Media, atau teknologi, demikian McLuhan (1964). “Adalah kepanjangan atau perpanjangan manusia”.
Jadi, teknologi membantu. Hamba manusia. Bukan menggantikan manusia!
Namun, dalam kehidupan sehari-hari, ternyata banyak orang yang menyerahkan begitu saja semua urusan kepada teknologi atau alat. Berhamca pada teknologi. Setelah gadget. Kini Artificial Intelligence (AI).
Boleh apa tidak menggunakan AI untuk menulis?
Persoalannya bukan pada boleh/ tidak boleh menggunakan alat untuk melancarkan dan atau menggandakan tulisan. Namun, persoalannya terletak pada relasi hamba – tuan tadi. Apakah Anda, atau seseorang diperhamba alat, atau sebaliknya?
Nyatanya, banyak orang bergantung AI untuk menulis. Tinggal memberi perintah. AI bekerja untuknya.
Dalam era digital yang semakin maju ini, teknologi kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT telah membawa revolusi dalam berbagai bidang, termasuk penulisan.
Dengan bantuan AI, kita dapat menghasilkan tulisan dengan cepat dan efisien. Namun, ada satu hal yang sering kali hilang dalam tulisan yang dihasilkan oleh mesin: ruh atau nyawa tulisan itu sendiri.
Dikerjakan AI terasa dan bisa dideteksi
Tulisan yang dihasilkan oleh AI sering kali terasa kering dan tanpa rasa. Meskipun secara teknis benar dan tersusun rapi, ada aspek emosional dan sentuhan pribadi yang tidak dapat ditiru oleh mesin.
AI bekerja berdasarkan data dan algoritma. Mesin dapat menciptakan teks yang mungkin sempurna secara struktural, namun sering kali kurang dalam hal emosi dan individualitas. Ini membuat sebuah tulisan terasa hidup dan autentik.
Baca cara mendeteksi tulisan dengan AI: https://www.elegantthemes.com/blog/business/how-to-detect-ai-writing
Sejak dirilisnya ChatGPT pada akhir tahun 2022, kecerdasan buatan (AI) telah berkembang pesat. Ada berbagai program AI yang dapat digunakan untuk menciptakan seni, suara, video, tulisan, dan banyak lagi.
AI dapat menjadi teman yang sangat baik untuk meningkatkan produktivitas dan memicu kreativitas. Namun, seperti halnya teknologi baru lainnya, ada orang-orang yang akan memanfaatkannya dengan cara yang tidak etis.
Di sisi lain, tulisan yang kita hasilkan sendiri, dengan tangan kita dan pikiran kita, membawa serta esensi diri kita. Ada kehangatan dan kejujuran yang tidak bisa digantikan oleh mesin. Setiap kata yang kita pilih, setiap kalimat yang kita rangkai, mencerminkan perasaan, pengalaman, dan pemikiran kita. Tulisan tersebut memiliki ruh, karena berasal dari dalam diri kita sendiri.
Menulis dengan Google Voice
Menggunakan alat seperti Google Keep atau Google Voice dalam menulis juga menawarkan sentuhan personal yang berbeda. Ketika kita menuliskan catatan di Google Keep, setiap goresan huruf adalah hasil dari proses berpikir dan perasaan kita. Demikian pula, ketika kita menggunakan Google Voice untuk mendiktekan kata-kata, hasilnya adalah representasi langsung dari suara kita dan cara kita berbicara. Hal ini menambah lapisan keaslian dan keunikan pada tulisan kita
Baca AI dan AGI Menggantikan Kecerdasan Manusia?
Menulis dengan Google Voice masih mending. Kami, di lingkungan dunia Creative Writing, dari dahulu bilang demikian cara mudah menulis: Write the way You talk! –menulislah seperti Anda berbicara!
Menulis dengan tangan kita sendiri, atau dengan bantuan teknologi yang merekam suara kita, menjamin orisinalitas dan keaslian. Tulisan tersebut bukan hanya sekadar rangkaian kata, tetapi juga ekspresi diri yang jujur dan penuh makna. Inilah yang membuat tulisan tersebut istimewa dan berbeda dari tulisan yang dihasilkan oleh AI.
Stylus aslinya pensil, tapi kemudian gaya menulis
Toh demikian, menulis dengan Google Voice tetap perlu disentuh, dan diedit. Citarasa, perasaan, sentuhan hatinya sudah ada. Namun, sebagaimana alat, Google Voice juga mengandung kekurangan. Suara yang tidak jelas artikulasinya, atau tatkala kita berbicara terlalu cepat atau terlalu lambat, akan memunculkan huruf atau tanda baca yang tidak diinginkan.
Pada akhirnya, meskipun AI seperti ChatGPT menawarkan kemudahan dan efisiensi, tidak ada yang bisa menggantikan keunikan dan ruh yang datang dari tulisan yang dihasilkan secara langsung oleh manusia.
Teknologi dapat menjadi alat bantu yang hebat. Namun, sentuhan manusia adalah apa yang benar-benar membawa kehidupan pada kata-kata.
Baca Homo Deus
Tulisan kita menjadi cerminan dari siapa kita sebenarnya. Tulisan yang sarat dengan muatan perasaan. Sekaligus mencerminkan kepribadian yang tidak bisa ditiru oleh mesin mana pun.
Dalam bahasa Latin, stylus berarti: pensil. Di masa lalu, pensil sangat langka dan mahal. Hanya orang terentu saja memilikinya.
Itu sebabnya, corak-gaya menulis seseorang dapat dikenali dari: diksi, caranya menarasikan serta tekniknya merangkai kata.
Gaya bahasa tiap tiap orang, berbeda. Karena itu, guru tahu, burung pun tahu. Bahwa gaya menulis A dan B, berbeda. Jika sama, pasti ada yang: nyontek. Mengapa? Sebab setiap orang punya gaya menulis sendiri-sendiri. * )