Buruk-buruk, papan jati!
Demikian tamsil lama. Hendak menyatakan bahwa seburuk apa pun, ia adalah papan nomor wahid.
Itulah buku Suma Oriental Karya Pires. Ditulis seorang Portugal bernama Tome Pires pada abad ke-16.
Buku ini berisi catatan perjalanan dan pengamatan penulis selama tinggal di wilayah Nusantara (kawasan Indonesia, Malaysia, dan sekitarnya) dari tahun 1512 hingga 1515.
Pires adalah seorang apoteker yang bekerja untuk kerajaan Portugal dan menjadi saksi dari berbagai kejadian dan budaya yang unik selama masa tersebut.
Di buku ini, Tome Pires menyajikan laporan mendalam tentang kehidupan masyarakat, geografi, sistem perdagangan, dan budaya wilayah-wilayah yang ia kunjungi.
Buku ini menjadi salah satu sumber berharga dalam memahami sejarah awal hubungan Eropa dengan Asia Tenggara, terutama wilayah-wilayah maritim yang strategis pada masa itu.
Saya sendiri menggunakan, dan mengacunya, ketika menulis bagian dari sejarah Ketungau Tesaek (2021). Ada bagian yang saya to spoon (ambil) karena dapat menjadi acuan bahwa yang saya tulis itu ada pembenarannya dari sisi sejarah. Tetapi banyak bagian yang saya nafikan. Mengapa? Karena saya pernah mengunjungi lokus itu saat ini dan apa yang ditulis Pires adalah sejarah dari sudut pandang bangsa kolonial.
Buang ampas, ambil santannya! Sebagai karya kolonial, pembaca harus menghadapinya dengan pemahaman kritis terhadap sudut pandang penulis dan potensi bias budaya dalam catatannya.
Berbagai rincian tentang adat istiadat, sistem politik, perdagangan rempah-rempah, serta kehidupan sehari-hari penduduk lokal dijelaskan dengan cermat, memberikan wawasan yang berharga tentang era itu.
Suma Oriental menawarkan pandangan yang kaya tentang kehidupan dan budaya masyarakat Asia Tenggara pada awal abad ke-16.
Pires menulis dengan gaya yang informatif dan rinci, menjadikan buku ini sumber yang sangat berharga bagi para sejarawan dan peneliti.
Keterlibatan Pires sebagai seorang apoteker memberikan perspektif unik tentang pengobatan tradisional dan penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat setempat.
Kelebihan Buku “Suma Oriental”:
- Keanekaragaman Informasi: Buku ini memberikan informasi yang kaya dan mendalam tentang berbagai aspek kehidupan masyarakat di wilayah Asia Tenggara pada abad ke-16, termasuk perdagangan, kebiasaan sosial, agama, dan geografi.
- Sumber Sejarah Berharga: Karya ini menjadi sumber sejarah yang penting dalam memahami hubungan antara Eropa dan Asia Tenggara pada periode kolonial awal.
- Catatan Pengamatan Mendetail: Tome Pires menunjukkan keahliannya dalam mengamati dan mencatat perbedaan budaya dan sistem sosial, memberikan gambaran yang kaya tentang kehidupan di wilayah-wilayah tersebut
Kekurangan:
1) Perspektif Kolonial: Buku ini harus dipahami dengan kritis karena dikarang dari sudut pandang kolonialis Eropa. Beberapa pandangan Pires mungkin mencerminkan bias dan penilaian subyektif terhadap budaya-budaya lokal.
2) Ketidaknetralan Budaya: Penulis tampaknya cenderung mengutuk praktik-praktik budaya dan keagamaan setempat, yang mengurangi objektivitas laporan dan menggambarkan masyarakat Asia Tenggara sebagai eksotik dan primitif.
Toh demikian, Suma Oriental karya Tome Pires buku penting yang memberikan wawasan mendalam tentang kehidupan di Asia Tenggara pada abad ke-16.
Sebagai karya kolonial, pembaca harus menghadapinya dengan pemahaman kritis terhadap sudut pandang penulis dan potensi bias budaya dalam catatannya. Jadi, membaca buku ini jangan “asal telan”, melainkan membaca dengan berpengetahuan.
Membaca dengan berdialog. Sembari membanding-bandingkan sumber lain, inter-teks. Sedemikian rupa, sehingga paham konteks sejarah dan latar ditulisnya buku ini.
Catatan penutup
Kekurangan buku ini dari sisi Penerbit: tidak enak dibaca, melelahkan, sebab berjejalnya huruf dengan font kecil-kecil membuat mata lelah dan cepat bosan.
Mungkin saja maksud penerbit mengurangi jumlah halaman, agar harga buku tidak melambung tinggi harganya tak terjangkau. Tebalnya sendiri, tidak tipis “hanya” 466 halaman. *)