Gibran, seorang penulis ternama, dikenal tak hanya atas prosanya yang memikat tetapi juga sejumlah novel terkenalnya, termasuk karya puitis berjudul The Broken Wings. Namun, di balik sorotan tersebut, ada cerita yang tak banyak diketahui oleh banyak orang.
Pujangga dunia sepanjang masa itu menjalin hubungan jarak jauh yang penuh khayalan dengan kekasih hati bernama May Ziadah. Surat-surat cintanya yang tertulis penuh dengan jiwa yang terbang bebas dan pemikiran yang mendalam mengandung keindahan sastra yang luar biasa. Dalam surat-surat ini, Gibran memilih kata-kata dengan sangat indah dan menghadirkan metafora yang menggugah pikiran.
Walaupun bukunya aslinya ditulis dalam bahasa Inggris, keindahan bahasa yang terpancar dari tulisannya tetap terasa dalam terjemahan bahasa Indonesia. Bahkan meski diterbitkan oleh PT Grasindo di Indonesia, pesonanya tidak luntur. Dalam bukunya yang berjudul Gibran Love Letters: The Love Letters of Kahlil Gibran to May Ziadah, Gibran mengungkapkan perasaannya dengan sangat mendalam kepada May Ziadah. Pengalaman ini diabadikan dalam surat-surat cinta yang mengalir seperti aliran sungai puitis.
Buku ini diterbitkan oleh Oneworld Publications pada tahun 1995 dan diedit oleh Suheil B. Bushrui dan Salmá al-Ḥaffār Kuzbarī. Edisi cetak ulang yang berilustrasi memperkaya pengalaman membaca dengan gambar-gambar yang mengiringi kata-kata puitis. ISBN 185168106X dan 9781851681068 merupakan tanda pengenal buku ini di dunia penerbitan. Meskipun buku ini hanya memiliki 118 halaman, namun setiap halaman mengandung kekayaan emosi dan pemikiran yang menggugah hati pembaca.
Ada pepatah, “Tak kenal maka tak sayang”. Ini tidak berlaku bagi Gibran dan May Ziadah. Nyatanya, mereka tak saling kenal. Tapi saling sayang. Suatu kecualian. Dan karenanya, unik, dan mengandung unsur novelty.
Kahlil Gibran dan May Ziadah, dua jiwa yang bersatu dalam surat-surat cinta dan karya-karya indah, menjalin hubungan istimewa melalui korespondensi dan karya-karya yang mereka ciptakan. Meskipun zaman dan jarak memisahkan mereka, korespondensi ini tak pernah terputus sepanjang hidup mereka, seiring dengan abadi cinta yang mereka bagi.
Dalam kumpulan surat ini, yang pertama kali muncul dalam bahasa Inggris, terpancarlah keindahan dan keelokan tulisan Kahlil Gibran dalam bentuk yang sangat pribadi dan membangkitkan emosi. Dengan kata-kata yang elok, kisah cinta mereka terjalin dalam surat-surat yang sarat makna, menjadi saksi bisu dari perasaan yang mendalam dan tak tergoyahkan.
Lebih dari sekadar kata-kata, halaman demi halaman dihiasi dengan sketsa asli pena dan tinta hasil karya Gibran serta fasimil surat-surat yang mereka pertukarkan. Edisi yang dihiasi dengan begitu indah ini cocok bagi mereka yang tak hanya mencari wawasan ke dalam pemikiran sang penulis dari beberapa buku paling populer di abad kedua puluh, tetapi juga merindukan sentuhan autentisitas hubungan yang tumbuh dalam setiap huruf dan goresan. Dengan menggabungkan karya seni dan kata-kata, kumpulan surat cinta ini mengajak kita untuk meresapi kedalaman cinta dan ekspresi jiwa yang abadi.”
Tak kenal tapi sayang!
Pepatah “Tak kenal maka tak sayang” telah lama menjadi landasan dalam pandangan tentang cinta dan hubungan antarmanusia. Namun, dalam kisah Gibran dan May Ziadah, paradigma ini terbantahkan dengan indahnya. Mereka menghadirkan contoh yang langka, suatu pengecualian dalam kerumitan dunia cinta.
Dalam perjalanan cinta mereka, tak pernah terjadi pertemuan fisik atau interaksi langsung yang dapat memupuk pengetahuan tentang satu sama lain. Mereka bukanlah dua jiwa yang saling memandang mata, berbicara, atau berbagi momen bersama. Namun, di balik keterbatasan ini, tumbuhlah cinta yang tulus dan dalam, seperti benih yang ditanam dalam tanah tak terlihat namun mampu menghasilkan bunga yang indah.
Cinta mereka yang murni tak tertahan oleh jarak atau keterbatasan komunikasi. Mereka membuktikan bahwa rasa cinta tidaklah selalu tumbuh dari pemahaman penuh terhadap seseorang. Sebagai gantinya, cinta dapat lahir dari kesamaan nilai, pandangan hidup, dan semangat yang mereka sampaikan melalui surat-surat cinta mereka. Ini seperti sebuah melodi harmoni yang dimainkan oleh dua jiwa yang mungkin tak pernah bertemu di dunia nyata, namun mengerti ritme masing-masing.
Kisah mereka menjadi unik karena mengandung unsur novelty yang jarang ditemui dalam hubungan manusia. Ini adalah bukti nyata bahwa cinta tak mengenal aturan atau batasan yang biasa kita kenal. Cinta mereka, meskipun tak dapat ditemukan dalam tatapan mata, memancar melalui setiap kata dalam surat-surat cinta mereka. Dalam keunikannya, kisah ini mengajarkan kita tentang keajaiban cinta yang mampu melewati batas-batas fisik dan menghubungkan hati secara mendalam.
Dalam dunia yang sering kali diatur oleh norma dan harapan, cerita Gibran dan May Ziadah mengingatkan kita bahwa cinta adalah anugerah universal yang dapat ditemukan di tempat-tempat yang tak terduga. Dalam cinta mereka yang tak terpengaruh oleh “kenal,” mereka membuktikan bahwa “sayang” mampu tumbuh dalam ketidaktahuan, dan dalam keterpisahan, mungkin justru kita menemukan koneksi paling otentik.
*)