Creative Writing: Sejarah dan Perkembangannya (2)

Di Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Gading Serpong (Tangerang, Banten) pada tahun 2010 secara resmi dibuka mata kuliah Creative Writing. Ibu Bertha Kaprodi, sedangkan saya dosen pengampu. GBPP, SAP, dan sumber, saya yang membuatnya. 

Buku Principles of Creative Writing yang diterbitkan PT Indeks menjadi buku pegangan utama. Belum ada buku sejenis untuk tujuan perkuliahan. Kecuali satu meski ditujukan untuk penulis pemula, yakni karya Laksana AS.

Tak ayal, buku ini digunakan di mana-mana. Bahkan saya menemukannya banyak dibajak. Dijual bebas di kampus-kampus edisi KW-nya. Juga beredar penjualan buku secara daring, meski tidak menjamin bahwa yang dijual adalah buku ori.

Baca https://bibliopedia.id/creative-writing-sejarah-dan-perkembangannya-1/?v=b718adec73e0

Dasar pertimbangan mengapa perlu kuliah khusus Creative Writing (CW) sebab ilmu komunikasi “ya begitu begitu saja”. Dengan CW, akan didapat perluasan pekerjaan lulusan nantinya, bukan hanya jurnalis!

Bahkan di luar negeri, CW menjadi fakultas sendiri. Yang memberikan gelar sendiri pula, dengan MFA —master in fine arts untuk level master sedangkan untuk sarjana muda gelarnya BFA.

Program penulisan kreatif biasanya tersedia untuk para penulis dari tingkat sekolah tinggi hingga program pascasarjana. Secara tradisional, program ini terkait dengan departemen bahasa Inggris di sekolah masing-masing, tapi gagasan ini telah ditantang pada waktu belakangan ini semakin banyak program menulis kreatif berputar dari departemen mereka sendiri. 

Kebanyakan pendidikan menulis kreatif ntuk mahasiswa di perguruan tinggi adalah Bachelor of Fine Arts (BFA). Beberapa terus mengejar gelar Master of Fine Arts in Creative Writing (MFA), gelar tertinggi di bidang ini. Merupakan sesuatu yang masih langka gelar Ph.D. di bidang creative writing karena lebih banyak penulis mencoba untuk menjembatani kesenjangan antara studi akademis dan nilai-nilai artistik.

Para penulis kreatif biasanya menekankan perhatian baik pada ragam penulisan fiksi maupun puisi dan mereka biasanya mulai dengan cerita pendek atau puisi sederhana. Mereka kemudian membuat jadwal berdasarkan penekanan ini termasuk kelas sastra, pendidikan kelas dan kelas-kelas lokakarya untuk memperkuat keterampilan dan teknik bercerita dan teknik menulis.

Dasar pertimbangan mengapa perlu kuliah khusus Creative Writing (CW) sebab ilmu komunikasi “ya begitu begitu saja”. Dengan CW, akan didapat perluasan pekerjaan lulusan nantinya, bukan hanya jurnalis!

Meskipun mereka memiliki program-program studi di bidang film dan teater, naskah film dan penulisan drama telah menjadi lebih populer pada program menulis kreatif, seperti program menulis kreatif berusaha untuk bekerja lebih erat dengan program film dan teater serta program-program bahasa Inggris.

Mahasiswa dalam kelas menulis kreatif didorong untuk terlibat dalam penulisan ekstrakurikuler berbasis kegiatan, seperti penerbitan klub, sastra berbasis sekolah majalah atau surat kabar, sayembara menulis, menulis koloni atau konvensi, dan kelas-kelas pendidikan diperluas.

Menulis kreatif juga mengambil tempat di luar universitas atau sekolah formal lembaga. Sebagai contoh, penulis Dave Eggers mendirikan 826 inovatif Valencia di San Francisco tempat orang-orang muda menulis dengan penulis profesional. Di Inggris, Arvon Foundation menjalankan sepanjang minggu kursus menulis kreatif di empat rumah-rumah bersejarah.

Di Indonesia, CW masih cukup asing. Baru segelintir kalangan yang mengenal dan memahaminya secara baik dan benar. Bahkan, di kalangan akademis pun istilah dan ruang lingkupnya kerap kabur dan belum seutuhnya dipahami.

Karena belum menjadi Departemen atau Fakultas sendiri maka CW di Indonesia baru sebatas mata kuliah (MK) yang masih umum. Itu pun belum semua Fakultas Ilmu Komunikasi dan Fakultas Seni dan Desain menyedikan ataupun memberikan MK ini. Perguruan-perguruan tinggi yang sudah menyediakan MK ini pada umumnya mengutamakan topik tertentu, dengan pengandaian bahwa topik yang lain dapat didalami dan dipelajari mahasiswa di luar kegiatan tatap muka.

Sebenarnya, topik-topik perkuliahan CW tidak ada yang sama sekali baru. Ia merupakan perluasan dari ragam penulisan yang telah berkembang pesat sejak tahun 1970-an.  Bahkan, boleh dikatakan sebagai lanjutan dari proses kreatif menulis secara lebih luas yang sudah dimulai ketika di bangku sekolah dasar.

Jadi, tidak ada yang sama sekali baru! Hanya karena ilmu berkembang maka pengelompokannya pun menyesuaikan dengan perkembangan.

Dan CW kini sudah cukup menjadi dahan sendiri, sehingga di banyak universitas, menjadi fakultas tersendiri dengan gelar yang juga spesial.  Dengan gelar yang dikeluarkan  Departemen Creative Writing, orang menjadi mafhum kompetensi lulusannya. 

Keluaran
Menulis kreatif dianggap oleh beberapa akademisi (terutama di Amerika Serikat) sebagai perpanjangan dari disiplin ilmu sastra seperti diterapkan di Inggris, meskipun diajarkan di seluruh dunia dalam banyak bahasa.

Disiplin bahasa Inggris secara tradisional dilihat sebagai studi kritis terhadap bentuk-bentuk sastra, bukan bentuk-bentuk penciptaan (proses kreatif) sastra. Beberapa akademisi melihat penulisan kreatif sebagai tantangan untuk tradisi ini. Di Inggris dan Australia, serta di Amerika Serikat dan seluruh dunia,  menulis kreatif dianggap sebagai disiplin tersendiri, bukan cabang dari disiplin ilmu yang lain.

Sesudah mengikuti kuliah Creative Writing, mahasiswa diharapkan menguasai multikecerdasan, tidak hanya  memeroleh keterampilan menulis. Beberapa nilai dasar berikut ini akan diperoleh mahasiswa setelah menyelesaikan perkuliahan CW.

  1. Memperkaya pengalaman hidup si pembelajar melalui materi, isi, dan wilayah ilmu creative writing.
  2. Memperkuat menulis lain dilakukan di kelas dan mengajar konvensi.
  3. Merangsang pemikiran out-of-the-box dan membantu pembelajar untuk memecahkan masalah secara kreatif.
  4. Memupuk imaginasi.
  5. Mendorong budaya membaca.
  6. Mendorong dan merangsang pengembangan diri.
  7. Menciptakan masyarakat yang mendukung proses belajar menulis kreatif di luar fokus.
  8. Memberikan makna pada kehidupan si pembelajar.

Dengan demikian, perkuliahan CW bukan sekadar bertujuan memampukan mahasiswa menulis beragam tulisan dan sanggup mengonsumsinya. Lebih dari itu, dalam proses pembelajarannya mahasiswa dituntut pula terampil untuk meramu dan merangkai berbagai ilmu yang relevan.

Dengan kata lain, konvergensi ilmu tercermin dalam karya CW. Dan pengalaman menunjukkan bahwa mahasiswa yang penguasaan disiplin ilmu terkaitnya baik, baik pula karya CW yang dihasilkannya.
(bersambung)

Ilustrasi: Cindy Christella

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply