Dalam novel-sejarah Iban, Keling Kumang (2015) saya gambarkan sekilat tentang kedigdayaan racun berbisa ipuh, demikian:
Racun dari lateks ipuh, yang dicampur dengan macam-macam ramuan, menjadi toxic mematikan. Sangat berbahaya jika masuk ke dalam darah (manusia) dan binatang buruan, tapi tidak pada ayam.
Racun ipuh ini akan digunakan oleh Entolang Cuka dalam konspirasinya dengan Asam Kandis dalam upaya membunuh Ayor Menyarung.
Nyumpit: hanya ilustrasi.
Mengambil getah racun ipuh, ada teknik tersendiri. Bagaimana orang Dayak menjadikannya racun pada anak mata sumpit? Itu adalah tacit knowledge.
Anehnya, jika racun ipuh ditelan, bisa tidak masalah. Namun jika masuk melalui darah ke badan, baru menyebar dan berbahaya.
Apa racikan getah ipuh (ipoh, upas, atau latinnya: antiaris toxicaria), tidak akan saya ungkap secara detail –> rahasia ilmu gaib Dayak.
Seperti tampak pada ilustrasi utama. Ini visualisasi pohon ipuh yang untuk mengambil getah racunnya ada teknik tersendiri dan bagaimana orang Dayak menjadikannya racun pada anak mata sumpit.
Anehnya, moyang dayak yang menggunakannya untuk nyumpit binatang buruan, memakan binatang yang kena sumpit tidak mati, atau menjadi kena racun.
Sehubungan dengan itu, ada pepatah Iban: bisa nyau baka ipuh, tajam nyau baka laja!
Ada berbagai jenis ipuh. Ada ipuh untuk berburu, untuk menangkap hewan buruan, hanya membuatnya pingsan saja. Namun, jika dimakan, tidak membahayakan.
Akan tetapi, ada pua jenis ipuh berbisa. Yang jika racunnya masuk tubuh, akan mati karenanya dalam tempo dua jam.
Biasanya, racun ipuh ditaruh di dalam butir peluru sumpit. Ujungnya yan tajam untuk melukai. Racun akan masuk ke dalam badan melalui luka.
Jadi, yang mematikan bukan anak sumpitnya, melainkan racun ipuh itu sendiri.
Bagaimana mengambil Antiaris Toxicaria?
Ada ilmunya.
(Bersambung)