A man can die, nations may rise and fall, but and idea lives on.
— John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat ke-35.
Kebangsaan Amerika Serikat, tidaklah banyak diwacanakan. Tetapi dilakukan. E pluribus unum –semboyan negara adikuasa, mirip dengan punya kita: kebhinenaan, namun esa jua.
Tidak pake penataran P-4 pola sekian jam. Tapi warganegara Amerika sangat patriotik.
Saya jadi mafhum, setelah kuliah “media culture” mengapa di banyak film-film Amerika bendera kebangsaan negeri adikuasa itu selalu di latar: ideologi negara dan media are American!
Pernahkah Anda dengar terimonologi itu? Itu judul buku Jeremy Tunstall (1977).
Saya pernah riset pustaka terkait topik itu untuk sebuah paper akademik. Mulai dari migrasi para Sekolah Frankurt ke Amerika, dari komodifikasi budaya –model Madonna- hingga film Rambo.
Itu awal mula, mengapa saya tergelitik dan merasa terpanggil mendirikan Penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD) pada November 2015 dengan motto: Dayak menulis dari dalam.
Saya memamahbiak buku ini, dan meyakini: Kuasa budaya lebih powerful dari kuasa lainnya, termasuk kuasa ekonomi (uang), politik, dan lain-lain.
Buku ini terbit pada 1977, tapi sungguh sangat menyentak. Maka, saya bergeming pada kuasa politik, dan menekuni kuasa budaya , intelektual, dan ekonomi.
KUASA, atau power, bukan semata kuasa politik. Tapi ada juga kuasa: intelektual, budaya, ekonomi, dan moral. Borneo tanah kita, panggung kita.
Kuasa politik sementara, tapi kuasa yang lain abadi. Jadilah pemilik panggung, setidaknya penulis skenario, di tanahmu sendiri. Kejarlah yang bukan-sementara!
Dalam buku teks-ilmiah, terutama di Amerika dan Eropa, saya (kerap) membaca kuasa lain –selain politik– disebut juga xxx imperialism. Bahkan, yang sangat membuat saya berdecak ketika membaca dan memabah-biak buku THE MEDIA ARE AMERICAN karya Jeremy Tunstall.
Buku ini terbit pada 1977, tapi sungguh sangat menyentak. Maka, saya bergeming pada kuasa politik, dan menekuni kuasa budaya , intelektual, dan ekonomi.
Berbagi kuasa, power sharing, dengan kebanyakan orang yang lebih silau pada kuasa politik. Padahal, ada kuasa langgeng nan abadi abadi: kuasa budaya.