Pekerjaan Filsuf

Setiap kali orang bertanya “Apa pekerjaan anakmu di Jakarta?” pada ayah, dia selalu jawab, dengan bangga: “filsuf”.
 
Memang, secara akademis,saya sarjana filsafat. Namun, baru tahu juga dari my superhero, superdad, bahwa ada juga jenis pekerjaan ini, selain guru, dokter, dan insinyur.
***
Benarlah. Bahwa intuisi dan naluri mendahului ilmu pengetahuan. Ayahku pendidikan formalnya hanya ongko loro school, alias Sekolah Rakyat (SR). Kelas 4 loncat ke kelas 6. Namun, fasih Holland Spreken, Latin, dan Jepang.
Waktu DPR/GR, ia disuruh nulis : tamat SMA. Lalu masuk Golkar, lolos DPRD Sanggau, disuruh nulis: sarjana. Ia 3 periode jadi anggota DPRD Kab. Sanggau. Kemampuan/ keahliannya setara sarjana. Saya kerap mengadu pengetahuannya.
***
Kembali ke laptop. Tentang pekerjaan saya.
 
Benarlah ungkapan ini: “Primum manducare, deinde philosophari.” Makan dahulu, berfilsafat kemudian.
Nujum ayah benar.
 
Saya mendapat rezeki, pekerjaan, dari: olah-pikir. Kadang, seharian tidak keluar rumah, ngendon di kamar. Berkutat dengan olah pikir. Menghadap laptop, merangkai gagasan dalam kata. Mendalami footnotes.Mencari sumber primer.
 
Melalui proses dialektika, dan kemampuan menyintesekan, kemudian menuangkannya menjadi narasi bernilai komoditas.
 
Agaknya,  sejak zaman baheula, bahkan pra-Socratik, para filsuf kerjanya: mikir. heran, dan bertanya. Lalu ada (murid) orang yang mencatat hasil olah-pikir itu. Yang, tak dinyana, menjadi berguna di kemudian hari. Bahkan beberapa di antaranya, belum tertandingi. Misalnya, Organon buah olah pikir Aristoteles.
***
SAYA haikul yakin. Seorang AYAH YANG DIIDOLAKAN OLEH ANAKNYA adalah AYAH TERBAIK.
Saya mengidolakan ayah saya!
Tapi apakah saya diidolakan oleh anak saya, silakan dia yang menjawabnya. Mungkin tidak.Mungkin juga ya. Atau keduanya, dengan kekecualian.
Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 737

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply