Bungai Nuing| Mitos atau Fakta?

Iban.
Bukan saja salah satu stammenras (rumpun besar) suku-bangsa Dayak terbanyak polulasinya sedunia (1,2 juta). Melainkan juga, dari sisi kemajuan dan kemakmuran, salah satu etnis yang maju.

Puluhan doktor. Ratusan master. Ribuan publikasi ilmiah. Juga ensera serta Buah Kana, dihasilkan etnis yang memukimi seluruh Borneo yang juga mendunia ini.

Meski menarik pehatian para misionaris yang datang ke Borneo awal abad 19, lalu menulis Buah Kana (Dunselman ) dan hikayatnya (van Loon); masih banyak ceruk ihwal Iban yang belum muncul sebagai publikasi. Misalnya, para “pangan” (kerabat, orang sekitar, ring 1) Keling.

Seorang saktimandraguna, satu di antara pangan Keling, adalah Bungai Nuing.

Siapa Bungai Nuing?

Bungai Nuing, yang kerap dikisahkan dalam ensera Keling, seorang gagah perkasa, dewa perang suku bansa Iban, yang melindungi dari serangan remaong.

Ini jejak-tapak kakinya ketika berburu, menjejak di atas sebilah batu di ranah Batang Lupar, tak jauh dari Danau Sentarum, Putussibau.

Nuing dihikayatkan berasal dari Pangau Libau (khayangan). Ia siap dipanggil berperang membantu suku Iban. Sudah tentu, memanggilnya dengan upacara “ngumbai”. Seperti nosu minu. Atau tariu.

Dengan mantra-mantra, yang dalam dunia akademik (sosiologi) dikenal sebagai primitive songs. Disertai dengan ritual.

Di sana bercampur kekuatan gaib (supranatural), psikologi masssa, bunyi, dan mantra-mantra.

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 736

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply