Kumpulan artikel yang dibukukan bukanlah buku. Seperti halnya kumpulan cerpen bukanlah novel! Bentuknya saja buku. Tetapi dilihat dari kandungan isinya bukan buku.
Mengapa demikian?
Mari masuk ke teori “causa”-nya Aristoteles. Ia membagi, ada 4 sebab (causae). Salah duanya, adalah:
1. Sebab yang menjadi materi (causa materia).
2. Sebab yang menjadi bentuk (causa forma).
Dua causae ini bisa dengan mudah menjelaskan isi dan bentuk buku. Isi buku adalah materia (bahan). Sedangkan bentuknya adalah forma.
Isi buku adalah kumpulan cerpen. Bentuknya buku.
So, kumpulan cerpen bukankan buku ditinjau dari dua causa ini. Mengapa? Sebab gagasannya lepas-lepas, kadang tumpang tindih dan bukan merupakan ide yang utuh, atau sebuah gagasan yang sengaja ditulis secara sistematis, koheren, dan proporsional.
Suatu narasi yang dijilid dan dicetak dengan tidak sistematis, koheren, dan proporsional bukanlah buku yang sesungguhnya.
Sebagai praktisi, akademisi, dan pengamat perbukuan; saya tidak pernah mereken kumpulan artikel sebagai buku.
Suatu ketika, sebagai juri, saya dan dewan juri menggugurkan kumpulan cerpen disebut novel. Bahkan, UNESCO mensyaratkan sebuah buku minimal terdiri atas 48 halaman. Sebuah cerpen, atau artikel, habis dibaca sekali duduk. Atau prosa kisahan fiksi yang panjangnya antara 500-1.000 kata.
Saya tidak pernah membilang tulisan lepas yg dimuat dalam sebuah antologi.
Sebagaimana halnya kumpulan artikel bukanlah novel!