Mengapa orang Dayak (dahulu kala) bertelinga panjang? Dua kata, dalam kurung, bukan tanpa alasan. Dahulu kala, sebab saat ini telah langka Dayak bertelinga panjang.
Telinga panjang bagi orang Dayak tanda budaya. Membedakannya dengan orang utan atau kera. Jangan salah persepsi!
City Walk, Jakarta, 2018.
Matahari yang memanasi bumi Jakarta seakan ilusi. Sebab kami di ruangan berpendingin itu tak merasakannya. Sebuah sudut. Masih bilangan Jalan Sudirman. Di Star Buck. Sembari nyeruput kopi. Obrolan siang itu berujung pada sebuah buku. Yang mengabadikan kisah manusia Dayak bertelinga panjang.
Sahabat saya itu bukan Dayak asli. Namanya: Ati Bachtiar. Ia menunjukkan babu –bakal buku– kepada saya. “Gimana ini, bang?”
“Go ahead!” kata saya.
“Tentang isinya?”
“Jika merupakan hasil penelitian kamu, pede saja!”
Jika tidak ada lagi manusia Dayak bertelinga panjang. Apakah ciri fisik yang membedakannya dari monyet dan orangutan?
Maka terbitlah buku luks itu. Diberi judul Jejak Langkah Telinga Panjang. Full color. Kertas luks. Putih bersih. Yang secara visual menarasikan bagaimana orang Dayak bisa bertelinga panjang, di masa lampau.
Disebut “masa lampau”, sebab kini pemandangan itu telah amat langka. Satu dua saja lagi manusia Dayak bertelinga panjang. Anak-anak muda, sudah tidak lagi.
(Bersambung)
Ya, sangat berpotensi di masa kini generasi muda Dayak sudah tidak meneruskan budaya khas pada telinga ini