Mengapa (Harus) Mengutip Sumber dalam Dunia Ilmiah?

Nihil novi subsole. Tidak ada sesuatu yang baru di atas muka bumi. Demikian asumsi umum dalam dunia ilmiah. Sedemikian rupa, sehingga hasil penelitian tidak dikatakan sebagai “menciptakan” (to create), melainkan “menemukan” (to explore).

Menemukan karena secara ontologi apa yang ditemukan itu sudah ada. Hanya saja tersembunyi bagi pengideraan manusia sebelumnya. Sehingga perlu diteliti untuk ditemukan, dengan metode tertentu, yang sesuai.

Mengutip sumber

Adalah frasa yang mencerminkan kebijaksanaan dan kebenaran. Dalam konteks ilmiah dan kepenulisan kreatif, adagium ini menyoroti pentingnya mengakui warisan pengetahuan yang telah ada dan merangkul keberagaman cara mengutip dan mengolah sumber.

Baca Creative Writing: Buku Pertama Terlengkap di Bidangnya

Dalam dunia kepenulisan akademis, mengutip sumber bukan hanya kewajiban etika, tetapi juga merupakan langkah kritis dalam membangun fondasi pengetahuan.

Ada berbagai cara atau gaya mengutip sumber, dan memahami perbedaan di antara mereka adalah kunci untuk menyampaikan informasi secara tepat dan profesional. Beberapa gaya yang umum digunakan meliputi:

  • Harvard Citation Style: Dikenal dengan pendekatan penulisan nama penulis dan tahun publikasi di dalam teks, dengan daftar referensi terinci di akhir.Gaya ini menekankan pada penulisan nama penulis dan tahun publikasi di dalam teks, sementara daftar referensi terinci ditempatkan di bagian akhir karya.
    • Contoh: Menurut Masri (2024, perubahan iklim memiliki dampak signifikan pada keanekaragaman hayati.
  • Chicago & Turabian Style: Menggunakan catatan kaki atau catatan ujung untuk merinci sumber, bersama dengan daftar referensi.
    Menggunakan catatan kaki atau catatan ujung untuk merinci sumber, disertai dengan daftar referensi terpisah.

    • Contoh: Pernyataan tersebut mendapat dukungan dari penelitian terbaru (Bertus 2018, 45).
  • MLA Style: Sering digunakan dalam sastra dan seni, mencakup format penulisan yang spesifik untuk penulisan akademis.
    Sering digunakan dalam sastra dan seni, mengikuti format penulisan yang spesifik untuk penulisan akademis.

    • Contoh: Menurut penelitian terbaru, penggunaan teknologi dapat memengaruhi kreativitas manusia (Musa, 76).
  • British Standard (numeric) system: Menggunakan sistem numerik untuk mengidentifikasi sumber dalam teks, dengan daftar referensi numerik yang sesuai.
    Menggunakan sistem numerik untuk mengidentifikasi sumber dalam teks, dengan daftar referensi yang sesuai.
    Contoh: Temuan tersebut konsisten dengan penelitian sebelumnya (1).
  • Oxford Referencing System: Mirip dengan Harvard tetapi dengan format yang sedikit berbeda, menekankan pada akurasi dan kejelasan.
    Contoh: Penelitian ini mendukung argumen bahwa pendidikan memainkan peran kunci dalam pembangunan masyarakat (Fitri 2017).

Substansi dan fungsi sama, gaya beda

Penting untuk diingat bahwa meskipun gaya-gaya ini berbeda dalam penekanan dan format, substansi yang esensial adalah kelengkapan informasi dan data yang disajikan.

Tidak seharusnya menjadi persoalan fanatisme terhadap satu gaya tertentu. Lebih penting lagi, konsistensi dalam penerapan gaya yang dipilih dan kesesuaian dengan komunitas atau tradisi tertentu adalah hal yang diperlukan.

Baca Creative Writing vs. Academic Writing

Dengan memahami perbedaan dan keunikan setiap gaya, penulis dapat lebih baik mengembangkan keterampilan mereka dalam mengutip dan mengolah sumber dengan tepat serta memberikan penghormatan yang pantas terhadap warisan ilmiah.*)

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 735

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply