Rumah Panjang Orang Iban

Rumah panjang. Huma betang. Lamin. Radakng. Kadang. Rumah panyae (panjae).

Apa pun namanya, sesuai lafas, dan logat masing-masing orang Dayak. Maka rumah panjang, yang kini “ditiru” para pengembang perumahan modern; sarat dengan muatan filosofi. Bukan saja terkandung di dalam bangunan itu nilai artistik, melainkan juga rumah panjang adalah presentasi kehidupan orang Dayak.

Semua nilai, juga siklus hidup, manusia Dayak terbentang di rumah panjang.

Syukurlah kini banyak peneliti coba menggali kembali nilai-nilai di dalam rumah panjang. Salah satunya, seorang budawayan dan sosiolog “dari dalam”, yakni Dr. Wilson anak Ayub –seorang Dayak D’sa, salah satu subsku Iban.

Semua hasil amatan, termasuk pengalamannya, hidup dan tinggal di rumah panjang, tertuang dalam karya ini.

Rumah Suku Dayak Iban, “Betang” (rumah panjai), awak kitai nugau idup. Rumah yang dibangun dengan roh dan jiwa (semengat) dan hati Suku Iban (Iban Besai, gerempung Ibanic).

Pada suku Dayak tertentu, sebagaimana Suku Dayak Iban, pembuatan rumah Betang atau rumah panjai haruslah memenuhi beberapa persyaratan berikut diantaranya: hulunya haruslah searah dengan matahari terbit dan sebelah hilirnya ke arah matahari terbenam. Hal ini dianggap sebagai simbol dari kerja keras untuk bertahan hidup mulai dari matahari terbit hingga terbenam.

Warga hidup bersama, seia sekata, senasib dan sepenanggungan. Segala barang dan harta benda untuk kepentingan bersama, namun bukan milik bersama. Meski demikian, tetap ada wilayah pribadi yang tidak boleh dicampuri.

Penulis, Apai Janggut, dan Aco di rumah panjang orang Iban, Sungai Utik, Kapuas Hulu.
 

Salah satu yang privacy itu adalah ruangan utama untuk tidur. Dibagi menjadi dua, yakni bilik baruih dan bilik atuih. Yang pertama berada di lantai dasar, sedangkan yang kedua ada di atas. Anak-anak tidur di baruih, sedangkan orang tua di atuih.

Semua suku Dayak, terkecuali suku Dayak Punan yang hidup mengembara, pada mulanya berdiam dalam kebersamaan hidup secara komunal di rumah betang/rumah panjai, yang lazim disebut Lou, Lamin, Betang/Rumah Panjai, dan Lewu Hante. Betang (rumah panjai) memiliki keunikan tersendiri.

Rumah panjai kitai Iban, secara fisik sisa sedikit yang masih bertahan dan dipertahankan oleh masyarakat Suku Iban. Di Rumah Panjai Iban terdiri daripada satu deret rumah dengan berpuluh-puluh rumah/pintu mempunyai ciri dan keistimewaan tersendiri maupun dari segi keselamatan penghuni dan pelestarian kebudayaan.

Jantung kehidupan Dayak Iban ini, penghuninya berpegang teguh dengan adat tradisi suku kaum (subsuku) masing-masing yang tidak mudah dipengaruhi masyarakat luar. Rumah ini menggunakan tiang jenis kayu keras (ulin) dan tidak mudah rapuh, seperti kayu belian yang mudah didapati di Kepulauan Borneo.

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 730

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply