Donald Trump| Catatan Kedigdayaannya

Preambul:
Tiap gunung punya ketinggian. Tak bijak membanding-bandingkannya karna pesona masing-masing. Demikian pupa, presiden Amerika.

Bandara Soekarno-Hatta suatu siang. Di ruang tunggu. Seperti biasa. Saya tak betah duduk manis berlama-lama. Jika tak menulis. Ya membaca.

Tapi siang itu dua-duanya juga malas. Gak mood. Ketika tetiba mata saya terpanah pada sebuah ruang. Ada banyak buku di situ. Berderet. Tersusun rapi.

Segera saya melangkah ke sana. Apalagi, kalau bukan toko buku Periplus. Terkenal karena menjual buku-buku luar negeri. Terkenal mahal juga.

Saya mengamati. Banyak buku bagus. Saya bayangkan. Buku saya nanti juga seperti itu!

Banyak buku menarik. Tapi hanya satu terkait di hati. Apalagi, jika bukan buku tentang sosok paling kontroversial di jagad, saat ini. Utamanya negeri Paman Sam, Amerika Serikat. Saya ambil buku itu.

Saya ke kasir. Dan bayar. Cukup mahal untuk ukuran saku orang Indonesia. Tapi tiada mengapa. Saya telah biasa.  Jika punya sedikit uang, saya beli buku. Tapi jika ada cukup banyak uang, baru saya beli baju. Kali ini saya beli buku!

Terus terang. Terang terus. Ada banyak buku tentang Trump. Misalnya:

  1. Trump The Art of Deal (1987),
  2. Trump Think Like a Billionaire (1987),
  3. Trump How to Get Rich (2004),
  4. Trump 101 The Way of Success (2007),
  5.  Great Again (2015).

Namun, buku yang disebut itu biasa saja. Telah banyak beredar serupa itu sebelumnya. Dari judul, orang bisa menduga isinya. Kisah sukses, atau pemikiran Trump. Ada yang ditulis secara kronologis. Ada yang pendekatannya tematik, tidak urut-kacang per periode. Ada pula yang lebih kreatif: mencatat peristiwa yang dianggap penting saja, sementara yang kurang penting dinafikan. Bukan berarti tidak ada dan tidak pernah terjadi. Itulah bias media, yang oleh Cirrino disebutkan ada 14. Bias pertama dari penulis.

Tapi buku ini agaknya sedikit berbeda. Sebab dari sini, kita mafhum apa itu Trump–isme.

Apakah itu? Adalah sistem kepercayaan berdasarkan politik, sosial, atau ekonomi. Bisa juga berarti aliran, atau paham.

Penulis, dan penerbit, yang sukses bukanlah follower. Tapi inovator. Tidak menerbitkan buku yang biasa-biasa saja, melainkan buku yang luar biasa. Genre yang belum pernah ada sebelumnya. Dalam istilah penerbitan, bukan penerbit yang me too product. Yakni penerbit yang mengekor, atau meniru, produk penerbit lain. Tanpa kreasi. Tanpa inovasi berarti.

Tidak demikian buku ini. Sekilas, tampak sederhana. Terkesan, mudah sekali proses kreatif dan menerbitkannya. Buku yang sulit, atau panjang proses kreatifnya bukan dilihat dari isinya. Atau dari tebal tipisnya. Atau dari singkat atau panjangnya gagasan yang dipaparkan. Melainkan dilihat dari bagaimana ide di dalamnya dibangun, disusun, dipadatkan. Dan, yang utama dan pertama, menurut empu para penulis-kreatif sejagad Ralp Waldo Emerson, yang pokok dalam buku ialah kandungan isinya menginspirasi. “Books are for nothing but to inspire.”

Jika punya sedikit uang, saya beli buku. Tapi jika ada cukup banyak uang, baru saya beli baju.

Dengan format 13 x 20 cm, yang dari mula sengaja dirancang mudah dibawa ke mana saja, buku ini tidak tebal. Hanya 101 halaman. Ditulis, sekaligus dihimpun oleh jurnalis bidang politik, Seth Millstein dan Bill Katovsky, seorang jurnalis dan editor.

Buku bersampul luks, tapi ringan kertasnya, ini berbeda dilihat dari judulnya. Tidak mudah ditebak isinya. Butuh waktu beberapa saat baru ngeh. Itu pun dari membaca subjdulnya: The Donald on Immigration, Global Warming, His Rivals, Mexicans and More. Ucapan dan pemikiran Trump tentang isu imigrasi, Pemanasan global, Pesaingnya, Meksiko, dan lain-lain.

Tampilan sampul luarnya pun berbeda. Dalam bangun bintang segilima warna biru, simbol bendera Amerika, dikutip opini Trump terkait isu: imigrasi, pemanasan global, asmara, serta manfaat dari membaca buku ini. “For a hilarious and horrific insight into the man who wants to be the world’s most powerful leader”.  Berbeda dari sinopsis buku biasa pada umumnya!

Yang unik, sekaligus menarik, kemasan isinya. Sepatah kata cukup melukiskan11 topik yang termuat di dalamnya: bernas.  Padat, sekaligus berisi.

Buku berbobot bukan pertama-tama dilihat dari tampilan luar, yakni jumlah halaman. Bukan pula dari siapa penulisnya. Tetapi dari kandungan gizi, substansi yang terkandung di dalamnya. Adapun kertas hanyalah media, atau sarana, penyampai gagasan itu. Buku berbobot bukan pula bertele-tele dan bahasannya diulur-ulur. Tidak tumpang tindih bahasan topiknya. Tidak diulang-ulang. Melainkan yang sistematik, koheren, dan yang penting: memberi perspektif baru. Dengan kata-kata Emerson: menginspirasi.

Sebaiknya para mantan presiden dunia belajar dari Bill Clinton dan Jimmy Carter. Juga, jika dianggap lebih rendah, menlu mereka, Henry Kissinger. Tahu kenapa? Mereka justru, setelah tidak menjabat Presiden, malah “berkuasa”, berpengaruh secara moral dan sosial. Justru ketika tidak berpolitik, mereka berpengaruh politik! Karena nilai humanisme. Kemanusiaan yang menjadi napas hidupnya, bukan pusat kendali kekuasaan.

Dalam konteks ini, benar apa yang dikemukakan Samuel Johnson, “A writer only begins a book. A reader finishes it”. Penulis sejati hanya mulai sebuah buku. Pembaca menyelesaikannya. Dengan kata lain, buku tiada lain, kecuali merangsang pemikiran pembaca. Sekaligus, menginspirasi.

Kedua penulis secara berkanjang mengumpulkan dari berbagai media dan berbagai waktu ucapan serta pemikiran Trump. Proses ini tentu tidak mudah dan melelahkan. Dibutuhkan daya tahan, sekaligus ketekunan. Lalu dikategorikan ke dalam 11 topik. Jangan sekali-kali menganggap ini mudah. Sebaliknya, pekerjaan sulit. Pertama, dibutuhkan daya imaginasi tinggi. Kedua, kemampuan mengkategori. Ketiga, keterampilan menyarikannya dalam kalimat yang bernas.

Ke-11 topik buku ini:

Kebijakan dalam negeri (Amerika)
Tentang Amerika
Ihwal hubungan internasional
Kampanye Trump
Musuh politiknya
Trump sebagai politikus
Terkait media
Mengenai budaya pop
Perkara bisnis
Hal yang menyangkut diri-pribadi
Ihwal pelajaran-hidup
Baiklah dikutip satu yang menarik, sekaligus kontroversial, dalam buku ini. Yakni opini Trump terkait affair  Bill Clinton, Presiden Amerika ke-42 dengan wanita berinisial ML. “People would have been more forgiving if he’d had an affair with a really beautiful woman of sophistication….” (hlm. 55).

Masih penasaran?

Satu lagi, tentang Serangan 11 September  2001 yang mengejutkan. “I think I could have stopped it because I have very tough illegal immigration policies, and people aren’t coming into this country unless they’re vetted and vetted properly” (hlm. 5). Jika masih penasaran juga, baca dan miliki sendiri bukunya!

Yang paling sulit dalam menulis bukan mengembangkan dan memanjangkan gagasan. Tetapi menyarikannya dalam kalimat padat berisi. Kemampuan, sekaligus keterampilan seperti ini, tidak semua penulis punya.

Terbitnya buku ini, selain memberi inspirasi, juga memerkaya wawasan penulis dan penerbit. Dapat menjadi patok-duga bagaimana menerbitkan buku yang unik. Yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Tapi unik tidak identik dengan aneh.

***

Suatu peristiwa di Capitol kemudian menghentak kita semua! Amerika, oh Amerika! Tak dinyana begitu!

Saya lalu teringat akan para presiden Amerika pendahulu. Lha, saya ini kutu-buku. Utamanya biografi. Seorang penulis biografi, wajib membaca buku bigrafi karya penulis kelas dunia! Itu menjadi patok-duga. Saya lalu mafhum. Bahwa membaca dan memamah-biak bacaan berkelas, menjadikan seorang pengarang hebat. Istilahnya dalam dunia creative writing: read and emulate great writing. Membaca dan mengemulasi mahakarya para empu!

Mestinya, Trump belajar dari Bill Clinton dan Jimmy Carter. Juga, jika dianggap lebih rendah, menlu mereka, Henry Kissinger. Tahu kenapa? Mereka justru, setelah tidak menjabat Presiden, malah “berkuasa”, berpengaruh secara moral dan sosial. Justru ketika tidak berpolitik, mereka berpengaruh politik! Karena nilai humanisme. Kemanusiaan yang menjadi napas hidupnya, bukan pusat kendali kekuasaan.

Anda tahu siapa James MacGregor Burns?

Dia adalah penulis tersohor Amerika. Lahir 3 Agustus 1918 di Melrose, Mass dan wafat padal 15 Juli 2014. Hal yang menarik, sejatinya Burns penulis biografi –seperti saya dan Anda. Karena terbiasa, menulis, sehingga banyak perolehannya. Lalu menganalisis sifat kepemimpinan presiden dan menggabungkan olah intelektual dengan ilmu politik, sejarah, psikologi , dan filsafat.

 Burns menulis dan menerbitkan lebih 20 buku. Burns terkenal karena biografi dua bagiannya tentang Presiden AS. Franklin D. Roosevelt, jilid keduanya, Roosevelt: The Soldier of Freedom (1970).

Atas tulisannya yang luar biasa, ia dianugerahi Penghargaan Pulitzer dan Penghargaan Buku Nasional. Burns studi pada jurusan ilmu politik di Williams College, Williamstown, Mass. (B.A., 1939), sebelum bekerja di Washington, D.C., sebagai ajudan kongres.

Biografi para Presiden Amerika terdahulu mengajarkan banyak hal. Sayangnya, kerap orang tahu. Tapi tidak melakukannya.

Dalam kisahan novel, atau cerita silat. Kisahan yang heroik, atau cerita yang baik itu, jika ending kisahnya berakhir dengan bagus. Pembaca akan memuji seorang penjahat yang pada helaan napas penghabisan, bertobat. Dan pasti akan menghujat seorang suci yang di akhir hidupnya berbuat jahat, meski hanya sekali itu saja.

Sekali lagi. Lagi-lagi sekali lagi. Trump. Sudahlah!

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply