Ketika orang Dayak masih bisa dibilang dengan jari tangan sebelah, ia sudah dosen di Program Studi Bahasa Inggris FKIP Universitas Tanjung Pura, Pontianak. Universitas yang, pada mulanya, bernama Universitas Daya Nasional.
Lahir di Pakumbang, 3 Agustus 1952. Albert Rufinus, ketika era 1980-an itu, bergelar M.A. Ia dengan susah payah meraih gelar itu di Amerika, tepatnya di Ball State University, Muncie, Indiana. Selain bersaing dengan sesama dosen, ia juga memerlukan seperangkat perlengkapan untuk studi lanjut.
Albert mengategorikan kepahlawanan dalam teks-teks Takna Lawe dengan mengacu pada kategori tanda dan didasarkan pada Teori Semiotika Peircean. Pesan-pesan dan nilai-nilai dari heroisme Lawe yang didasarkan pada Profil Kepahlawanan Lawe`, yaitu Pahlawan Manusia, Pahlawan Ilahi, dan Pahlawan Kesatria.
Berangkat dengan minimnya sarana prasarana, ia kembali membawa gelar akademik master bidang pendidikan Bahasa Inggris. Mengajar di Untan, ia melahirkan banyak lulusan, kader-kader Dayak, mahasiswa pedalaman bimbingannya. Hampir semua mahasiswa bimbingannya jadi orang.
Belajar seperti tak ada ujung buatnya. Istrinya seorang Dayak Kayan. Tergelitik ingin mengetahui kisah Mahabaratanya orang Kayan, ia pun memutuskan mendalaminya. Di bawah judul disertasi “Nilai-nilai kepahlawanan dalam teks Takna’ Lawe’ daripada komuniti Kayan di mendalam: Kajian semiotik” ia lulus, dan meraih gelar Ph.D.
Yang paham “semiotika” mengerti, tidak mudah wilayah studinya ini. Bagi ahli semiotika, bidang-bidang penting penyelidikan meliputi hubungan antara tanda dan benda, atau konsep,bagaimana hubungan antara berbagai tanda-tanda. Tokoh atau aliran Semiotika pun beragam. Yakni Ferdinand de Saussure,Charles Sanders Peirce, Roman Osipovich Jakobson, Umberto Eco, dan Roland Barthes. Akan halnya semiotisian kita, ia menggunakan Peirce.
Berdasarkan metode kualitatif, Albert mengategorikan kepahlawanan dalam teks-teks Takna Lawe dengan mengacu pada kategori tanda dan didasarkan pada Teori Semiotika Peircean. Pesan-pesan dan nilai-nilai dari heroisme Lawe yang didasarkan pada Profil Kepahlawanan Lawe`, yaitu Pahlawan Manusia, Pahlawan Ilahi, dan Pahlawan Kesatria.
Disertasi (2017) di bawah bimbingan Pof. Zahir bin Ahmad dan Prof. Yacob bin Harus di University of Malaya, kategori sastra tradisional ini, sampai pada kesimpulan bahwa Lawe berkualitas dan diindeks sebagai pahlawan gagah berani, pintar, manusia super, baik dalam sikap, penuh tanggung jawab, dan penuh cinta.
Nilai-nilai kepahlawanan Lawe diprofilkannya sebagai 24 dalam kecerdasan, 122 dalam kerja sama, 17 dalam pengorbanan, 47 dalam kepedulian dan keindahan, 40 dalam mencintai, 59 dalam kekuatan supernatural, 55 di kekuatan manusia super, 74 dalam keberanian, dan 73 dalam patriotisme. Ini memenuhi syarat sebagai tinggi dan super dari petualangan hebat, peperangan, dan terutama cinta dan keberhasilannya untuk istrinya, Karigit, wanita cantiknya, dan komunitasnya.
Albert tercatat salah satu Pengurus Pertama LP3ES-IDRD. Ia sebagai Ketua, Thadeus Yus, SH. MPA (Wakil Ketua), Drs. Stepanus Djuweng (Sekretaris), Drs. John Bamba (Wakil Sekretaris) dan F.Y. Khosmas (Bendahara). IDRD melakukan studi-studi kecil dalam lingkup kerja Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih.
Pada November 1992, IDRD menyelenggarakan Seminar Nasional Kebudayaan Dayak di Pontianak. Seminar ini dihadiri sekitar 350 peserta dari Indonesia, Belanda, Perancis, Sabah dan Sarawak, yang prosidingnya diterbitkan dengan judul Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi (PT Grasindo, 1994).
Bolehlah disebut seminar yang diinisiasi IDRD ini tonggak sejarah kecil dalam peradaban, sekaligus perjalanan penting suku bangsa yang disebut sebagai indigenous people, atau di masa kolonial disebut “binnenlander” atau “native people”. Etnik yang diakui “sudah ada di sini sejak zaman semula jadi dan di tempat ini, tidak dari luar”.
Pada seminar itu, disepakati menulis dan menyebut nama penduduk asli Borneo dengan: Dayak. Sebelumnya, terdapat berbagai varian penyebutan, antara lain: Daya, Daya’, Dyak, Dayak.
Masih berkanjang dalam dunia akademik, kini Albert terlibat aktif dalam sebuah perguruan tinggi swasta milik keuskupan Agung Pontianak di Ngabang, Kalbar. Ia menjabat Pembantu Ketua I Bidang Akademik, sekaligus dosen STKIP Pamane Talino, Ngabang.
Albert Rufinus juga aktif dan menjadi salah satu penasihat dalam Pang Kayan Borneo. Sebuah organisasi yang menyatukan orang-orang Kayan se-Borneo. *)