Makan Buku (1)

Preambul:
Mulai hari ini (Jumat 23/06-3023), saya berniat berbagi pengalaman seputar “makan buku”. Tentu saja, karena dibuka dan ditutup dengan tanda petik, itu sebuah metafora. Santapan intelektual, menu fantasi, hidangan batin, siraman rohani, olah imaginasi –begitulah buku setidaknya bagi saya. Saya kira, sebagian (besar) pembaca pun demikian. Mengapa? Sebab buku mengikat ilmu. Memuat, secara detail dan sistematis, satu atau suatu pokok informasi dan pengetahuan.

Demikianlah buku beperan. Dan bekerja dalam kehidupan.

***

Buku adalah jendela informasi. Karena itu, buku menjadi begitu penting peranannya dalam proses pencerdasan suatu bangsa. Buku dapat menyibak cakrawala pemikiran kita seluas-luasnya. Dengan membaca buku, pengetahuan kita semakin bertambah banyak.

Books give us wings! Untuk bisa berkelana. Dan menjelalah benua. Melanglang buana.

Kalimat di atas sekilas tampak bombastis. Tetapi jika ditelusuri mengapa Jepang maju? Maka jawabnya ternyata sederhana. Di awal masa kebangkitannya, bangsa Jepang banyak menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Jepang. Di samping itu, setiap keluarga Jepang gemar membaca.

Sebegitu pentingnya kehadiran buku dalam keluarga, sehingga “Piagam Buku” menegaskan, pada prinsipnya setiap orang punya hak membaca.

Jika bangsa kita ingin “mengikuti jejak” Jepang, sebaiknya sejak dini anak-anak dibiasakan membaca. Peran orang tua di sini sangat dominan Ketika mengantar anak berjalan-jalan ke toko dan supermaket, misalnya, orang tua dapat membawanya ke space buku.

Cara lain membuat masyarakat cinta buku ialah dengan menghadiahkan buku pada seseorang. Di negara kita belum ada kebiasaan memberikan hadiah buku kepada seseorang (teman, saudara, adik, kakak, atau siapa pun) ketika ulang tahun, ketika lulus ujian, atau ketika ia baru saja sukses mengerjakan sesuacu. Barangkali, kebiasaan ini bisa dimulai dalam sebuah keluarga. perpustakaan keluarga pun perlu diciptakan di tiap-tiap rumah.

Jika ada waktu luang, sebaiknya ibu membacakan cerita/dongeng untuk anak-anaknya. Dalam sebuah keluarga modern, cara seperti ini sangat cocok, menggantikan mendongeng lisan yang dulu pernah dilakukan dalam keluarga tradisional.

Sebegitu pentingnya kehadiran buku dalam keluarga, sehingga “Piagam Buku” menegaskan, pada prinsipnya setiap orang punya hak membaca.

Dalam rangka menvambut Tahun Buku Internasional 1972, tanggal 22 Oktober 1972, Komite Pembantu untuk Tahun Buku Internasional menyetujui adanya “Piagam Buku”.

Piagam tersebut, berisi 10 pasal.
Pasal
(1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak membaca,
(2) buku adalah syaratutama bagi pendidikan,
(3) tanggung jawab pengarang dan peran aktifnya,
(4) industri penerbitan yang sehat,
(5) sarana dan prasarana bagi perkembangan buku,
(6) pedagang buku sebagai mata rantai antara penerbit dan masyarakat,
(7) perpustakaan sebagai penyalur informasi dan pengetahuan,
(8) dokumentasi buku,
(9) penyediaan bahan dasar,
(10) bukubuku berguna bagi pengertian internasional dan bagi kerjasama secara damai.

Merujuk kepada 10 pasal di atas, kiranya tidak bisa disangkal, bahwa buku sedemikian berperan memajukan pendidikan pada umumnya.

Buku diakui sebagai rujukan dan bahan kajian dalam memperoleh dan meningkatkan pengetahuan serta kecerdasan seseorang. Buku dapat membantu guru, orang tua, atau siapa saja, di dalam mengembangkan sumber daya manusia.
(bersambung)

Sumber ilustrasi utama: https://www.123rf.com/photo_111298328_happy-family-reading-books-at-home.html

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply