KAMPUNGan.
Mengacu ke habitus. Gaya hidup. Sikap. Tabiat. Mendeskripsikan hal ihwal sesuatu yang kurang beradab.
Entah dari mana asal muasalnya. Istilah “kampungan” ini menjadi predikabilia yang mengacu ke satu tindak. Sikap. Tabiat yang tidak beradab. Tidak sopan santun. Tidak mengerti adat budaya. Pokoknya sesuatu yang serba peyoratif. Padahal, orang kampung sangat beretika moral.
Orang kampung bisa tidak kampungan. Sebaliknya, orang kota bisa saja kampungan.
Orang (dari) kampung, tidak selalu kampungan. Orang kota bisa saja kampungan –misalnya buang sampah (tisu/ kresek) dari kaca jendela mobil mewah ke jalan mulus beraspal dan di tol yang saya “paling benci”
Asli saya orang kampung. Saya asal dari Kalimantan. Persisnya di perbatasan Serawak, Malaysia. Rumah saya, tepatnya rumah orang tua saya dan tempat saya dilahirkan, hanya berjarak 2 kecamatan dari Tebedu, wilayah negara tetangga. Secara jarak, saya lebih dekat ke 🐈 Kuching daripada Pontianak.
Saya baru 40 tahun hidup di Jawa. 33 tahun hidup dan bermukim di Jakarta.
Haruskah kembali *lagi* ke Kalimantan? Mengikuti ke mana Ibu Kota Negara pindah? Atau? P-P saja, seperti nyebrang jembatan, seperti selama ini?
Tapi emang. Orang (dari) kampung, tidak selalu kampungan. Orang kota bisa saja kampungan –misalnya buang sampah (tisu/ kresek) dari kaca jendela mobil mewah ke jalan mulus beraspal dan di tol yang saya “paling benci”.
Perilaku kedua orang kota yang kampungan ,yang saya juga “benci” adalah ketika makan prasmanan. Ambil banyak-banyak. Terus gak habis dimakan, sisa banyak, lalu dibuang.
Perilaku dan modus vivendi yang menentukan.
Qui sibi solo vivit male vivit.
Orang yang hidup bagi dirinya sendiri (ego), cara hidup yang demikian itu: buruk.