Unik itu tak ada duanya. Tak terbagi. Adapun “aneh”, tak biasanya, tak lazim
Kadang, dalam hidup, kita mengalami salah satu. Atau keduanya. Sekaligus. Seperti judul narasi ini.
Saat ini, kita memasuki suatu periode yang luar biasa dan istimewa. Ujung tahun. Namun, awal tahun politik. Ingar bingar. Saling sikut. Saling silang pendapat. Saling caci. Silang maki. Pokoknya, rame!
Namun, seperti kata bijak. Sebenarnya, “Ramai haluan, tenang di buritan”. Menggambarkan keadaan di kapal. Di mana orang atas, di partai dan di Capres/cawapres, ramai sekali. Namun, di buritan tenang-tenang saja. Toh nanti yang menentukan partai mana yang meraup banyak suara serta yang menadikan Capres/cawapres hilang “ca”-nya adalah rakyat. 1 person 1 vote!
Tapi itulah realitas politik kita saat ini. Banyak cacian. Sebagian besar menyerang pribadi.
Individu yang mampu menciptakan atau melakukan hal yang tidak lazim akan dengan cepat dikenal, populer, dan diapresiasi, bahkan jika keunikan tersebut belum tentu benar atau baik.
Ketika berbicara tentang perilaku seseorang, hal menjadi “aneh” jika itu tidak biasa dilakukan oleh orang lain, sementara sesuatu dianggap “unik” jika memiliki tampilan yang tidak biasa. Meskipun definisi dan persepsi “unik” dan “aneh” berbeda, keduanya memiliki daya tarik tersendiri.
Yang menarik adalah, hal-hal yang aneh dan unik ini sering kali memiliki nilai komersial yang tinggi. Contohnya, konten yang mencerminkan hal-hal aneh dan unik sering mendapatkan perhatian dalam siaran televisi dan mendapatkan rating tinggi. Bahkan, para artis dengan penampilan yang aneh, unik, atau kontroversial seringkali memiliki daya tarik komersial. Hal ini mirip dengan aturan dalam dunia jurnalisme bahwa “berita buruk adalah berita yang baik.”
Namun, yang menyedihkan adalah bahwa penilaian positif terhadap hal-hal yang aneh dan unik juga berlaku dalam hal pemimpin publik. Masyarakat cenderung menyukai dan memuji pemimpin yang aktif melakukan kunjungan lapangan karena dianggap peduli dan memahami nasib rakyatnya. Pemimpin yang sering berinteraksi langsung dengan masyarakat dianggap sebagai pemimpin yang aneh dan unik, meskipun kebijakan yang mereka terbitkan mungkin kurang mendalam.
Pentingnya adalah tindakan yang terlihat, bukan pengetahuan dan perhatian yang sebenarnya. Yang diutamakan adalah penampilan dan kesan yang diinginkan, bukan kebutuhan yang sebenarnya. Ini menyebabkan kita terperangkap dalam kepentingan-kepentingan sebentar dan mendukung tindakan yang hanya bertujuan pada pragmatisme dangkal.
Kita juga sering memuja secara berlebihan pejabat seperti bupati, walikota, camat, kepala desa, atau pejabat publik lainnya yang mengeluarkan peraturan untuk menjalankan salat pada waktunya. Padahal, ini hanya tindakan yang seharusnya sudah dilakukan secara rutin oleh semua orang, meskipun belum dalam bentuk formal.
Bayangkan jika pejabat tinggi melantunkan azan di masjid, hal ini pasti akan menjadi viral di media sosial sebagai sesuatu yang luar biasa, bahkan jika kinerjanya dalam instansinya biasa-biasa saja. Banyak contoh lain dari tindakan yang tampak berbeda, aneh, atau unik yang mendapat penghargaan meskipun substansinya meragukan.
Pada intinya, kita harus menciptakan dan melakukan hal-hal yang benar-benar unik dan istimewa, karena hal tersebut memiliki nilai komersial tinggi dan dapat membawa kebahagiaan. Namun, kita juga harus berhati-hati agar tindakan aneh yang dilakukan tidak mengecewakan dan membuat orang merasa sedih.
ilustrasi: miniatur Kapal Batavia yang tersimpan di dalam Gouverneurs Kantoor, Kota Tua, Jarta.