Editor di salah satu penerbit besar negeri ini, menjadi jembatan bagi saya mengenal banyak tokoh. Hanya karena “membaca buku terlebih dahulu sebelum terbit”, saya dianggap tahu. Padahal, yang benar tahu lebih dulu saja dari yang belum membacanya.
Maka menjadi moderator dan pembahas buku di berbagai kesempatan pun, datanglah. Salah satu yang saya suka adalah, saya satu-satunya pria di kesempatan ini, di atas panggung bedah buku.
Perempuan pemimpin memandang pegawai perempuan yang cantik dan pintar sebagai saingan. Sementara pada bawahan pria, ia cenderung bersikap lembut. Celakanya, wanita pemimpin yang belum nikah, mudah marah dan tersinggung….. Harap Anda, pembaca, jangan marah pada saya.
Itu inti buku Leadership Quoetient: Perempuan Pemimpin Indonesia.
Acaranya di satu ruang, terbilang “wah”, di Pondok Indah Mall, Jakarta. Menampilkan 2 peshor perempuan-pemimpin. Satu di perusahaan besar, satunya di pemerintahan: Dr. Martha Tilaar dan Khofifah Indar Parawansa –yang kemudian Menteri Soial RI, lalu –kata saya– naik jabatan menjadi Gubernur Jawa Timur.
Yang menarik adalah jawaban atas pertanyaan ini:
Jika wanita pemimpin di suatu organisasi, atau kantor, bagaimana?
Lihatlah faktanya: kantor rapi, tertata apik. disiplin tinggi.
Tapi wanita-pemimpin, cenderung pake perasaan. Juga berpotensi menyimpan dendam. Bisa iri pada bawahan yang cantik dan pintar, seakan siap melengeserkannya.
Perempuan pemimpin memandang pegawai perempuan yang cantik dan pintar sebagai saingan. Sementara pada bawahan pria, ia cenderung bersikap lembut. Celakanya, wanita pemimpin yang belum nikah, mudah marah dan tersinggung…..
Harap Anda, pembaca, jangan marah pada saya.
Itu inti buku Leadership Quoetient: Perempuan Pemimpin Indonesia. Saya jadi moderator pembahasan buku itu, bersama Khofifah Indar Parawansa dan wanita-pengusaha, Martha Tilaar.