Masyarakat-adat di Kalimantan, yang telah lama memiliki otonomi dalam mengatur diri dan urusan hukum mereka, menghadapi tantangan besar pada zaman sekarang. Mereka telah menjadi korban penindasan dan kehilangan hak milik mereka oleh pendatang baru di wilayah mereka. Hal ini menjadikan perjuangan untuk mempertahankan adat dan budaya mereka lebih penting daripada sebelumnya.
Perjalanan sejarah masyarakat adat semakin sulit ketika kolonialisme dan pembentukan negara-bangsa (nation states) mulai berkembang. Eksistensinya semakin lama semakin terancam oleh berbagai faktor eksternal. Meskipun begitu, masyarakat adat Indonesia harus terus berjuang untuk mempertahankan budaya, tradisi, dan hak-hak mereka yang telah turun-temurun.
Baca Dayak Era Post-Truth: Membangun Narasi Sendiri
Kolonialisasi oleh kekuatan asing menghadirkan tantangan besar bagi masyarakat adat. Mereka harus berhadapan dengan perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mereka anut. Kehadiran pemerintah kolonial juga sering kali mengancam hak-hak tanah dan sumber daya alam yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat adat.
Pembentukan negara-bangsa juga membawa perubahan besar. Masyarakat adat sering kali ditempatkan dalam wilayah yang dianggap sebagai bagian dari negara baru, yang seringkali tidak mempertimbangkan adat dan kepercayaan mereka. Hal ini dapat mengakibatkan konflik dan ketidakselarasan dengan prinsip-prinsip dan semangat NKRI, yang menekankan keragaman budaya dan keadilan sosial.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi negara dan masyarakat adat untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan mencari solusi yang menghormati hak-hak serta kepentingan masyarakat adat. Ini memerlukan kerja sama yang kuat, perlindungan hukum yang memadai, dan pemahaman mendalam tentang keanekaragaman budaya di Indonesia. Hanya dengan cara ini, masyarakat adat dan NKRI dapat bekerja bersama untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Baca “Tari Hudoq” – Makna dan Representasi Budaya Suku Dayak Bahau
Dalam konteks inilah buku ini hadir untuk menggali fenomena eksistensi dan masa depan masyarakat-adat di Kalimantan. Pertanyaan pun muncul: Akankah budaya dan masyarakat-adat terus tergerus oleh perubahan zaman dan pengaruh budaya asing, atau mampukah mereka bertahan dengan kebijaksanaan lokal yang telah diwariskan turun-temurun?
Ditulis “dari dalam” oleh para penulis Dayak dan para akademisi yang tinggal di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, buku ini menggali isu-isu penting seputar “kebudayaan.” Buku ini memusatkan perhatian pada kekuatan dan penguatan Adat Istiadat Manusia Dayak yang telah terbukti menjadi senjata pamungkas dalam mempertahankan identitas mereka selama berabad-abad, meskipun terus menerus terpengaruh oleh pengaruh luar dan modernisasi.
Buku ini memberikan sudut pandang unik dan mendalam mengenai bagaimana budaya Dayak tetap relevan dan kuat dalam menghadapi perubahan zaman. Para penulis Dayak dan akademisi ini menjelajahi bagaimana nilai-nilai, tradisi, dan norma-norma budaya Dayak telah menjadi landasan kuat dalam menjaga jati diri mereka di tengah arus globalisasi dan perubahan sosial yang terus berlangsung.
Baca Singer is the Customary Law of the Dayak Ngaju, not Someone Who Sings a Song
Buku ini tidak hanya menggambarkan kekayaan budaya Dayak, tetapi juga menyoroti upaya untuk melestarikan dan memperkuat warisan budaya ini agar tetap hidup dan relevan di dunia modern. Ini adalah pengakuan akan kekuatan adaptasi dan keberlanjutan budaya Dayak, serta usaha mereka untuk menjaga warisan budaya mereka sebagai bagian integral dari identitas Indonesia.
Pembaca yang ingin memilikinya, dapat memesan buku ini baik edisi ebook maupun cetaknya dengan masuk ke Website dan mengontak adminnya. Niscaya akan segera direspons dan dilayani.
ISBN 978-623-7069-98-0.