah yaitu kenyataan sehari-hari?

  13. Eka Dwi Sasmita Putri_2222230013_2B

    Apa hakikat realitas bahasa itu? Apakah dunia nyata seperti yang kita lihat, atau ada aspek-aspek lain yang tidak terlihat?

  14. Nama: Keti Wahdania
    NIM : 2222230086
    Kelas: 2C

    Seperti yg bapa jelaskan bahwa Begitu banyak salah kaprah dalam kehidupan berbahasa kita memang, karena tradisi berbahasa sehari-hari biasanya dari mulut ke mulut. lalu bagaimana hubungan realisme dengan tradisi dan adat serta mitos-mitos yang jika dilanggar akan menuai malapetaka,Realisme menganggapan bahwa objek indera kita adalah yang sebenarnya, lalu apakah mitos yg dibawa oleh leluhur kita bisa dianggap realisme?

  15. Nama: Eka Septiawati
    NIM: 2222230015
    Kelas: 2B
    Mata Kuliah: Filsafat Linguistik
    Izin bertanya pak,
    1. Bagaimana realisme bahasa dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari?
    2. Apa perbedaan antara “tiruan pertama”, “tiruan kedua”, dan “tiruan ketiga” dalam realisme bahasa?

  16. Asterina Akbariani Suseno_2222230110_2D
    Jika memang bahasa sanggup membentuk realitas baru walau hanya ada dalam bahasa, lalu mengapa disebut sebagai salinan ketiga Pak?

    • Nama: Siti Maulida
      NIM: 2222230055
      Kelas: 2A

      Sebelumnya mohon izin untuk bertanya, Pak. Dalam penjelasan ini disebutkan “Seorang realis meyakini universalitas bahasa dalam pengertian transenden pula. Misalnya ada orang berkata “Mau ‘Tuhan’ mau ‘God’ mau ‘Allah’ mau ‘Gusti’, semua itu menunjuk entitas yang sama.” Pandangan tersebut tidak termasuk pada realisme yang mengandung sifat universalitas tersebut.” Dari penjelasan ini saya memahami bahwa dalam realisme bahasa, konsep universalitas bahasa dipandang dari sudut pandang transenden, bukan sekedar kesamaan makna kata dalam bahasa yang berbeda.

      Dari pernyataan tersebut terdapat beberapa pertanyaan di benak saya yang membuat saya penasaran, diantaranya yaitu: Apakah universalitas bahasa dalam realisme bahasa mengacu pada suatu “kenyataan” atau esensi bahasa yang bersifat metafisis/transenden di luar ragam bahasa manusia? Jika demikian, lalu bagaimana kita dapat mengakses atau menangkap esensi universal bahasa tersebut secara empiris? Bukankah konsep universalitas bahasa lebih mudah dipahami dari sudut pandang kesamaan makna/referensi kata dalam bahasa-bahasa yang berbeda?

  17. Nama: Nurkaila Navita
    NIM: 2222230017
    Kelas: 2B
    Izin mau bertanya pak, Bagaimana kita bisa memperluas pemahaman kita tentang realisme dalam seni ke aspek yang lebih luas di luar realitas?

  18. Imelda_2222230103_2D
    Mengapa hal-hal dalam empirik tidak sama dengan hal-hal nyata dalam pengertian realisme? Dan bagaimana realisme bahasa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk kita sebagai mahasiswa?

  19. Ainisa Liana Putri-2222230089-2C
    Izin bertanya, Pak.
    Dari yang saya tangkap dalam esai ini, dikatakan bahwa suatu bahasa akan berbeda makna dalam perspektif orang lain. Apakah konsep dari realitas bahasa dapat mengubah perspektif kita tentang bahasa yang merupakan alat komunikasi sehari-hari? Lalu, bagaimana realitas bahasa memandang ilmu pengetahuan yang dipelajari?

  20. Rahma Annisa_2222230098_2C

    Seperti yang bapak sampaikan di atas bahwa “Tradisi ilmu adalah tradisi kebenaran, bukan menjaga perasaan”. Jika kita melihat dari segi agama yang menyebutkan bahwa “Adab itu di atas ilmu”. Contoh: Kita berada di lingkungan yang sangat menjunjung tinggi adab terhadap orang lain, salah satunya adalah dengan cara menjaga perasaannya. Namun di sisi lain, jika dilihat dari segi ilmu, kita tidak mungkin mengikuti konvensi yang salah karena hanya akan menyebabkan dunia bahasa tambah kacau. Nah, bagaimana cara kita untuk menyikapi kedua hal tersebut? Jika semisalnya kita harus memilih antara keduanya, manakah yang harus kita dahulukan?

  21. Aulia Fitri Anisa
    2222230047
    2A – Pendidikan Bahasa Indonesia
    Filsafat Linguistik

    Apakah perbedaan dan perdebatan antara paham nominalisme dengan realisme dapat membentuk pemahaman tentang bahasa? Apa realisme mempengaruhi pemahaman yang diyakini seseorang?

  22. Muhamad Suhepi, 2222230032, 2C

    Ijin bertanya
    Jika realisme bahasa adalah cara pandang pada bahasa sebagai hal yang tak mungkin terbahasakan kecuali dengan salinan-salinan semata terhadap Ide, alam tempat Sang Realitas[1] menetap abadi. Apakah realisme bahasa juga akan berpengaruh besar terhadap arti dalam penulisan sebuah karya sastra?
    Terima kasih

  23. Nama: Arum Handayani
    NIM: 2222230067
    Kelas: 2B

    1. Seluas apa dunia realitas bahasa itu? apakah ada batasan-batasan tertentu di dalamnya? Bagaimana jika proses realitas bahasa terjadi di dunia mimpi yang mempengaruhi proses alam bawah sadar manusia? apakah serupa atau ada perbedaan dengan hal yang ada di dunia nyata?

    2. Pada konsep puisi sebagai salinan ketiga dari realitas yang ada, apakah ada suatu keterkaitan dengan kemampuan bahasa untuk menciptakan realitas yang baru?

  24. Isnayni Kalamsyah_2222230130_C
    Izin bertanya, Pak. Jika realisme bahasa merupakan “cara pandang pada bahasa sebagai hal yang tak mungkin terbahasakan kecuali dengan salinan salinan semata terhadap ide, alam tempat Sang Realitas menetap abadi” bagaimana bisa realisme bahasa tersebut disetujui secara konvensional? Seperti dicontohkan pada “peristiwa alam hujan”.

  25. Nama : Tri Fitriani
    NIM : 2222230121
    Kelas : 2A
    MK : Filsafat Linguistik

    Izin bertanya Pak, jika realisme bahasa merupakan salinan-salinan terhadap ide. Berarti apakah dunia ini dapat disebut realitas itu sendiri? Mengingat bahwa banyak sekali salinan terhadap suatu ide yang terjadi karena bahasa. Lalu, jika seseorang percaya atau menganggap persepsi seseorang itu benar apakah itu termasuk salah satu dari realisme bahasa? Jika iya berarti dunia ini hanya tentang salinan-salinan saja atau tidak pak?

  26. Dwi Lutfiah Aini_2222230092_2C

    Sebelumnya Bapak menjelaskan bahwa “asal sebuah teater atau lukisan mirip dengan kenyataan sehari-hari maka disebutlah realis! Itu salah total! Dengan mudah kita dapat meruntuhkannya, misal jika kita bayangkan ada penonton teater heterogen –orang buta, orang tuli, orang setengah gila, orang yang ngerasa normal, balita, remaja, jompo kurang pendengaran, orang komunis, orang ateis, dan lain-lain, apakah teater yang ditonton bersama itu bermakna sama pada setiap penonton? Pastilah berbeda-beda maknanya, kata “ditonton” pun tidak berlaku bagi orang buta. Tidak adanya jaminan “yang seperti kenyataan sehari-hari” bagi setiap individu itu sudah menjadi alasan yang kuat untuk menolak realisme dengan pengertian tersebut.”. Nah, pertanyaan saya apakah realisme bahasa itu setidaknya sedikit memiliki kesamaan dengan monopluralisme bahasa? Karena saya menangkapnya walaupun makna dari kata “ditonton” berbeda-beda tetapi orang-orang tetap menyebut makna yang ada dipikiran mereka tentang “ditonton” itu sebagai “ditonton”. Jika memiliki kesamaan, maka bagaimana perbandingan realisme bahasa dengan monopluralisme bahasa? Terima kasih, Pak.

  27. nama : cahya putri Andini
    NIM : 2222230109
    kelas : 2D
    mata kuliah : filsafat linguistik
    izin bertanya pak,
    1. Apa tujuan realitas bahasa itu sendiri?
    2. Bagaimana cara bahasa realitas itu mempengaruhi sebuah persepsi kita terhadap realitas, apakah bahasa realitas dapat membatasi kita tentang dunia? , karna bahasa adalah jendela dunia
    3. Apakah bahasa juga di atur oleh realisme dan nominalisme?
    sekian pertanyaan dari saya pak…

  28. Aura Shafa Apriliana_2222230134_2C

    Izin bertanya Pak, seperti yang sudah dipaparkan bahwa seringkali adanya kekeliruan dalam penggunaan kata “realisme”, sehingga banyaknya masyarakat salah kaprah atau salah menanggapi arti dan makna asli kata. Pertanyaannya, bagaimana tradisi lisan dapat memengaruhi pemahaman masyarakat terhadap kata seperti “realisme”? Dan, jika dalam hal ini masyarakat sudah terbiasa menormalisasikan tradisi tersebut, apakah ada kemungkinan terjadi penyesuaian makna asli seiring berjalannya waktu?
    Terima kasih.

  29. Aura Shafa Apriliana_2222230134_2C

    Izin bertanya Pak, seperti yang sudah dipaparkan bahwa seringkali adanya kekeliruan dalam penggunaan kata “realisme”, sehingga banyaknya masyarakat salah menanggapi arti dan makna asli kata. Pertanyaannya, bagaimana tradisi lisan dapat memengaruhi pemahaman masyarakat terhadap kata seperti “realisme”? Dan, jika dalam hal ini masyarakat sudah terbiasa menormalisasikan tradisi tersebut, apakah ada kemungkinan terjadi penyesuaian makna asli seiring berjalannya waktu?
    Terima kasih.

  30. Cici Juvian_2222230060_2B

    Mengapa pengetahuan seperti ini hanya diketahui segelintir orang saja? Terlepas dari label anak bahasa atau bukan, bukankah bahasa digunakan oleh seluruh manusia? Lalu, apa yang menyebabkan orang-orang menormalisasi kesalahan itu dan mengakibatkan hal yang benar menjadi terlihat salah?

  31. Nama : Tifara Revalina Iryanti
    Nim : 2222230051
    Kelas : 2A

    Setiap entitas pada dasarnya adalah salinan pertama dari Ide, dan bahasa membuat salinan kedua dari entitas-entitas tersebut.
    Lalu bagaimana jika salinan ide tidak ada, apakah apakah bahasa juga tidak ada?

  32. Nama : Siti Nurjanah
    NIM : 2222230001
    Kelas : 2A

    Izin bertanya pak Ketika kita mengetahui realisme adalah cara pandang yang tidak mungkin terbahasakan kecuali dengan salinan² terhadap ide, bagaimana kita mengetahui jika sebuah ide itu termasuk kata realistik sedangkan tidak semua ide adalah kebenaran?

  33. Nama : Alfatika Alya Ananda
    NIM : 2222230046
    Kelas : 2A

    Izin bertanya pak, sebaiknya kita ini harus memiliki cara pandang yang seperti apa? Apakah realisme atau nominalisme? dan bagaimana realisme itu dapat memengaruhi cara pandang kita dalam berpikir?

    Segitu saja pertanyaan dari saya, maaf jika pertanyaan saya masih ada kekeliruan. Terima kasih

  34. Nama: Kamilatun Nabilah
    NIM : 2222230003
    Kelas : 2A

    Izin bertanya pak, apa saja yang menjadi tantangan utama dalam menerapkan realisme dalam karya sastra dan bagaimana hubungannya dengan bahasa?

    • Nama: Amellia Salsabila
      NIM: 2222230064
      Kelas: 2 B
      Saya hendak bertanya, Pak, mengenai kalimat “Yang nyata bagi realisme tidak terbaca di depan mata kita, tidak terdengar telinga kita, tidak pula terucapkan lidah kita”, bagaimana maksud dari konsep realisme tersebut? Lalu, Bagaimana cara yang tepat untuk mengatasi tradisi salah kaprah dalam berbahasa sehari-hari dengan tetap menjaga perasaan tetapi tidak menghambat pengembangan ilmu yang berdasarkan kebenaran?
      Terima kasih

  35. Vara Agitya Eka Prawita_2222230093_2C. Saya ingin bertanya pembahasan pada paragraf ketiga, sebagai orang awam yang baru saja memperdalam bahasa. Apakah ada cara kita dapat memahami bahwa realisme bahasa itu seperti yang bapak jelaskan? dan Bagaimana realisme bahasa dipraktikkan di tengah zaman yang serba modern saat ini?

  36. Tiara Melya Pirgayani_2222230066_2B
    Izin bertanya, Pak. Dijelaskan realitas bahasa menurut realisme tidak sama dengan realitas bahasa menurut nominalisme atau paham lainnya. Lalu, bagaimana cara mudah mengartikan dan membedakan realisme bahasa dengan paham-paham lainnya?

  37. Nama: Alifah Zahra Shafira
    NIM: 2222230129
    Kelas: 2A
    MK: Filsafat Linguistik

    Izin bertanya mengenai pembahasan di atas Pak, apa yang di definisikan realisme bahasa menurut pandangan yang di sampaikan? Dan kenapa dari pandangan realisme itu sendiri bahasa menjadi konvensi sosial dalam penggunaan bahasa?

  38. Nama: Nabila Dea Nurcahyani
    NIM: 2222230005
    Kelas: 2 A
    Mata Kuliah: Filsafat Linguistik

    Izin bertanya Pak, Nominalisme dan realisme adalah dua aliran dalam filsafat yang berbeda atau bertolak belakang. Lalu, bagaimana nominalisme memahami realitas? Dan apakah sesuatu yang universal itu ada atau bahkan tidak mempunyai konsekuensi yang luas dalam masing-masing bidang ini?

  39. Nama : Aina Zulfatun Nisa
    NIM : 2222220065
    Kelas : 4C

    Izin bertanya pak, seperti yang bapak paparkan dapat saya pahami realisme bahasa adalah tiruan atau salinan ide dari apa yang terlihat. Yang jadi pertanyaannya, apakah realisme sangat berkaitan dalam menentukan cara pandang kita dalam melihat dunia?

  40. Fera Oktapia_2222230104_2D
    Realisme bahasa mengganggap bahasa sebagai sesuatu yang immaterial dan hanya dapat dipindahkan ke dunia material melalui konvensi sosial. Pertanyaan saya, bagaimana bahasa yang tidak dapat dibahasakan dapat diartikan dan diadaptasi dalam kehidupan melalui proses konvensi sosial? Dan sejauh mana konvensi ini berpengaruh terhadap kehidupan? Apakah dapat memengaruhi cara kita memahami dan berinteraksi dengan dunia sekitar?
    Terimakasih.

  41. Ananda Putri Prameswari_2222230030_2D
    Izin bertanya, dari pemaparan esai di atas, dikatakan bahwa setiap entitas merupakan salinan pertama dari Ide, dan bahasa membuat salinan kedua dari entitas tersebut. Mengapa bahasa hanya bisa membuat salinan kedua dari entitas-entitas tersebut? Apakah bahasa bisa menjadi salinan pertama dari entitas-entitas tersebut?

  42. Ananda Putri Prameswari_2222230030_2D
    Mengapa bahasa hanya bisa membuat salinan kedua dari entitas-entitas? Apakah bahasa bisa menjadi salinan pertama dari entitas-entitas tersebut?

  43. Uzma Amalia _2222230081_2C

    Lagi pula yang dimaksud “masuk akal” itu masuk akal siapa?

    Berdasarkan pernyataan tersebut, “masuk akal” disini tergantung pandangan individu dan yang jelas pandangan tersebut akan berbeda-beda sesuai dengan yang sudah digambarkan ketika sebuah teater yang dihadiri oleh penonton heterogen, berarti tidak ada pernyataan bahwa suatu pandangan itu salah? Jikalau memang ada, apa yang bisa mengukur suatu pandangan itu salah atau benar?

  44. Nama : Rizkia Mulyani
    NIM : 2222230038
    Kelas : 2A
    Jurusan : Pendidikan Bahasa Indonesia
    Mata kuliah : Filsafat Linguistik

    Saya izin bertanya pak, sebelumnya filsafat itu kan ilmu yang sifatnya menyelidiki, jadi apakah realitas bahasa itu dapat dikaitkan dengan ilmu al-qur’an? dan apakah ada ahli linguistik yang mengaitkan bahasa dengan ilmu-ilmu agama lainnya?

    • Decinta Nesa Karisma_2222230004_2A
      Kenapa arti “realisme” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan filsafat bertentangan? Jika dalam KBBI yaitu tindakan atau cara berpikir yang berdasarkan sesuai dengan kenyataan. Sedangkan dalam filsafat yaitu arti “realisme” cara pandang bahasa yang tidak terbaca di depan mata kita, tidak terdengar telinga kita, dan tidak pula terucapkan lidah kita. Bukankah itu merupakan satu kata yang sama?

  45. Nama: Adinda Samihah Salma
    NIM: 2222230012
    Kelas: 2B
    Jurusan: Pendidikan Bahasa Indonesia

    Izin bertanya pak untuk menghindari SALAH KAPRAH BERBAHASA tersebut, kita sebagai orang yang tau arti berbahasa itu luas, kita harus bagaimana?
    Terima kasih banyak sebelumnya.

    • Nama : Fahada Naina Hakim
      Kelas : 2B
      NIM : 2222230010

      Izin bertanya, Pak.
      Bagaimana orang-orang yang berpaham realisme bahasa ini memandang bahasa sebagai alat berbicaranya dan bagaimana langkah yang harus dilakukan terhadap pola pikir masyarakat yang sudah terlanjur mengerti konsep realisme yang salah kaprah itu?

    • Nama : Eka Sri Pratiwi
      Nim : 2222230036

      izin bertanya pak, seperti yang bapak sampaikan mengenai realisme bahasa,bahwa bahasa adalah salinan ide lain yang terdengar oleh telinga dan terbaca oleh mulut, pertanyaannya apakah sejatinya realisme bahasa itu benar benar ada, menurut pandangan realis? dan apakah mungkin, dijaman sekarang ini terdapat seorang realis yang mampu membuat bahasa murni? jika tidak mungkin, apakah semua bahasa didunia ini sudah tersedia dan hanya tersisa salinan salinan saja.
      cukup sekian pak,terimakasih

  46. Nama : Haliza Kusuma Dewi
    NIM : 2222230068
    Kelas : 2B

    Izin bertanya pak, bagaimana kita dapat membedakan antara tradisi berbahasa sehari-hari yang cenderung salah kaprah dengan tradisi ilmu yang menekankan kebenaran, terutama dalam konteks perkembangan dan penyebaran informasi?

  47. Fitri Novia Rahma_2222230024_2C
    Maaf izin bertanya Pak. Banyak orang mengetahui bahwa “realisme” yaitu kenyataan sehari-hari, tetapi realisme bahasa disini tidak sama dengan realisme sebelumnya, lalu bagaimana cara memperhatikan beberapa pemahaman yang belum dimengerti?

  48. Nama: Anisa Isnaeni Faturohmah
    NIM: 2222230124
    Kelas: 2B
    Prodi: Pendidikan Bahasa Indonesia
    Mata Kuliah: Filsafat Linguistik

    Izin bertanya Pak, dalam konteks Plato, bagaimana bahasa menciptakan salinan dari Ide dan bagaimana hal ini terkait dengan realisme bahasa. Pertanyaan kedua apakah bahasa dan karya sastra seperti puisi dapat dilihat sebagai tiruan kedua dan ketiga dari realitas menurut pandangan realisme bahasa?

  49. Nama: Anita amelia_2222230029
    Prodi: pendidikan bahasa Indonesia
    Mata kuliah: Filsafat Linguistik
    1. Bagaimana kita memahami realisme bahasa di dalam dunia perkuliahan atau kehidupan sehari-hari?
    2. Apakah realisme,realitas , realistik satu pembahasan dalam materi tersebut?

  50. Sulisthya Dewi
    NIM 2222230049
    Kelas 2A
    Izin bertanya, pak. Bagaimana cara menghindari salah kaprah dalam berbahasa dan bagaimana cara memahami bahasa secara mudah?

  51. Muarif Husyandi_2222230019_2C

    dijelaskan bahwa bahasa merupakan “salinan kedua” dari realitas, yang merupakan “salinan pertama” dari Ide. Saya ingin menanyakan hal ini, bagaimana hubungan antara “salinan kedua” ini dengan “realitas” itu sendiri? Apakah bahasa hanyalah representasi yang tidak sempurna dari realitas, ataukah ia memiliki peran yang lebih aktif dalam membentuk realitas?

  52. Keisha Aulia Majid_2222230097_2C
    Izin bertanya pak,
    Bagaimana memahami hubungan antara kata-kata dan objek di dunia nyata? Plato percaya bahwa bahasa memiliki kekuatan untuk menciptakan realitas. Bagaimana menjelaskan hubungan antara kata-kata yang kita gunakan sehari-hari dan objek-objek yang mereka wakili? Apakah bahasa hanya mencerminkan realitas atau memiliki peran lebih dalam menciptakannya?Terima kasih pak

  53. Said Mursalin_2222230107_D
    Izin menanggapi, jika disebutkan bahwa puisi milik Sapardi Djoko Damono merupakan bentuk dari realitas bahasa, akankah kegiatan kita selama ini yang dilakukan setiap harinya yang tanpa kita sadari merupakan realitas bahasa seperti berjalan, bernafas, bahkan hanya menatap kekosongan.

  54. Yansen Yehuda Tarigan_2222230065_2D

    Izin bertanya pak, Bagaimana cara mengatasi banyak nya salah kaprah dalam kehidupan berbahasa, dan jika yang salah itu punya otoritas dunia bahasa tambah kacau?

  55. Hanin Mumtazah Putri Widyaningtyas_2222230083_2C

    Izin bertanya pak, bagaimana cara kita meyakinkan kepada orang bahwa pemahaman yang diterima selama ini tentang realisme itu salah? kemudian dari penjelasan di atas tentang pengertian realisme bahasa, bagaimana kita dapat memahami dan memberi pemahaman kepada orang lain tentang realisme bahasa jika realisme bahasa itu sendiri hanya berupa salinan-salinan semata terhadap ide?
    Terima Kasih Pak

  56. Munjiah_2222230028_2D
    Izin bertanya pak,
    Apa implikasi realisme bahasa terhadap penggunaan bahasa ?
    Dan bagaimana realisme bahasa dapat membantu kita memahami makna dan realitas?

  57. Firli Azkiya Rahmania_2222230027_2D
    Izin bertanya Pak. Apa manfaat mempelajari realisme bahasa?
    Sebagai orang awam, bagaimana caranya agar dapat memahami realisme bahasa dimana dijelaskan bahwa yang nyata bagi realisme tidak terbaca di depan mata kita, tidak terdengar telinga kita, tidak pula terucapkan oleh lidah kita?
    Terimakasih.

  58. Firli Azkiya Rahmania_2222230027_2D
    Izin bertanya Pak. Apa manfaat mempelajari realisme bahasa?
    Sebagai orang awam, bagaimana caranya agar dapat memahami realisme bahasa dimana dijelaskan bahwa yang nyata bagi realisme tidak terbaca di depan mata kita, tidak terdengar telinga kita, tidak pula terucapkan oleh lidah kita?
    Terima kasih.

  59. Nama: Zilfa Ghifara
    NIM: 2222230037
    Kelas: 2A

    Izin bertanya Pak, bagaimana realisme bahasa menanggapi pandangan bahwa teater atau lukisan yang mirip dengan kenyataan sehari-hari secara universal tidak dapat memiliki makna yang sama bagi setiap individu?

  60. Nama : Aisyah Zeini Ilmi Demami
    Nim : 2222230042
    Kelas :2A
    Jurusan : pendidikan bahasa Indonesia

    Izin bertanya pak, bagaimana seorang realis memandang universalitas bahasa, dan kenapa pandangan ini berbeda dengan mono-pluralisme bahasa? Terima kasih

  61. Sintia Agustin_2222230020_2C
    Dari realisme yang telah bapak jelaskan dalam esay, mengapa realisme bahasa disebut dengan cara pandang? Dan kalo memang realisme bahasa adalah cara pandang, apakah bahasa juga berpengaruh terhadap pikiran manusia?

  62. Indah Khairunnisa_2222230023_2C

    Seperti yang sudah Bapak jelaskan. Misalnya ada orang berkata “Mau ‘Tuhan’ mau ’God’ mau ‘Allah’ mau ‘Gusti’, semua itu menunjuk entitas yang sama.” Pandangan tersebut tidak termasuk pada realisme yang mengandung sifat universalitas. Lalu, apakah semua kata yang menunjukkan entitas yang sama itu tidak termasuk ke dalam paham realisme? Realisme mengandung sifat universalitas itu seperti apa? , Mohon izin jelaskan lebih detail Pak.
    Terima kasih Pak.

  63. Fitri Novia Rahma_2222230024_2C
    Maaf izin bertanya Pak. Banyak orang mengetahui bahwa “realisme” yaitu kenyataan sehari-hari, tetapi realisme bahasa disini tidak sama dengan realisme yang sebelumnya, lalu bagaimana cara memperhatikan beberapa pemahaman yang belum dimengerti?

  64. Aam Amelia_2222230031_D
    Jika tradisi berbahasa sehari-hari dari mulut ke mulut dianggap salah. Lalu apakah dalam percakapan sehari hari dalam suatu daerah yang sampai sekarang masih digunakan apakah bahasa itu tidak menunjukan kebenaran?

  65. Nama : Liya Adqiyah
    Nim : 2222230026
    Kelas : 2C

    Izin bertanya pak pada contoh diatas tertulis, misalnya ada orang berkata “Mau ‘Tuhan’ mau ‘God’ mau ‘Allah’ mau ‘Gusti’, semua itu menunjuk entitas yang sama.” Pandangan tersebut tidak termasuk pada realisme yang mengandung sifat universalitas. Lantas seperti pandangan realisme yang mengandung sifat universalitas yang benar dan mengapa puisi disebut salinan ketiga dalam realisme bahasa?

    • Vita Riyani_2222230117_2D

      Jika realitas bahasa menurut realisme tidak sama dengan realitas bahasa menurut nominalisme atau pemahaman lainnya. Lalu pertanyaan saya, apa perbedaan antara realisme bahasa dan realisme dalam pengertian umum? Bagaimana realisme bahasa memandang bahasa sebagai sesuatu yang tak dapat terbahasakan kecuali melalui salinan-salinan terhadap Ide? Dan bagaimana bahasa mampu menciptakan realitas baru serta bagaimana hal tersebut berkaitan dengan puisi?

    • Salsabila Azahra _2222230082_2C

      Izin bertanya pak, apa perbedaan antara konsep “masuk akal” dalam konteks sehari-hari dengan konsep “masuk akal” dalam konteks realisme bahasa?
      Terima kasih

  66. Nama: Nadea Juliana
    Nim: 2222230044
    Kelas: 2 A
    MK: Filsafat Linguistik

    Izin bertanya Pak, sering kali kita berpikir jika realisme adalah suatu aliran yang membicarakan sesuatu seperti apa adanya atau tanpa kesadaran akal. Karena menghindari salah kaprah, Saya masih belum paham dan ingin bertanya, mengapa terdapat banyak salinan dari ide realisme bahasa? dan apakah bahasa daerah mempunyai realisme bahasa masing-masing?
    Terimakasih Pak.

  67. Nama : Fahada Naina Hakim
    Kelas : 2B
    NIM : 2222230010

    Izin bertanya, Pak.
    Bagaimana orang-orang yang berpaham realisme bahasa ini memandang bahasa sebagai alat berbicaranya dan bagaimana langkah yang harus dilakukan terhadap pola pikir masyarakat yang sudah terlanjur mengerti konsep realisme yang salah kaprah itu?

  68. Elsa Agustina Manurung_2222230091_2C
    “Dalam percakapan sehari-hari silakan saja ikuti konvensi salah itu demi menjaga perasaan orang, menjaga kelancaran berbicara, tapi dalam wilayah ilmu janganlah terbawa tradisi sehari-hari yang sudah salah selamanya salah itu. Tradisi ilmu adalah tradisi kebenaran, bukan menjaga perasaan.” Dari pemaparan yang bapak sampaikan, saya ingin bertanya bagaimana cara mengatasi terbawanya tradisi sehari-hari yang sudah salah dalam wilayah ilmu?

  69. Nama : Fahada Naina Hakim
    Kelas : 2B
    NIM : 2222230010

    Izin bertanya, Pak.
    Bagaimana orang-orang yang berpaham realisme bahasa ini memandang bahasa dan bagaimana langkah yang harus dilakukan terhadap pola pikir masyarakat yang sudah terlanjur mengerti konsep realisme yang salah kaprah itu?

    • Widiyah_2222230090_2C

      Izin bertanya, Bapak. Bahwasanya teater yang ditonton bersama pun pasti berbeda-beda makna, apakah realisme bahasa ini memengaruhi sudut pandang setiap orang? Apakah kesalahpahaman yang biasa terjadi pada komunikasi juga disebabkan oleh realisme bahasa? Lalu bagaimana peran realisme bahasa untuk meminimalisir agar tidak terjadi kesalahpahaman? Dan mengapa dunia tidak pernah berhenti membahas tentang bahasa?
      Terima kasih, Bapak.

  70. Eka Edinda Yuliana Andriyani_2222230033_2D

    Izin bertanya Bapak, Bagaimana bahasa mampu membentuk realitas baru, khususnya realitas yang hanya eksis dalam bentuk bahasa, seperti dunia ciptaan dalam puisi yang dianggap sebagai salinan ketiga?

  71. Nama : Ismi Aunia
    NIM : 2222230072
    Kelas : 2B
    Mata Kuliah : Filsafat Linguistik

    Seperti yang telah dipaparkan pada esai di atas, bahwa terkadang arti dari ungkapan “realistik” sering disamakan dengan “masuk akal”, padahal kata “realistik” tersebut merupakan kata sifat dari “realisme”. Lantas bagaimana pengaruh realisme terhadap pemahaman kita tentang konsep “masuk akal” dalam konteks linguistik, khususnya dalam memisahkan antara akal yang berkaitan dengan alam Ide Plato dan akal yang diinterpretasikan sebagai sesuatu yang rasional atau masuk akal dalam percakapan sehari-hari?

  72. Eka Edinda Yuliana Andriyani_2222230033_2D

    Izin bertanya bapak, Bagaimana bahasa mampu membentuk realitas baru, khususnya realitas yang hanya eksis dalam bentuk bahasa, seperti dunia ciptaan dalam puisi yang dianggap sebagai salinan ketiga?

    Terimakasih banyak.

  73. Nama: Tia Permata Sari
    NIM: 2222230011
    Kelas: 2B

    Pertanyaan saya adalah bagaimana proses bahasa merepresentasikan suatu realitas, apakah dengan terlebih dahulu memahami bagaimana diri sendiri melihat suatu realitas kemudian menciptakan makna tersendiri sehingga tercipta salinan-salinan ide? jika demikian, apakah realitas yang merupakan salinan-salinan semata tersebut adalah sekadar konvensi buatan manusia atau lebih dari itu?

    Terimakasih

  74. Saffanah Dhiyaan_2222230088_2C
    Izin bertanya pak, dalam esai tersebut tertulis bahwa realitas bahasa menurut realisme tidak sama dengan realitas bahasa menurut nominalisme atau paham lainnya. Apakah dengan adanya perbedaan tersebut dapat memengaruhi salah kaprah dalam berbahasa?lalu, apakah perbedaan tersebut juga dapat memengaruhi sudut pandang kita dalam berpikir?

  75. Nama : Mufidatuz Zahro Aj-Jauharoh
    NIM : 2222230014
    Kelas : 2B

    Seperti yang diilustrasikan dalam puisi, bagaimana bahasa dapat menciptakan realitas baru yang hanya ada dalam bahasa? dan bagaimana hal tersebut terkait dengan konsep salinan pertama, kedua, dan ketiga dalam pemikiran plato?

  76. Siti Nurbaiti_2222230120_2A
    Izin bertanya pak apakah peran bahasa primarily untuk menggambarkan realitas? dan juga dapatkah bahasa digunakan untuk membentuk dan memanipulasi realitas?

  77. Nama: Amelia Firdaus
    NIM: 2222230078
    Kelas: 2B
    Prodi: Pendidikan Bahasa Indonesia
    Mata kuliah: Filsafat Linguistik

    Izin bertanya Pak, dari pemaparan esai di atas apakah realisme bahasa dapat mempengaruhi terhadap pengetahuan? Jika iya, seberapa besar pengaruh aliran realisme bahasa terhadap pengetahuan?

    Terima kasih, Pak.

  78. Fauziyah Azizah_2222230021_2C

    Dalam essai Bapak dikatakan Ketika kita sanggup membentuk realitas baru dengan bahasa, yakni realitas yang hanya ada dalam bahasa, macam dunia ciptaan dalam puisi, maka puisi adalah salinan ketiga.

    Izin bertanya, Pak. Apakah puisi sebagai ‘salinan ketiga’ dapat mengurangi atau meningkatkan nilai kebenaran dari Ide asli?
    Terimakasih, Pak

  79. Vita Riyani_2222230117_2D

    Jika realitas bahasa menurut realisme tidak sama dengan realitas bahasa menurut nominalisme atau pemahaman lainnya. Lalu pertanyaan saya, apa perbedaan antara realisme bahasa dan realisme dalam pengertian umum? Bagaimana realisme bahasa memandang bahasa sebagai sesuatu yang tak dapat terbahasakan kecuali melalui salinan-salinan terhadap Ide? Dan bagaimana bahasa mampu menciptakan realitas baru serta bagaimana hal tersebut berkaitan dengan puisi?

  80. Nama : Stefan Maulana Kurniawan
    NIM : 2222230057
    Kelas : 2B

    Izin bertanya pak bagaimana cara kita meluruskan orang yang salah kaprah dalam berbahasa, banyak masyarakat yang kekeh dengan bahasanya yang jelas-jelas itu salah, bagaimana kita yang mendalami ilmu berbahasa membenahi bahasa orang tersebut?

  81. Syifa Suci Suci_2222230136_2D
    Di dalam bahasa sering kali ambigu dan tidak jelas. Bagaimana realisme bahasa menjelaskan dan menangani makna kalimat yang ambiguitas dan vagueness yang tidak jelas dalam bahasa?

  82. Nama : Annisa Nur Baety
    NIM : 2222230122
    Kelas : 2B
    Jurusan : Pendidikan Bahasa Indonesia
    Mata Kuliah : Filsafat Linguistik

    Izin bertanya Pak, bagaimana realisme bahasa menggambarkan kondisi dalam suatu masyarakat yang kurang tau mengenai realisme bahasa?
    Terima kasih, Pak.

  83. Nama : Annisa Nur Baety
    NIM : 2222230122
    Kelas : 2B
    Jurusan : Pendidikan Bahasa Indonesia
    Mata Kuliah : Filsafat Linguistik

    Mohon izin untuk bertanya Pak, bagaimana realisme bahasa menggambarkan kondisi dalam suatu masyarakat yang kurang tau mengenai realisme bahasa?
    Terima kasih, Pak.

  84. Arinda Gracella_2222230101_2D

    Bagaimana bahasa dapat menciptakan realitas baru, Pak? Seperti yang dijelaskan dalam penjelasan mengenai puisi?

  85. Nama : Annisa Nur Baety
    NIM : 2222230122
    Kelas : 2B
    Jurusan : Pendidikan Bahasa Indonesia
    Mata Kuliah : Filsafat Linguistik
    Pertanyaan : Bagaimana realisme bahasa menggambarkan kondisi dalam suatu masyarakat yang kurang tau mengenai realisme bahasa?
    Terima kasih, Pak.

  86. Nama : Ismi Aunia
    NIM : 2222230072
    Kelas : 2B
    Mata Kuliah : Filsafat Linguistik

    Seperti yang telah dipaparkan pada esai di atas, bahwa terkadang arti dari ungkapan “realistik” sering disamakan dengan “masuk akal”, padahal kata “realistik” tersebut merupakan kata sifat dari “realisme”. Lantas bagaimana pengaruh realisme terhadap pemahaman kita tentang konsep “masuk akal” dalam konteks linguistik, khususnya dalam memisahkan antara akal yang berkaitan dengan alam Ide Plato dan akal yang diinterpretasikan sebagai sesuatu yang rasional atau masuk akal dalam percakapan sehari-hari?

  87. Saffanah Dhiyaan_2222230088_2C

    Izin bertanya pak, dalam esai tersebut tertulis bahwa realitas bahasa menurut realisme tidak sama dengan realitas bahasa menurut nominalisme atau paham lainnya. Apakah dengan adanya perbedaan tersebut dapat memengaruhi salah kaprah dalam berbahasa?lalu, apakah perbedaan tersebut juga dapat memengaruhi sudut pandang kita dalam berpikir?

  88. Sintha novela_2222230034_D
    izin bertanya apakah Realisme dan Realistik itu memiliki makna yang sama ? jika tidak apa saja perbedaan antara Realisme dan Realistik?

  89. Kaman Jaya Saputra-2222230094-2C
    Dari pemaparan diatas bahwa hal-hal empirik tidak sama dengan hal-hal nyata dalam pengertian realisme. Mengapa demikian? Padahal hal empirik itu terjadi sesuai pengalaman seperti percobaan dan pengamatan.
    Adapun dalam realisme yang nyata tidak terbaca di depan mata kita, tidak terdengar telinga kita, tidak pula terucapkan lidah kita. Pertanyaannya apakah realisme terjadi dengan sendirinya dan tidak dipengaruhi hal lain?
    Terimakasih pak

  90. Rakha Nurfazuzi Abdillah_2222230111_2D

    Izin bertanya, Pak. Apa yang dimaksud dengan “yang nyata bagi realisme tidak terbaca di depan mata kita, tidak terdengar telinga kita, tidak pula terucapkan lidah kita.” Dan hal apa yang demikian, sehingga bisa dianggap nyata bagi realisme?

    Terima kasih.

  91. Nama : Tiara Ashifa
    Kelas : 2B
    NIM : 2222230071
    Prodi : Pendidikan Bahasa Indonesia
    MK : Filsafat Linguistik

    Izin bertanya Pak, Bagiamana pandangan realisme bahasa mengenai stabilitas dan keberlanjutan bahasa dalam menghadapi perubahan dan dinamika dunia material yang sifatnya berubah – ubah?, lalu bagaimana realisme bahasa menafsirkan peran akal/ide dalam konteks linguistik, apa perbedaannya dengan konsep “masuk akal” dalam pemahaman sehari – hari?

  92. Widiyah_2222230090_2C

    Izin bertanya, Bapak. Bahwasanya teater yang ditonton bersama pun pasti berbeda-beda makna, apakah realisme bahasa ini memengaruhi sudut pandang setiap orang? Apakah kesalahpahaman yang biasa terjadi pada komunikasi juga disebabkan oleh realisme bahasa? Lalu bagaimana peran realisme bahasa untuk meminimalisir agar tidak terjadi kesalahpahaman? Dan mengapa dunia tidak pernah berhenti membahas tentang bahasa?
    Terima kasih, Bapak.

  93. Nama: Aqilatul Lathifah
    NIM: 2222230076
    Kelas: 2B

    Dari pemaparan di atas banyak salah kaprah dalam kehidupan berbahasa, karena tradisi berbahasa sehari-hari biasanya dari mulut ke mulut. Apakah bisa berpengaruh dalam realisme jika tradisi lisan dilakukan terus menurus seiring perkembangan waktu?

    Terima kasih, Pak.

  94. Nama : Fitri Dwi Cahyani
    NIM : 2222230048
    Kelas : 2A

    Dari esai yang sudah Bapak jelaskan di atas, saya dapat memahami bahwa realisme bahasa tidak sekadar merupakan alat komunikasi yang mencerminkan realitas fisik atau empiris, tetapi juga mengenai realitas yang lebih dalam, abstrak, dan transenden.
    Untuk memahami lebih mendalam mengenai realisme bahasa ini, hal itu membawa saya untuk bertanya apa implikasi dari pandangan realisme bahasa terhadap konsep pluralitas bahasa? Dan bagaimana pandangan realisme bahasa memengaruhi cara kita untuk memahami interaksi anatara bahasa dan realitas dalam konteks keberagaman bahasa yang ada di dunia ini?

  95. Khaila Riyanni_2222230018_2C

    Seperti esai di atas, bahwa banyak masyarakat atau orang seni yang salah kaprah terhadap cara memahami realisme, dan mereka memahami bahwa realisme itu seperti kenyataan sehari-hari.
    Pertanyaan saya, Bagaimana konsep realisme seharusnya dipahami oleh masyarakat dan orang-orang seni agar tidak terjebak dalam kesalahpahaman tersebut? Dan bagaimana cara mendidik masyarakat atau pelajar tentang konsep realisme yang sesungguhnya?
    Terima kasih

  96. Zenitra Alzena_2222230131_2D

    Izin bertanya, Pak. Bagaimana jika dalam percakapan sehari hari kita tidak mengikuti konvensi yang salah itu? Apa hanya dalam tradisi ilmu saja kita menerapkan kebenaran berbahasa dalam realisme?

    Terima kasih.

  97. Aulia Najla Huwaida
    2222230043
    2A

    izin bertanya pak, selama ini banyak individu yang salah memahami tentang arti dari realisme, dari mana asalnya pemikiran pengertian realisme merupakan sesuatu yang menyerupai aslinya/menyerupai sesuatu di kehidupan nyata? karena berdasar pemahaman tersebut beberapa individu jadi memaknai realisme adalah ‘sesuatu yang menyerupai’. mengapa pengertian realisme dalam pandangan seni dan bahasa dapat bertolak belakang atau terdapat kekeliruan?

  98. Astria Novianti Nugroho_2222230116_2D

    Izin bertanya Pak.
    Bagaimana dialog yang terdengar alami dapat meningkatkan imersi pembaca dalam cerita dan mendukung realisme bahasa?

  99. Herawati_2222230113_2D
    Izin bertanya Pak, hal apa yang membuat seorang realis dapat meyakini universalitas bahasa dalam pengertian transenden?
    Terima kasih Pak.

  100. Nama : Dwi Putri Ardini
    NIM : 2222230009
    Kelas : 2A
    Program Studi : Pendidikan Bahasa Indonesia
    Mata Kuliah : Filsafat Linguistik

    Izin bertanya, pak.
    Bagaimana Plato dan konsep alam Ide berperan dalam pemahaman realisme bahasa, dan mengapa hal ini menjadi penting dalam konteks memahami hubungan antara bahasa dan realitas?

    Terima kasih

  101. Astria Novianti Nugroho_2222230116_2D

    Izin bertanya Pak, Bagaimana dialog yang terdengar alami dapat meningkatkan imersi pembaca dalam cerita dan mendukung realisme bahasa?

  102. Astria Novianti Nugroho_2222230116_2D

    Izin bertanya Pak, Bagaimana mungkin dialog yang terdengar alami dapat meningkatkan imersi pembaca dalam cerita dan mendukung realisme bahasa?

  103. Nama: Aulia Nur Afifah
    NIM: 2222230074
    Kelas: 2B
    Realisme dan naturalisme terkadang sulit dibedakan, apa perbedaan diantara kedua tersebut yang sangat jelas atau konkret

  104. Herawati_2222230113_2D
    Izin bertanya Pak, hal apa yang membuat seorang realis dapat meyakini universalitas bahasa dalam pengertian transenden?
    Terima kasih Pak.

  105. Najwa Salma Difa_2222230106_2D

    Dalam esai ini dijelaskan bahwa ketika kita berhasil membentuk realitas baru melalui puisi, maka puisi adalah salinan realitas ketiga. Apa sebenarnya realitas baru yang dimaksud di sini? Kemudian, apakah setiap realitas baru berupa puisi? Atau ada macam yang lain?

    Bapak menuliskan, “Dalam EYD Ed. V, penulisan ‘sang’ kapital hanya berlaku untuk Tuhan. Dalam bagian ini saya kapitalkan bukan untuk menyebut Sang Pencipta Realitas, tetapi saya memandang itu sepaket frasa benda.” Lalu apa frasa berbeda yang Bapak maksud di sini? Mengapa akhirnya Bapak menggunakan huruf kapital untuk menyebut “Sang”?

  106. Nama Nadia Mayasari,NIM 2222230022,2C

    Izin bertanya pak. Mengutip,Realisme memang bicara di alam akal – lebih sering disebut alam ide- mengacu pada ajaran Plato (s.427 – 347 SM). Namun akal/ide yang dimaksud tidak sama dengan “akal” dalam frasa “masuk akal”. Pertanyaannya,bagaimana pandangan realisme bahasa terkait dengan konsep Plato tentang alam ide? Apakah implikasi dari pandangan ini terhadap pemahaman kita tentang representasi bahasa terhadap realitas?
    Terima kasih.

  107. Nama: Wahyuana Endah Setianingrum
    NIM: 2222230125
    Kelas: 2B

    Izin bertanya Pak, melihat bahwa realisme bahasa adalah salinan-salinan ide dan juga realisme yang nyata tidak berbicara di depan mata, tidak terdengar, tidak juga terucap oleh lidah kita. Jadi apakah bahasa mempermudah atau menyulitkan pemahaman kita terhadap kehidupan?

  108. Alya Defina Nabila_2222230108_2D

    Izin bertanya, Pak mengenai apa perbedaan realitas bahasa menurut realisme dan perbedaan realitas bahasa menurut nominalisme?

    Yang kedua, didalam esai dijelaskan bahwa ketika kita sanggup membentuk realitas baru dengan bahasa, macam dunia ciptaan dalam puisi, maka puisi adalah salinan ketiga. Tetapi, apakah puisi atau salinan ketiga itu sudah pasti benar menjadi cara pandang pada bahasa sebagai hal yang tak mungkin terbahasakan jika cara setiap orang menafsirkan puisi berbeda-beda?

Leave a Reply