Emergency Seat

Kita menjadi terbiasa pada apa yang biasa kita lakukan. Itulah habitus.

Seperti halnya saya. Yang jika bepergian menggunakan pesawat terbang, selalu memilih duduk di emergency seat.

Kenapa demikian? 

Hal itu tidak dapat saya jelaskan secara detail. Semata-mata suatu kesukaan atau suatu kebiasaan yang dibangun semenjak dahulu kala.

Akan tetapi, ada satu kenyamanan tersendiri. Emergency seat di pesawat lebih luas dibandingkan dengan space duduk biasa. Kaki bisa selonjoran. Lebih luas.

Kita menjadi terbiasa pada apa yang biasa kita lakukan. Itulah habitus.

Seperti halnya saya. Yang jika bepergian menggunakan pesawat terbang, selalu memilih duduk di emergency seat.

Kenapa demikian? 

Hal itu tidak dapat saya jelaskan secara detail. Semata-mata suatu kesukaan atau suatu kebiasaan yang dibangun semenjak dahulu kala.

Tentang suka duduk di emergency seat ini. Hal itu telah pun saya tuliskan secara imajinatif dalam novel Obituari Bertha.

Akan tetapi, ada satu kenyamanan tersendiri. Emergency seat di pesawat lebih luas dibandingkan dengan space duduk biasa. Kaki bisa selonjoran. Lebih luas.

Lagi pula, kita dapat dengan mudah keluar masuk tanpa mengganggu penumpang yang lain di samping kiri dan ke kanan kita, misalnya jika kita hendak ke toilet atau yang di pesawat terbang kerap disebut dengan istilah Latin yakni: lavatory. Arti harfiahnya adalah: tempat pembersihan.

Sisi lainnya, kita juga berinteraksi cukup intens dengan awak pesawat. Orang cenderung  tidak mengacuhkan ketika awak pesawat memberikan informasi mengenai kewajiban dan tanggung jawab penumpang yang duduk di emergency

Akan tetapi,  saya memperhatikannya dengan saksama.

Saya bayangkan. Bagaimana jika kita menerangkan atau omong pada orang, namun yang bersangkutan tidak memberi respons kepada kita. Bagaimana rasanya?

Maka saya dengan saksama mendengarkan dan memperhatikan petunjuk yang diberikan awak pesawat.

Setelah itu, tanpa diminta dan memang itu adalah prosedur standar, mereka  mengucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan.

Bukan gila akan ucapan terima kasih atau perhatian yang diberikan awak pesawat kepada kita yang nomor wahid. Akan tetapi, emergency seat memberi banyak kemudahan.

Sebagai penulis, saya kerap merampungkan pekerjaan atau memulai tulisan baru di dalam pesawat.

Sembari menunggu pesawat mendarat di tempat tujuan, saya selalu menggunakan waktu dengan sangkil dan mangkus. Dan tanpa terasa, saya diberikan peringatan oleh awak pesawat bahwa kita segera akan mendarat.

Kerap awak pesawat meminta mematikan alat tulis entah laptop entah itu ponsel yang akhir-akhir ini saya gunakan aplikasi khusus keep note. Atau ketika saya menulis dengan jari tangan namun menggunakan aplikasi biasa yang sudah bisa memprediksi kata demi kata apa yang ingin saya tuliskan itu.

Teknologi hakikatnya memudahkan, bukan memperalat. Ia the extension of man atau perpanjangan manusia itu benar.

Bagaimana caranya saya selalu bisa mendapat emergency seat?

Ketika sedang check in, saya telah memesannya. Dan dengan sukacita biasanya petugas memberikan seat spesial itu jika memang tersedia.

Manakala tidak tersedia di dalam pesawat saya biasanya bertukar dengan ibu atau siapa pun yang ternyata kurang berkenan duduk di emergency atau seseorang yang terlepas dari rombongannya ingin duduk bersama teman yang lain atau ketika juga awak pesawat meminta agar pria duduk di emergency dan meminta anak-anak atau ibu-ibu untuk berpindah atau bertukar tempat duduk.

Tentang suka duduk di emergency seat ini. Hal itu telah pun saya tuliskan secara imajinatif dalam novel Obituari Bertha.

Ketika orang-orang menanyakan : apakah novel itu pengalaman pribadi atau sejumput atau bagian terkecil dari pengalaman?

Saya hanya tertawa saja. (*)

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 735

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply