Pemimpin yang melayani? Memangnya ada? Bukankah ini suatu pertentangan dalam istilah, yaang dikenal sebagai “Contradictio in terminis”?
Yang benar saja. Masa’ ya ada, pemimpin melayan? Bukankah lazinya seorang pemimpin seharusnya dilayani, bukan melayani.
Konsep “Pemimpin yang melayani” merupakan refleksi panjang penuh dinamika. Mulau dari dunia masa lalu yang bersifat kolonial dan paternalistik. Di zaman kerajaan, pemimpin biasanya dianggap layak untuk menerima pelayanan, bukan sebaliknya.
Namun, dalam konteks pemilihan pemimpin saat ini, yang diinginkan adalah tipe pemimpin yang menjadi contoh utama. Pemimpin ini harus memiliki sifat seperti yang dijelaskan dalam judul narasi ini, yaitu sebagai pemimpin yang melayani. Tugasnya tidak hanya memerintah, tetapi juga membuka jalan bagi pengikutnya dan membantu mereka berkembang.
Konsep ini memiliki kesesuaian dengan prinsip servant leadership, seperti yang dijelaskan dalam situs https://www.greenleaf.org/what-is-servant-leadership/. Pemimpin yang melayani berfokus pada pertumbuhan dan kesejahteraan orang dan komunitas tempat mereka berada. Berbeda dengan kepemimpinan tradisional yang melibatkan akumulasi dan penggunaan kekuasaan oleh seseorang di puncak hierarki, servant leadership memiliki perbedaan mendasar.
Robert K. Greenleaf (1970) dianggap sebagai tokoh utama dalam pendekatan modern servant leadership. Baginya, seorang pemimpin harus berperan sebagai pelayan terlebih dahulu. Ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap orang cenderung suka dilayani. Oleh karena itu, prinsip utama adalah melayani pengikut terlebih dahulu, dan hasilnya pemimpin akan menjadi lebih besar. Contohnya, dalam permainan tenis, yang lebih penting: melakukan pukulan keras (smash) atau melakukan servis? Jawabannya adalah melakukan servis.
Greenleaf menghasilkan definisi yang luas dan menentukan cara terbaik untuk mengukur pemimpin yang melayani. Menurut Sendjaya (2015: 45), perbedaan mendasar terletak pada perhatian yang diberikan oleh pemimpin kepada pelayanan untuk memastikan bahwa kebutuhan utama orang lain terpenuhi. Ujian terbaik adalah apakah orang yang dilayani mengalami pertumbuhan sebagai individu? Apakah mereka menjadi lebih sehat, bijaksana, mandiri, dan lebih cenderung menjadi pelayan ketika sedang dilayani? Selain itu, efek terhadap orang-orang yang kurang beruntung dalam masyarakat juga menjadi ukuran penting.
Konsep kunci dalam servant leadership adalah pelayanan (serve) dan kebutuhan pengikut (followers). Pemimpin yang melayani pertama-tama memilih untuk melayani sebelum hal lainnya.
Pilihan ini menjadi landasan untuk memahami lebih dalam motivasi sejati dari seorang pemimpin yang memandu dirinya sendiri. Motivasi utama dalam kepemimpinan yang melayani adalah pelayanan terlebih dahulu, bukan kepemimpinan terlebih dahulu.
Greenleaf menghasilkan definisi yang luas dan menentukan cara terbaik untuk mengukur pemimpin yang melayani.
Karena itu, servant leadership mengasumsikan bahwa “Saya pemimpin, karena itu saya melayani,” bukan “Saya pemimpin, karena itu saya memimpin.” Dalam servant leadership, memimpin adalah tentang melayani, dan melayani adalah bentuk kepemimpinan. Ini tercermin dalam pernyataan CEO Herman Miller, Inc., De Pree, yang menegaskan bahwa ciri utama dari kepemimpinan yang melayani adalah kata kerja “melayani,” bukan “memimpin.”
Dengan demikian, kepemimpinan adalah bentuk pelayanan dan juga posisi kepercayaan. Ini berkaitan dengan hak yang diberikan kepada seseorang untuk dipercayakan dengan tanggung jawab terhadap mereka yang memberikan hak tersebut, dengan harapan dan kepercayaan penuh.
Karena pemimpin yang melayani harus memenuhi kriteria sebagai seorang pelayan sebelum dapat dianggap sebagai pemimpin, maka karakteristik ini menjadi inti dari kepemimpinan yang melayani.
Greenleaf: tokoh penting gaya leadership ini
Robert K. Greenleaf (1970) dianggap sebagai tokoh utama dalam pendekatan modern servant leadership. Baginya, seorang pemimpin harus berperan sebagai pelayan terlebih dahulu. Ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap orang cenderung suka dilayani. Oleh karena itu, prinsip utama adalah melayani pengikut terlebih dahulu, dan hasilnya pemimpin akan menjadi lebih besar. Contohnya, dalam permainan tenis, yang lebih penting: melakukan pukulan keras (smash) atau melakukan servis? Jawabannya adalah melakukan servis.
Greenleaf menghasilkan definisi yang luas dan menentukan cara terbaik untuk mengukur pemimpin yang melayani. Menurut Sendjaya (2015: 45), perbedaan mendasar terletak pada perhatian yang diberikan oleh pemimpin kepada pelayanan untuk memastikan bahwa kebutuhan utama orang lain terpenuhi. Ujian terbaik adalah apakah orang yang dilayani mengalami pertumbuhan sebagai individu? Apakah mereka menjadi lebih sehat, bijaksana, mandiri, dan lebih cenderung menjadi pelayan ketika sedang dilayani? Selain itu, efek terhadap orang-orang yang kurang beruntung dalam masyarakat juga menjadi ukuran penting.
Konsep kunci dalam servant leadership adalah pelayanan (serve) dan kebutuhan pengikut (followers). Pemimpin yang melayani pertama-tama memilih untuk melayani sebelum hal lainnya.
Pilihan ini menjadi landasan untuk memahami lebih dalam motivasi sejati dari seorang pemimpin yang memandu dirinya sendiri. Motivasi utama dalam kepemimpinan yang melayani adalah pelayanan terlebih dahulu, bukan kepemimpinan terlebih dahulu.
Karena itu, servant leadership mengasumsikan bahwa “Saya pemimpin, karena itu saya melayani,” bukan “Saya pemimpin, karena itu saya memimpin.” Dalam servant leadership, memimpin adalah tentang melayani, dan melayani adalah bentuk kepemimpinan. Ini tercermin dalam pernyataan CEO Herman Miller, Inc., De Pree, yang menegaskan bahwa ciri utama dari kepemimpinan yang melayani adalah kata kerja “melayani,” bukan “memimpin.”
Dengan demikian, kepemimpinan adalah bentuk pelayanan dan juga posisi kepercayaan. Ini berkaitan dengan hak yang diberikan kepada seseorang untuk dipercayakan dengan tanggung jawab terhadap mereka yang memberikan hak tersebut, dengan harapan dan kepercayaan penuh.
Karena pemimpin yang melayani harus memenuhi kriteria sebagai seorang pelayan sebelum dapat dianggap sebagai pemimpin, maka karakteristik ini menjadi inti dari kepemimpinan yang melayani.
*)