Literasi adalah melek, cerdas, smart, mahir, pandai.
Kita mengetahui bahwa terdapat berbagai jenis literasi, yakni: literasi media, literasi digital, literasi finansial, literasi ilmiah, literasi budaya, dan literasi informasi.
Hari ini, Dayak telah literat di berbagai jenis literasi itu! Kita tidak setuju jika dikatakan Dayak belum maju. Dayak berjalan ke depan meninggalkan apa yang dipersepsikan. Masih kerap terjadi mispersepsi dan miskonsepsi tentang Dayak. Dan pertumbuhan mereka, dalam semua dimensi literasi di atas, berkembang secara deret ukur.
Untuk itulah, literasi menjembatani gap antara apa yang diketahui dan belum diketahui tentang penghuni, sekaligus pewaris sah Borneo, insula terbesar ke-3 dunia.
Literasi Dayak yang saat ini tengah menggeliat dan merambah hingga ke tingkat perguruan tinggi, menjadi tonggak penting dalam memperkaya warisan budaya dan pengetahuan. Dengan perkembangan ini, akan semakin banyak pustaka bermutu yang akan muncul.
Namun, penting untuk diingat bahwa literasi ini tidak hanya berfokus pada kajian terkait ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), melainkan juga pada pemahaman mendalam tentang masyarakat, adat istiadat, dan kebudayaan Dayak yang kaya.
Salah satu langkah yang sangat penting dalam menjaga dan memahami kebudayaan Dayak adalah dengan menggali dan mendokumentasikan khasanah budaya lisan mereka menjadi tulisan. Ini termasuk dalam upaya mengabadikan cerita-cerita folklor setempat, seperti Follor, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Dayak. Dalam konteks ini, ada tiga konsep dasar yang saling terkait: manusia, alam, dan teknologi.
Teknologi yang maju haruslah memiliki akar dalam kebudayaan setempat. Tanpa dasar budaya yang kuat, teknologi hanya akan berujung pada dehumanisasi, menjadikan manusia sebagai mesin tanpa jiwa.
Penting untuk diingat bahwa kemajuan dalam ilmu pengetahuan seharusnya diukur berdasarkan peningkatan martabat manusia. Dan salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah melalui literasi Dayak, yang memungkinkan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Folklor Dayak
Folklor Dayak berperan dalam menjaga martabat manusia dan memperkaya pemahaman tentang kebudayaan mereka. Selain sebagai hiburan, cerita-cerita folklor juga memiliki nilai edukatif yang mendalam.
Oleh karena itu, para pegiat literasi Dayak diharapkan akan semakin banyak meneliti, menggali, dan mempublikasikan folklor Dayak. Dengan melakukan ini, mereka tidak hanya memperkaya perpustakaan budaya Dayak tetapi juga memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk belajar tentang akar budaya mereka yang kaya.
Dalam semangat “Gnothi seauton” atau “kenalilah dirimu sendiri,” literasi Dayak juga membantu masyarakat Dayak untuk lebih memahami dan menghargai identitas mereka sendiri, serta memperkukuhkan akar budaya mereka.
Dengan membangun narasi sendiri melalui berbagai media, Dayak dapat mememang kendali atas narasi mereka. Tidak diwarnai, melainkan mewarnai. Bukan lagi dibranding, melainkan membranding diri sendiri.
Literasi Dayak bukan hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang menjaga integritas dan keluhuran martabat manusia melalui penghormatan terhadap warisan budaya mereka yang tak ternilai harganya.
Pada saat ini, kita memiliki akses yang lebih luas ke media daring, seperti platform berbasis web, blog, dan banyak lagi. Hal ini memungkinkan setiap orang atau komunitas untuk menjadi penerbit mereka sendiri, dan bahkan memonetisasi usaha literasi mereka. Ini adalah peluang luar biasa untuk memperluas jangkauan dan menghargai karya-karya yang terkait dengan folklor Dayak.
Sebelum cerita-cerita folklor Dayak diabadikan dalam bentuk ebook atau buku cetak, kita dapat mengunggah dan menyebarkan mereka melalui media daring. Lewat jalan ini, kita memberikan kesempatan kepada masyarakat Dayak untuk “menulis dari dalam,” yaitu berbagi cerita-cerita yang merangkum sejarah, tradisi, dan nilai-nilai budaya mereka sendiri.
Ini bukan hanya cara untuk melestarikan budaya. Lebih dari itu juga untuk menginspirasi generasi muda Dayak untuk terlibat dalam literasi dan menjadi penjaga warisan budaya mereka.
Dengan mengunggah cerita-cerita folklor secara daring, kita menciptakan sebuah forum di mana penulis Dayak dapat berbagi karya-karya mereka. Selin itu, memperkenalkan keindahan budaya mereka kepada dunia, dan dalam beberapa kasus, bahkan memperoleh penghasilan dari karya-karya literasi mereka.
Selain itu, dengan menggunakan media daring, kita dapat menciptakan komunitas yang lebih besar yang berbagi minat dalam folklor Dayak. Perlu membangun kolaborasi antara penulis, peneliti, dan pecinta budaya untuk menghasilkan karya-karya yang lebih kaya dan mendalam tentang warisan budaya Dayak. Dengan cara ini, literasi Dayak tidak hanya menjadi tugas individu, tetapi juga sebuah gerakan budaya yang menghubungkan orang-orang dengan akar budaya mereka.
Dalam menghadapi era digital ini, selayaknya kita manfaatkan peluang yang ada untuk melestarikan dan memperkaya budaya Dayak melalui media daring. Mari bersama-sama “menulis dari dalam” dan menjaga kekayaan warisan budaya yang tak ternilai ini agar tetap hidup dan relevan dalam dunia yang terus berubah.
Dayak perlu semakin intens terlibat dalam literasi media karena kita saat ini menghadapi fenomena yang dikenal sebagai “post-truth” atau “pascakebenaran.”
Seperti diketahui bahwa Post Truth mengacu pada kondisi di mana emosi, keyakinan, dan opini pribadi seringkali menggantikan fakta dan kebenaran dalam pembentukan pandangan masyarakat. Dalam konteks ini, informasi dan narasi tentang Dayak, seperti juga tentang banyak komunitas lainnya, bisa dengan mudah diubah dan disalahartikan.
Ketika kita membiarkan orang lain atau pihak luar yang kurang memahami budaya Dayak untuk mengontrol narasi tentang kita, risikonya adalah cerita-cerita dan fakta-fakta yang sebenarnya dapat dijungkirbalikkan atau diubah sesuai dengan agenda atau sudut pandang mereka. Itu sebabnya penting bagi para pegiat media, pekerja literasi, dan penulis Dayak sendiri untuk menjadi narator utama dalam menyampaikan cerita dan informasi tentang komunitas mereka.
Dayak adalah yang paling memahami tentang Dayak. Hanya dengan berbicara dari pengalaman pribadi dan pengetahuan mendalam tentang budaya, tradisi, dan sejarah mereka sendiri, Dayak dapat memastikan bahwa narasi yang akurat dan adil tentang komunitas mereka tersampaikan. Ini tidak hanya tentang mendefinisikan ulang identitas Dayak, tetapi juga tentang menjaga kebenaran tentang sejarah dan perkembangan budaya mereka.
Selain itu, dengan menjadi aktif dalam literasi media, Dayak dapat mempengaruhi opini publik dan memperjuangkan hak-hak dan kepentingan komunitas mereka. Mereka dapat memberikan perspektif yang berbeda dan mengimbangi narasi yang mungkin bias atau tidak akurat. Dengan cara ini, Dayak tidak lagi hanya menjadi subjek kutipan dalam berita atau cerita orang lain, tetapi mereka sendiri yang menjadi sumber pengetahuan dan kebijaksanaan tentang identitas dan budaya mereka.
Dalam dunia yang dipenuhi dengan informasi yang seringkali disaring dan disajikan secara berbeda, literasi media adalah alat yang kuat untuk memastikan bahwa cerita dan kebenaran Dayak tetap utuh dan terpelihara.
Dengan membangun narasi sendiri melalui berbagai media, Dayak dapat memegang kendali arah atas narasi mereka. Tidak diwarnai, melainkan mewarnai. Bukan lagi dibranding, melainkan membranding diri sendiri.
Sekaligus, lewat jalan literasi, Dayak dapat memastikan bahwa suara mereka didengar, dipahami, dan dihormati.*)