Cerita Silat Dayak| Pendekar Mata Keranjang dari Jangkang

Telah saya maklumkan pada narasi sebelumnya. Bahwa Kho Ping Hoo (KPH) idola saya, sebagai pengarang. Imaginasi. Juga metaforanya luar biasa.

Selama ini. Saya telah menulis novel-sejarah: Ngayau dan Keling Kumang. Semoga tahun depan. 2023. Tatkala “lumbung penuh”. Akan ada waktu menulis Cersil khas Dayak, yang lebih condong mengibur.

Saya tes edisi coba-coba. Bagian I dari Cersil. Mengisahkan Ketua perkumpulan Kaifang siap-siap menjajal kemampuan ikut pertandingan silat di kota raja (dalam episode “Pendekar Mata Keranjang dari  Jangkang”)
***
Bunyi seruling mendayu-dayu….
Terdengar nyaring dari gubuk bambu. Sesekali ditingkah musik dang dut Meggy Z. Irama “Gubuk Bambu” seperti angin puyuh menggoyang-goyang hutan. Makin lama, suara itu kian ramai saja.

Pohon-pohong tapang ikut bergoyang, bahkan tunggul tebelian yang ratusan tahun tertancap di tanah, melikuk-liukkan pinggulnya, sehingga membuat bumi di daerah pegunungan Bengkawan itu bergetar.

“Alam menari ikut irama yang kita mainkan,” kata enghiong dari daerah Banyuke. Baen, pendekar bermata keranjang itu, sudah lama mendengar tentang kesaktian orang-orang Jangkang.

Kali ini, dia tidak mau hanya mendengar, ia ingin menjajal sendiri kekuatan sihir para pengayau yang konon kabarnya jika berperang dibantu oleh ruh-ruh halus entah dari mana datangnya.

Dan, yang paling penting, si mata keranjang ingin bertemu kawan seperguruannya: Masli, dari pegunungan Remosu, yang kini kabarnya telah menjadi pendekar tak ada lawan di daerahnya.

Ia dikabarkan ketua perkumpulan Kaifang dan tak mau lagi turun gunung mengikuti sayembara apa pun juga. Tak enak rasanya, dua tahun terakhir, setiap ada sayembara, dia senantiasa keluar sebagai jawara. Padahal ketika masuk arena, semua pentonton menertawai jurus-jurus silatnya yang terlihat lucu.

Gerakan tangan yang tak tentu seperti memukul-mukul angin. Sementara kakinya menghentak-hentak bumi seakan menarikan kondan Doleng Donado.

Kawan si mata keranjang sebenarnya sudah bernazar menjadi resi. Sudah tiga bulan ini ia mendekam di lubang maut untuk bertapa, hanya makan seminggu sekali saja dan minum dari lebah madu.

Orang Jangkang menamai tempat angker pertapaan itu “Lubang Daki”.

Jangankan manusia atau hewan. Rumput liar pun tak ada yang tumbuh di sekitar karena aura kesaktiannya yang panas.
dan seterusnya…..

Gak tahu juga. Barangkali saja deskripsi saya ini baru seujung kuku itemnya KPH.

Namanya juga coba-coba!

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply