Model, bukan Bintang Iklan.
Sengaja judul narasi demikian sebab lebih mendekati kenyataan. Model bisa untuk peran apa saja, dalam suatu iklan. Akan tetapi “bintang” tidak sembarang. Pasti berada di langit yang biru, di ketinggian, hebat, pesohor. Dan segala sesuatu yang serba-.
Saya gak ada seujung kuku itemnya! Hanya saja, waktu menjadi bintang, eh… model iklan ini, Iwan Dani (marketing manager) meminta secara khusus. Katanya, saya cukup dapat untuk mewakili dosen gaul waktu itu. Yang bisa larut bersama mahasiswa diskusi terbuka, ilmu ditemukan bersama, membawa materi bukan sebagai pemangku otoritas ilmu melainkan sebagai penggali sekaligus sahabat bagi mahasiswa. Menggali potensi. Mengarahkan. Dan menajamkan intuisi mereka.
Konsepnya: dosen bukan lagi satu-satunya sumber ilmu. Kehadiran media telah menggantikan banyak peran dosen. Tugas dosen: menggali potensi mahasiswa, memotivasi, mengarahkan, agar menjadi pembelajar berkarakter sesuai dengan apa yang telah digambarkan dalam “profil lulusan”. Dan kami, para Prodi dan terutama saya sebagai Ketua MKDU wajib menyusun profil lulusan setiap Prodi.
Kali ini narsis dikit… Iklan UMN, Minggu 18 April 2010 halaman 19. Saya jadi model iklan, bukan bintang iklan. Ya, malu dong disebut bintang, kayak keren dan prof aja! Ya, kan, ndak gitu loh.
Bersama mahasiswa DKV. Saya (pura-pura) menjelaskan penggunaan alat multimedia terbaru yang multiguna dengan cara sentuh (touch).
Beginilah jadi dosen zaman sekarang. Dituntut melek teknologi. Tugas-tugas dan perkuliahan kerap secara on-line.
Namun, ada juga ekses lain. Dosen kini tak lagi sumber belajar satu-satunya. Otoritas dosen zaman sekarang tidak seperti dulu: dosen serba “maha” (tahu dan benar), diktator –karena mahasiswanya wajib menggunakan diktat.
Itulah arti diktat. Dari kata Latin, dictare: mendikte. Atau, mengikuti. Jadi, mahasiswa jadul wajib didikte dan mengikuti dosen.
Kini zaman sudah beda, bro!
