Seperti atlet yang punya idola. Biduan punya pujaan. Pengarang pun memiliki sosok kesukaan.
Akan halnya saya. Siapakah pengarang idola?
Pengarang (fiksi) idola saya, tak syak. Dialah Asmaraman Kho Ping Hoo pada urut kacang pertama. Kemudian, Mira W, Marga T., dan Eddy D. Iskandar untuk kisah-kisah fiksi. Untuk puisi : Goenawan Mohamad, Sapardi, dan karya-karya awal Linus Suryadi dan Darmanto JT.
Sedangkan penulis luar negeri aku paling suka: Umberto Ecco, maestro semotika, sang profesor dari Bologna University pengarang novel sejarah termasyhur Name of the Rose. Selain, tentu saja, Danielle Steel yang pintar dan cantik serta JK Rowling yang tajir itu.
Selama 30 tahun, Kho Ping Hoo telah menulis sedikitnya 120 judul cerita. Umberto hanya beberapa novel, tetapi mendunia.
Ternyata. Jangan pernah jumawa. Di atas langit, masih ada langit. Kalimat bernas sarat kebijaksanaan yang nancap di kepala saya usai membaca cerita silat Kho Ping Hoo. Lebih baik berkata, “Saya mengaku kalah!” sembari berlalu. Membungkukkan badan sembari segera berlari. Jika masih penasaran, katakan, “Lain waktu saya akan membuat perhitungan!”
Kho Ping Hoo telah menulis sedikitnya 120 judul cerita. Umberto hanya beberapa novel, tetapi mendunia. Saya belum bisa “mengalahkan” mereka.
Terus terang. Terang terus. Saya belum bisa “mengalahkan” mereka. Dari sisi “uang” atau royalti, saya bisa mengalahkan Kho Ping Hoo, tetapi jumlah karya saya masih kalah (kurang) sekitar 6 judul buku lagi. Dari jumlah karya, saya bisa mengalahkan Umberto, tapi kalah dalam hal pengakuan dunia.
Hal itu membuat saya tetap merasa setitik noktah dalam samudera dan kancah jagad sastra dan publikasi. Dan tiada henti mengasah kemampuan dan keterampilan menulis saya.
Sejak Juli 2015, saya bernazar mengombinasikan Kho Ping Hoo dan Umberto. Menulis sendiri naskah, secara swasunting dan swaterbit, memanfaatkan media baru menembus pasar luar negeri. Saya mempelajari proses kreatif Kho Ping Hoo. Saya pun memetik, bagaimana Umberto menulis dan mengangkat kisah-sejarah dan mengemasnya menjadi novel.
Saya pun menemukan semacam “ramuan” bagaimana sebuah novel yang berhasil ditilik dari sisi ISI (content) dan KOMODITAS (uang) sekaligus. Hal itu saya beberkan dalam buku 101 HARI MENULIS & MENERBITKAN NOVEL (PT Grasindo, 2015: 199 – 200) di bawah subjudul “Bagaimana Merancang Novel Bestseller?”