Jangankan bermimpi. Firasat pun tidak. Jangankan mengharap. Berpikir pun tidak.
Bahwa kemudian saya dicatat Wikipedia sebagai pengarang, juga penulis nasional. Juga oleh kalangan internanional dicatat sebagai penulis Indonesia. Itu unintended consequenses. Konsekuensi yang tidak diniatkan dari awal.
Baca https://id.wikipedia.org/wiki/Masri_Sareb_Putra
Bahwa demikianlah adanya, bukan maksud. Ketika menulis, saya menulis dengan sepenuh hati. Dengan sungguh. Seakan-akan bukan untuk manusia. Tapi untuk keabadian.
Selalu ada saja bahan untuk ditulis. Namun, bukan sembarang menulis. Ada demarkasi menulis untuk diri sendiri dan menulis untuk konsumsi publik.
Berkanjang. Terus tumbuh. Bukan hanya passion, melainkan ada dorongan yang lebih dari itu yang menggerakkan saya setiap saat, setiap hari mengangkat “pena”. Artinya, menuangkan apa saja yang diinderai ke dalam tulisan. Bukan hanya sekali. Setahun dua. Tapi selama hayat dikandung badan.
Dari mana ide datang? Alah bisa karena biasa. Bahan tulisan ada di sekitar kita. Bahkan kita mengalaminya.
Jika saya menginderai sesuatu maka jadilah: berita.
Jika saya memikirkan sesuatu jadilah: opini.
Jika saya membayangkan sesuatu jadilah: fiksi.
Maka selalu ada saja bahan untuk ditulis. Namun, bukan sembarang menulis. Ada demarkasi menulis untuk diri sendiri dan menulis untuk konsumsi publik.
Di mana letak perbedaannya?
Puisi misalnya. Ia adalah pengalaman pribadi. Namun, bisa menjadi konsumsi publik manakala puisi mengangkat pengalaman bersama. Lalu dikemas. Sedemikian rupa. Sehingga layak menjadi konsumsi publik. Namun, seperti biasanya hukum dagang. Barang yang bagus dikemas dengan sajian (bungkusan) yang menarik. Dan disampaikan kepada orang yang (merasa) memerlukan. Atau kepada orang yang punya uang yang membelikannya untuk orang yang memerlukannya
Baca 101 Tokoh Dayak 4 | Menjual Buku sebelum Terbit
https://bibliopedia.id/literasi-dayak/?v=b718adec73e0
Tidak setiap curhat adalah tulisan. Tapi tulisan bisa berbentuk curhat. Misalnya, buku Anne Frank. Adalah catatan harian. Diary-nya.
Mengapa demikian? Sebab pengalaman pribadi Anne Frank adalah pengalaman bersama umat manusia.
Menarik mengetahui apa bahasa lain menyebut “penulis”. Baca ini https://id.oclc.org/worldcat/entity/E39PBJqFGV7bytFT4wHTcpGWDq.html
Apa yang membuat diary Anne Frank jadi literasi? Terang benderang sebabnya. Pengalaman, ketakutan, kecemasan, mimpi pribadi diangkat menjadi pengalaman bersama umat manusia.
Buku/ literasi yang hebat bukan karena ditulis orang hebat, di kota besar. Namun, buku yang luar biasa adalah buku yang mengangkat topik biasa, keseharian kita, yang ditulis secara luar biasa.