Pengingat cerita bagian pertama serial narasi ini:
Mengawali tahun 2023, serial tulisan menelusuri jejak sejarah lambang negara kita, Garuda Pancasila, ini mulai digulirkan. Ini sekilas ringkas tulisan pertama, bagi yang belum sempat membaca:
Pelabuhan Tuban sudah masyhur sejak masa Kahuripan. Kabar itu, tiba juga siarnya ke telinga warga bumi Senentang. Membuat warga dan pangeran ingin menjajal, merapatkan kapal di dermaganya.
Namun, di era Majapahit, pelabuhan Tuban kian tertata apik. Orang-orang Cina menamakannya Dhuban atau Chumin. Hanya pelaut-pelaut ulung saja yang punya nyali berlabuh di sini.
id.pinterest.com
Di dermaga Dhuban. Terperangkap oleh akal bulus Majapahit. Maka seluruh awak kapal berbendera kerajaan Sintang, di bawah pimpinan Abang Jubair, sejak itu resmi jadi tawanan kerajaan Majapahit.
Seluruh awak kapal diikat tangannya di belakang, sementara mata mereka ditutup dengan kain. Sambil berbaris, dengan keadaan tangan diikat dan mata tertutup, para tawanan digiring menuju penjara bawah tanah. Setelah masuk ke dalam penjara, baru ikat tangan dan mata dilepaskan.
Para tawanan tidak mengetahui tempat mereka ditawan. Dari bilik satu, tawanan dapat melihat tawanan yang lain, sebab sel-sel itu terbuka dan disekat-sekat dengan terali besi yang sangat kuat.
Sel tawanan biasa dibuat berbeda dengan sel tawanan yang dianggap luar biasa. Sel yang luar biasa lebih ketat penjagaannya karena dianggap sangat berharga dan sakti mandraguna.
Demikianlah sel Abang Jubair dijaga ketat oleh prajurit-prajurit Majapahit. Mereka mafhum, dari penampilannya, Abang Jubair seorang sakti mandraguna dan putra seorang terpandang dari negeri seberang.
Melihat sosoknya saja, sebelum diinterogasi, para prajurit Majapahit mafhum Abang Jubair adalah tawanan yang sangat berharga.
Isi kapal luar biasa. Selain batu mulia, ditemukan juga di dalam kapal muatan berharga lain, seperti: gaharu, damar, rotan, buah tengkawang serta aneka hasil bumi Borneo.
Sebagai orang tawanan, Abang Jubair dapat ditukar dengan aneka barang berharga. Maka penjagaannya juga ketat. Itu sebabnya, sudah berkali-kali purnama datang silih berganti, namun nasib Abang Jubair tidak pernah berubah.
Sebagai tawanan kerajaan Majapahit, Abang Jubair tinggal menunggu dua hal: dibebaskan dengan syarat, ataukah menunggu bala bantuan datang dari Kerajaan Sintang.
Kedua-duanya tampak sama musykilnya. Hal itu mengingat kebiasaan kerajaan Majapahit yang tidak pernah kenal kompromi dengan kapal asing. Apabila awaknya tertangkap maka kapalnya kemudian dipermak, dan dipoles menjadi kapal kerajaan.
Adapun awak kapal tidak akan dilepaskan dan dijadikan sebagai budak belian. Sementara bala bantuan dari Kerajaan Sintang juga musykil diharapkan mengingat baginda raja yang lemah posisi tawar maupun kekutan angkatan perangnya.
Akan tetapi, terjadi sesuatu yang tidak disangka-sangka. Dara Juanti mengemban misi membebaskan saudara angkatnya. Ini nazar yang harus dibayar oleh Dara Juanti ketika ia dibebaskan dari kutukan penyakit luka badan karena tabu, tidak turut disemburkan kakak-kakaknya waktu mandi pada upacara gawai di sungai.
Berita mengenai misi pembebasan yang akan dilakukan Dara Juanti dengan sekejap sampai kepada Abang Jubair melalui seorang mata-mata.
Untung ada Darajuanti yang cerdas. Ia bukan hanya membebas abangnya yang terperangkap akal bulus Majapahit. Tapi juga membawa Log Gender, yang dari barang hantaran (maharnya) model burung garuda, simbol kerajaan Sintang itu, digambarkan seorang Dayak. Siapa nama orang Dayak itu? Tunggu disibakkan ada tulisan yang berikutnya.
Dan melalui mata-mata yang sama, Abang Jubair mengirimkan pesan kembali mengenai siasat sekaligus perangkap kura-kura emas berkedok stempel kerajaan.
Atas saran para prajurit dan awak kapal, misi Dara Juanti menuju tanah Majapahit haruslah sarat dengan siasat pula. Untuk itu, Dara Juanti tidak boleh ketahuan sebagai seorang putri. Ia harus menyamar sebagai laki-laki.
Kapal berbendera kerajaan Sintang pun berangkat menuju Majapahit. Setelah mengarungi samudera dan menjejalah laut lepas. Tibalah mereka di wilayah perairan Majapahit.
Bersambung….
sumber ilustrasi: Fb rmsp