Tahun 1991. Pertama kali saya memegang dan membaca buku The History of Java. Asli. Sejak SD, saya sudah mafhum buku itu dari guru sejarah.
Ketika akan dan dalam proses menulis buku THE HISTORY OF DAYAK, saya ingin membacanya sekali lagi. Saya tak sudi baca terjemahannya. Tidak kenapa-kenapa. Hanya sebagai patok-duga. Bagaimana sebuah masterpiece sejarah dituliskan: apakah berdasarkan kronologis, ataukan tematik?
Sebelumnya, saya telah mafhum bahwa sebagian (besar) karya ini hasil plagiat. Saya harus belajar dari sejarah. Historia docet. Sebab siapa yang tidak (mau) belajar dari sejarah, akan dikutuk sejarah.
The History of Java, saya kemudian mafhum bahwa itu sebagian besar adalah hasil plagiat.
Raffles mengutip bulat-bulat, dan menerjemahkan, tanpa menyebut sumber karya Middelkoop. Yakni The History of Priboemi, terutama Bab 10 buku THoJ.
Tentang tindak-plagiat ini, saya mafhum dari pakar sejarah, guru, dan seorang bibliofili yang kemudian menjadi salah satu petinggi Kompas, yaitu Polycarpus Swantoro –akrab disapa Pak Swan.
Bagaimana sebuah masterpiece sejarah dituliskan: apakah berdasarkan kronologis, ataukah tematik?
Buku master piece karya Raffles, yaitu The History of Java dianggap sebagai karya plagiat (hlm. 249). Raffles bukanlah orang yang sesungguhnya mengerjakan naskah tersebut. Ia hanya menyalin begitu saja naskah-naskah hasil jarahan dan terjemahan yang dilakukan oleh orang Madura yang dipekerjakannya.
Raffles juga memanfaatkan naskah-naskah yang ada di perpustakaan Buitenzorg. Paparan tentang Candi Prambanan dianggap sebagai kerja Mackenzie. Sedangkan paparan tentang Borobudur dan daftar candi-candi patut diduga diambil dari hasil kerja Hermanus Christian Cornelius.
Toh demikian, THoJ amat berguna. Terutama karena menyibab sejarah Jawa.