Preambul:
Saya bukan sedang mengajari. Hanya berbagi. Tentang topik yang silakan saja baca judulnya.
Camkan dengan saksama ilustrasi narasi ini. Sayembara artikel.
Lazimnya, di masa alam raja-raja. Sayembara diadakan untuk mendapatkan siapa yang ter- di bidangnya. Diumumkan ulu balang, ke seantero kerajaan.
Maka berdatangan, ke alun-alun kota raja, jutaan manusia. Peserta. Untuk menentukan siapa jawara dalam sayembara. Kepada pemenang, raja memberi ganjaran. Biasanya, putri raja. Bisa juga simbolik, jangan selalu dikait-kaitan dengan kawin-mawin. Kayak gak ada hal lain, yang lebih berharga dan mulia, daripada itu.
“Putri-raja” bisa juga berarti: sesuatu yang terbaik, yang dimiliki raja. Sebagai hadiah kepada pemenang sayembara. Kadang malah hadiah itu sang pemenang diangkat menjadi putra-raja, yang kepadanya diserahkan pemerintahan dan pengelolaan kerajaan. Sedangkan sang raja, menikmati saja kemegahan, kenikmatan, serta kemuliaan alam istana yang bergelimang harta, wanita, intan emas permata yang alas kaki dan peraduannya bertaburkan permadani dan lapisan emas murni.
Itu model Sayembara jadul. Kini tentu berbeda. Sayembara kini berkembang, meski spiritnya sama, yaitu: ada unsur edukasinya. Mendidik. Melatih. Dengan mengalami, seseorang belajar. Dengan mendalami (topik tertentu), seseorang akan mahir. Dengan mengulang belajar berkali-kali, seseorang akan menjadi tahu. Bukankah ada peribahasa yang telah menjadi semacam aksioma: repetitio est mater studiorum.
Ya, tepat sekali bahwa: pengulangan adalah bundanya dari segala ilmu pengetahuan. Bukankah di sekolah, kita wajib ulangan — termasuk ulangan umum? Juga watku kuliah, kita pun diwajibkan ulangan/ ujian?
Maka penggagas Sayembara menulis ini jelas konsepnya. Melalui topik yang disuguhkan, diharapkan peserta mendalami topik. Menghayatinya.
Jadi, menulis apa yang dilakukan. Dan melakukan apa yang ditulis. Ia, Sayembara ini, berbeda dengan yang lainnya. Selain edukasi tadi, ia syarat dengan muatan penghayatan. Di samping memaparkan juga impian-impian yang akan diraih ke depan.
Tidak harus keluar sebagai pemenang. Sebab, “The number one is not only one.” Jumlah nominasi dibatasi oleh angka. Namun, sebenarnya pememang Sayembara adalah: semua peserta. Maka ikutilah!
Ganjaran hadiah, Sayembara ini, tidak kontan saat ini. Kelak Anda akan merasakan manfaatnya. Lebih dari yang Anda bayangkan!
Berikut ini, bebeberapa tips menulis Artikel dari saya. Berdasarkan kepada pengalaman pribadi. Bisa jadi, setiap orang berbeda. Maka sekali lagi, saya (hanya) berbagi. Jika ada yang gak pas, itu baju saya. Anda bisa mengukur sesuai diri Anda.
Ambil santan, buang ampasnya. Baiklah saya akan bercerita seputar pengalaman menulis artikel.
Karier kepenulisan saya berawal dari menulis artikel, feature, dan cerpen. Semuanya pendek. Antara 700-1.500 kata. Ketika mahasiswa semester I, saya sudah menembus Kompas. Tulisan saya pertama berjudul “Tindakan Preventif untuk Mengurangi Penurunan Budaya Mangkok Merah” dimuat Kompas Minggu, 11 Maret 1984.
Setelah itu, tulisan saya malang melintang di Kompas. Ini terjadi hingga tahun 2005, saat pengasuh rubrik opininya kurang sesuai seleranya dengan saya. Beberapa kali tulisan saya dikembalikan dengan catatan “tidak ada tempat”. Saya lalu mengirimnya ke media lain. Anehnya, tulisan yang sama, dan tidak ada perubahan. Dimuat.
Toh demikian, saya tetap berterima kasih pada Kompas. Syahdan, kata orang, penulis yang tulisannya belum dimuat Kompas, belum sah dan belum diakui sebagai penulis. Kompas setidaknya telah berjasa membaiat saya sebagai penulis, tehitung sejak tulisan perdana saya dimuat koran terpandang negeri ini (11 Maret 1984).
Bagaimanapun, motivasi saya terlecut sebagai penulis,ketika tulisan saya dimuat. Mungkin saya beruntung. Atau pada saat itu persaingan antarpenulis belum seketat sekarang. Tulisan pertama yang saya kirim, langsung dimuat. Tanpa ada editing sedikit pun.
Karier kepenulisan saya berawal dari menulis artikel, feature, dan cerpen. Semuanya pendek. Antara 700-1.500 kata. Tapi sejak 2005, saya bernazar: tidak lagi menulis pendek, kecuali diminta khusus Redaksi. Hanya menulis buku. Apa pun, haru snaik kelas. Termasuk menulis.
Kini saya sudah berhasil menulis dan mempublikasikan lebih dari 4.000 artikel. Untungnya, usai reformasi, media tumbuh subur. Lahan buat menabur artikel bukan hanya Kompas. Banyak yang lain, yang juga tidak kalah baik dalam soal honor maupun oplah.
Karena biasa nulis pendek, saya merasa tidak puas. Kok gampang amat menulis? Tantangan seperti gak ada lagi. Maka saya memutuskan hanya menulis buku. Selain ada tantangan, honor dari menulis buku jauh jauh lebih besar dari sekadar nulis artikel yang, di benak saya, hanya ece-ece.
Menulis buku idenya utuh. Perlu imaginasi tinggi, selain kreativitas. Bedanya dengan artikel, artikel lebih simpel. Karena itu, saya selalu berkata, artikel yang dibukukan bukan-buku. Sebab idenya mencar-mencar. Ditulis bukan dimaksudkan untuk buku. Bentuknya saja buku, tapi isinya bukan-buku. Itu kumpulan artikel yang dibukukan.
Namun, saya ingin share. Seperti pelatih sepakbola. Setelah gak jadi pemain, ia menjadi pelatih. Inilah tips menulis artikel. Diambil dari Bab 4 buku saya yang sedang dalam proses cetak oleh PT Indeks, Creative Writing.
Karier kepenulisan saya berawal dari menulis artikel, feature, dan cerpen. Semuanya pendek. Antara 700-1.500 kata. Tapi sejak 2005, saya bernazar: tidak lagi menulis pendek, kecuali diminta khusus Redaksi. Hanya menulis buku. Apa pun, harus naik kelas. Termasuk menulis.
SEBELUM masuk pembahasan lebih detail tentang bagaimana menulis artikel, alangkah baik jika kita segarkan ingatan lebih dahulu tujuan menulis pada umumnya.
Apakah tujuan menulis? Seluruh tujuan menulis ialah mengomunikasikan secara jelas dan lengkap gagasan atau pemikiran penulis.
Ketika dan usai membaca tulisan yang baik, kita kerap tersentuh dan terkesan. Untuk beberapa saat sanggup mengingat seluruh gagasan yang ditulis. Mengapa? Kita tersentuh karena penulis terampil memilih kata-kata untuk mengungkapkan gagasannya. Kita sanggup mengingatnya karena penulis pandai menyentuh emosi dengan diksi (pilihan kata) yang terarah pada emosi.
Demikianlah, setiap tulisan yang baik akan meninggalkan kesan pada pembaca.
Etimologi dan pengertian artikel
Asal usul, atau etimologi, artikel dapat ditelusuri dari Kamus Latin-Indonesia (K. Prent, C.M., dkk. 1969: 68) yang menjelaskan etimologi “artikel” sebagai berikut, “articulus yang berarti bagian atau pasal.”
Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 66) menjelaskan “artikel” demikian, “karya tulis lengkap, misalnya laporan berita atau esai dalam majalah, surat kabar, dan sebagainya.”
Dari pengertian kamus di atas, dapat disimpulkan bahwa artikel ialah bagian atau pasal dari sebuah wacana (tulisan) yang panjang. Dengan kata lain, artikel ialah tulisan prosa pendek, umumnya berkisar antara 700-1.200 kata.
Sebagai karya tulis pendek yang lengkap, artikel merupakan ragam tulisan nonfiksi yang terdiri atas pembukaan, isi, dan bagian penutup. Ide, atau topik, yang disampaikan dalam artikel –meskipun dikatakan “lengkap”, tidak dimaksudkan ditulis secara detail seperti halnya sebuah tesis. Kelengkapan artikel bukan ditakar dari detailnya, namun dari struktur dan keutuhan gagasan yang disampaikan.
Teknik menulis artikel
Sebagaimana halnya menulis ragam tulisan lain, menulis artikel pun tidak sekali jadi. Dalam menulis artikel, dibutuhkan proses kreatif yang tentu saja tidak sama pada setiap penulis. Ada penulis yang sangat lancar menuangkan gagasannya ke dalam tulisan untuk satu topik. Namun, untuk topik yang lain, barangkali dibutuhkan waktu dan energi esktra. Cepat tidaknya menyelesaikan sebuah artikel kerap bergantung pada topik, mood, penguasaan masalah, dan suasana ketika menulis artikel tersebut.
Adakah rumus yang manjur bagaimana menulis sebuah artikel agar dapat dimuat surat kabar, tabloid, dan majalah? Bagaimana kiat menulis artikel yang selain menarik, juga enak dibaca dan meninggalkan kesan yang mendalam pada pembaca?
Rumusan yang dimaksudkan memang ada! Inilah rumusan yang berlaku secara umum.
– Pemilihan tema yang aktual
– Topik menarik perhatian sebagian besar pembaca
– disajikan dengan bahasa yang mudah dimengerti (populer)
– Gagasan disusun secara terstruktur, mengalir, dan jelas disertai contoh konkret
– Penyajian tidak bertele-tele
– Panjang artikel 700-1.200 kata
– Gaya penulisan padat dan bernas
– Tulisan jelas dari segi logika dan bahasa (clear thinking dan clear writing)
– Siap-saji. Artikel yang dikirimkan tidak merepotkan editor untuk mengedit dan mengolahnya kembali, kecuali Anda benar-benar seorang pakar
– Meninggalkan kesan mendalam bagi pembaca
Akan tetapi, rumusan umum di atas dapat saja tidak berlaku, manakala seorang penulis merupakan penulis pemula. Yang sering terjadi adalah subjektivitas redaktur opini dari media yang dikirimi naskah. Jika pengirim naskah dikenal secara pribadi, atau jika saja naskah itu merupakan naskah “titipan” maka kemungkinan besar akan dimuat.
Meski demikian, ada juga redaktur opini yang cukup objektif. Asalkan sebuah naskah memenuhi syarat dan kaidah yang dipersyaratkan maka naskah tersebut akan dimuat.
Banyaknya media semakin memberikan ruang bagi penulis artikel. Yang kerap terjadi adalah naskah sama yang ditampik suatu media, lalu dikirimi ke media lain yang sesuai dan dimuat. Berdasarkan pengalaman faktual maka rumusan yang “tidak umum” sebuah artikel sebagai berikut.
– Mintalah syarat-syarat atau kriteria pemuatan naskah dari suatu media
– Tanyakan topik atau tema apa yang mereka kehendaki
– Mintalah gaya selingkung (in house style)-nya
– Berkenalanlah dengan pengasuh rubrik secara personal
Isi (content)
Apa yang dimaksudkan dengan isi atau konten artikel?
Bukan hanya untuk artikel, konten adalah bahan pokok atau esensi dari setiap tulisan. Konten adalah blok bangunan dasar dari setiap tulisan. Sebuah tulisan tanpa isi, tidak akan ada orang yang sudi membacanya. Isi menjadi alasan utama orang membaca buku, jurnal, majalah, surat kabar, browsing web, atau mengunduh blog dan face book.
Nilai dari suatu tulisan pada umumnya, atau situs didasarkan pada isi. Jadi, manakala isinya baik, baik pula nilai yang dirasakan pembaca dari suatu medium. Namun, tidak mudah menghasilkan isi sebuah tulisan yang dianggap berharga oleh banyak orang. Khusus artikel, salah satu cara membuatnya bernilai ialah dengan meramunya sedemikian rupa sehingga isinya:
– informatif
– menarik
– memecahkan masalah
– menjawab pertanyaan
– dan ditulis dengan baik
Seorang penulis artikel harus menulis topik yang menarik sehingga memancing sebanyak mungkin orang membacanya.
Topik harus aktual (dari kata latin actu yang berarti: mengandung unsur kekinian, kebaruan, hangat) dan menggunakan kata yang populer (dari kata latin populus) yang berarti: menggunakan kata yang akrab dengan segmen pembacanya.
Jangan menulis artikel terlampau panjang. Redaktur tidak punya banyak waktu untuk memotongnya atau menulisnya ulang. Sering terjadi, tema artikel menarik, namun karena terlalu kepanjangan, dan redaktur tidak ada waktu untuk menulisnya ulang sehingga tidak dimuat.
Sesuaikan panjang artikel dengan space yang tersedia, hal ini dapat dilihat dari ketentuan dan tata aturan yang sudah digariskan. Namun, biasanya panjang sebuah artikel berkisar antara 700 dan 1.200 kata.
Setiap tulisan yang baik akan meninggalkan kesan pada pembaca
Artikel yang dimuat di suatu media adalah hasil dari sebuah proses kreatif. Tiap penulis mempunyai proses kreatifnya masing-masing. Penulis sekaliber Arswendo Atmowiloto, William Chang, Christianto Wibisono, dan Goenawan Mohamad misalnya, mungkin sudah tidak memerlukan lagi mind mapping ketika menulis artikel. Mereka sudah mafhum bagaimana membagi space untuk menuangkan sebuah gagasan. Namun, untuk pembelajar, apalagi pemula, perlu mengikuti langkah-langkah yang berikut ini untuk menghasilkan artikel yang berdaya guna dan berhasil guna.
1. Tentukan topik artikel Anda.
Ketika hendak menulis, yang pertama kali ditentukan bukan judul. Seorang penulis perlu memutuskan topik apa yang ingin ditulis. Apakah akan menulis topik tentang pendidikan, sosial, politik, real estat, gaya hidup, olah raga, seni, budaya, e-commerce? Setelah mendapatan gagasan pokok, selanjutnya penulis perlu memusatkan perhatian pada masalah yang lebih spesifik. Ada beberapa cara untuk melakukan ini. Salah satunya ialah membuat peta pikiran.
Peta pikiran adalah diagram yang digunakan untuk membantu penulis mengembangkan dan mengklasifikasikan ide, bagaimana menyusunnya, dan menatanya sehingga dihasilkan sebuah tulisan yang fokus, tidak melebar.
Dalam dunia penulisan, kerap pula disebut diagram sarang laba-laba (spider diagram) sebab gagasan pokok selalu berada di tengah-tengah persis seperti laba-laba yang senantiasa berada di tengah-tengah sarangnya. Adapun jaringannya adalah cabang-cabang gagasan pokok. Mana gagasan yang relevan dikembangkan dan disatukan, sedangkan yang tidak relevan dibuang, atau dijadikan tulisan yang lain lagi.
2. Lakukan riset (kecil) pasar untuk topik yang telah Anda pilih.
Setelah menentukan topik, lakukan riset pasar-sasaran Anda untuk menentukan topik yang spesifik untuk artikel Anda. Apa kira-kira pertanyaan yang akan muncul di benak pembaca dan mereka ingin ketahui jawabannya? Atau apa masalah spesifik yang mereka alami yang dapat Anda bantu pecahkan? Lakukan pencarian secara online di bidang yang Anda minati dan lihat apa yang menarik bagi minat pembaca? Anda dapat juga mencari informasi baik di forum dan blog apa yang sedang trend dan melihat apa yang sedang dibahas di sana. Apa topik minggu, bahkan hari itu, yang sedang mencuat ke permukaan? Lalu, Anda ingin membahasnnya dari sudut pandang mana? Cara termudah membuat orang menemukan artikel yang berharga adalah dengan menjawab pertanyaan yang benar-benar nyata ditanyakan dan ingin diketahui pembaca.
3. Temukan kata kunci yang digunakan oleh segmen dari pasar sasaran Anda.
Langkah ini penting karena menjaga Anda tetap membidik target pasar dan senantiasa mencari jawaban atas pertanyaan mereka. Anda ingin menggunakan kata kunci tersebut dalam artikel Anda.
4. Brainstorming (dadarkan) topik untuk artikel Anda
Setelah memiliki informasi dari langkah-langkah sebelumnya, bertukar pikiran dengan sahabat dan andai taulan tentang topik artikel Anda kerap penting juga. Jika dirasa cukup, Anda dapat mulai menulis. Proses ini penting karena akan membantu mengalirkan kreativitas. Hanya mulai menulis sekumpulan kata dan frasa yang berhubungan dengan beberapa orang yang mengalami masalah, atau pertanyaan-pertanyaan mereka minta.
5. Tulis kesimpulan artikel.
Ini tentu bukan sesuatu yang sukar karena Anda tinggal menyarikan apa yang baru saja Anda tulis. Penutup artikel yang baik akan meninggalkan kesan tertentu pada pembaca. Dapat dengan satu simpulan yang menyentak. Bisa pula dengan pertanyaan yang menggugat. Misalnya, “Bukankah kita juga bagian dari masyarakat yang demikian?”
6. Mulai menulis.
Sekarang Anda memiliki topik, judul, gagasan, dan struktur dari artikel Anda. Anda dapat mulai menulis.
7. Tulis pengenalan artikel.
Sekali Anda telah menulis seluruh badan artikel, selanjutnya akan mudah untuk menulis pengantar. Ingat, artikel dasar dimulai dengan mengatakan kepada pembaca apa yang Anda akan beritahu mereka. Huruf, kata, kalimat, dan paragraf pertama yang Anda tulis tidak harus “mati” demikian, yang tidak boleh diganggu gugat dan diubah-ubah lagi.
8. Buat judul
Setelah menulis artikel yang dianggap memenuhi target pasar, buat judul artikel yang efektif. Banyak orang menyangka judul harus dibuat lebih dulu sebelum mulai menulis. Tidak! Judul justru dibuat paling belakangan, sesudah tulisan jadi. Usahakan membuat judul yang memancing perhatian pembaca dan menarik mereka untuk meneruskan dan tetap berkanjang membaca artikel Anda.
9. Mengoreksi artikel.
Setelah menulis, lakukan koreksi kembali. Periksa ejaan, tata bahasa, aliran gagasan, cek apakah khalayak sasaran sudah disapa atau belum. Jika memungkinkan, mintalah orang lain untuk membaca artikel Anda. Orang ketiga biasanya jauh lebih jeli mengamati kekurangcermatan atau kesalahan daripada penulisnya sendiri. Terimalah kritik yang membangun. Jadikan masukan itu penambah gizi bagi tulisan Anda!
10. Langkahkan kaki menjauh dari artikel.
Jangan lihat artikel Anda setidaknya selama satu hari.
Melangkah pergi dan lakukan sesuatu yang lain.
11. Membaca kembali artikel dan mengoreksinya lagi.
Anda akan merasakan sesuatu yang lain ketika membaca artikel setelah beberapa waktu istirahat. Mengapa? Karena Anda sudah mengambil jarak. Ibaratnya, Anda kini berada di atas helikopter dan melihat ke bawah, dan kini menjadi terang semuanya. Anda dengan mudah membuat perubahan yang diperlukan dan kemudian siap menyelesaikannya. Jika masih belum merasa puas, ulangi lagi langkah 9 dan 10.
12. Sebelum memposting artikel, sebaiknya Anda menulis pengantar yang simpatik. Pengantar berisi penjelasan yang simpatik dan meyakinkan mengenai urgensi dan nilai suatu artikel sehingga redaktur benar-benar yakin bahwa artikel yang Anda kirimkan layak dimuat. Jangan lupa sertakan nomor telepon yang mudah dihubungi dan nomor rekening untuk memudahkan bagian adimistrasi mengirimkan honorarium
Sekarang saatnya membuat kotak sumber daya Anda.
Kotak sumber daya adalah tempat Anda ingin mengarahkan pembaca untuk panggilan tertentu agar segera bertindak, seperti mendaftar ke mailing list tersebut, menelepon Anda, mengirimkan saran dan komentar ke situs web Anda, atau membeli produk atau jasa. Struktur yang baik untuk kotak sumber daya adalah menyatakan suatu masalah dan apa yang harus mereka lakukan untuk menghindarinya. Jika Anda memiliki cukup ruang, akan sangat membantu untuk meninggalkan kepercayaan tentang siapa Anda dan mengapa mereka harus mendengarkan Anda. Jika tidak memungkinkan melakukan yang lain, cukup di akhir artikel mencantumkan alamat surat elektronik Anda.
13. Biarkan dunia tahu artikel yang Anda tulis. Anda dapat menemukan tempat untuk mempromosikan artikel Anda.
Bagaimana mengembangkan dan menuangkan gagasan?
Setiap wacana berawal dari sepatah kata . Tulisan yang panjangnya ratusan ribu, puluhan ribu, seribu, dan seratus diawali dari sepatah kata. Masalahnya, dari mana mulai menulis? Inilah yang kerap menimpa penulis pemula sehingga sudah berjam-jam di depan layar komputer tulisan tidak jadi-jadi juga.
Ketika mengalami apa yang disebut writer’s block atau gagasan mampet dan kehabisan ide, teori bisa jadi dari kandas dalam praktik semacam ini. Jika demikian, apakah teori menulis tidak perlu? Tetap perlu sebagai landasan teoretis agar sebuah tulisan diakui umum dan sesuai dengan pakem yang diakui. Teori itu harus sama dan sebangun dalam hasil akhir tulisan berupa naskah clean copy (siap saji atau siap di-posting). Namun, dalam proses kreatifnya tentu saja tidak harus mulai menulis dari awal, tengah, dan akhir sesuai dengan teori Gustav Freytag.
Dapat saja penulis mulai menulis dari hal yang ia sukai. Penulis bebas mulai menulis dari mana. Kebebasan untuk mulai menulis ini disebut juga free writing. Namun, setelah diedit dan disempurnakan, tulisan bebas tersebut tidak bebas dalam bentuk , tetapi harus sesuai dengan kaidah dan teori menulis.
Perlu diberi catatan, tidak setiap orang dapat menulis sekali jadi. Pengalaman menunjukkan bahwa penulis profesioal menyelesaikan menulis sebuah artikel dalam tempo tiga jam.
Artinya, artikel yang ditulis itu sempurna, mulai dari pemilihan topik, gagasan yang dituangkan cerdas dan bernas, penempatan dan penggunaan pungtuasi benar dan tepat, menarik, dan memenuhi standar kualifikasi media papan atas. Bahkan, proses kreatif satu tulisan dengan tulisan lain berbeda. Kerap tulisan yang dihayati dan disukai membutuhkan waktu relatif singkat untuk merampungkannya. Namun, untuk topik tertentu, kadang membutuhkan waktu lebih lama.
Bagaimana dengan penulis pemula? Sebelum menulis, penulis pemula sebaiknya membuat peta pikiran (mind mapping) lebih dahulu. Peta pikiran ini diperlukan bukan saja agar tulisan (gagasan) tidak melebar ke mana-mana, tetapi juga untuk memandu penulis akan mengarah ke mana, selain sebagai pedoman untuk mengetahui seberapa banyak porsi yang diberikan pada awal, tengah, dan akhir tulisan. Jangan sampai, karena keenakan menulis bebas, pada hasil akhir tulisan porsi awal (pengantar) jauh lebih banyak dibandingkan dengan isi. Ini tidak proporsional!
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa terdapat tahap-tahapan dalam menulis, mulai dari mencari ide (invention) hingga tahapan memeriksa kembali cetak coba (proofreading). Normatif itulah tahapan menulis yang harus dilalui. Namun, proses kreatif setiap tulisan tidak harus berjalan linear seperti itu, kecuali tahap pertama (invention) adalah wajib. Mengapa? Sebab tanpa diawali dari menemukan ide, tidak mungkin untuk mulai menulis.
Jika ide atau topik sudah ditemukan, bagaimana mengembangkannya? Menulislah dengan bebas. Jangan hiraukan urutan logis, kesalahan spelling, tanda baca, ejaan, akurasi nama orang dan nama tempat. Jangan sekali-kali bertindak sebagai penulis dan sebagai editor pada waktu yang sama. Mengapa? Karena tulisan Anda tidak pernah rampung.
Misalnya, ketika rasa ingin tahu untuk mengecek apakah kata “cek” jika mendapat awal me menjadi mencek atau mengecek? Anda akan membuka kamus, tidak ketemu. Membuka tesaurus, tidak juga bersua jawaban. Lalu Anda bertanya pada munsyi di Pusat Bahasa dan yang bersangkutan baru masuk bekerja esok hari. Apakah harus menunggu semalam baru melanjutkan menulis? Tidak! Beri catatan, atau tanda, pada kata atau istilah yang Anda kurang yakin benar. Biarkan gagasan mengalir seiring dengan mood Anda, jangan pernah dibendung oleh rintangan yang tidak seharusnya menjadi hambatan. Ubah hambatan menjadi peluang!
Dari mana mulai menulis? Pada galibnya, menulis sama dengan berbicara. Menulis ialah berbicara di atas kertas atau berbicara melalui tulisan. Karena itu, setiap orang yang dapat berbicara, pasti dapat menlis. Uniknya, bahkan orang bisu pun dapat menulis.
Karena itu, mulailah menulis sebagaimana Anda mulai berbicara! Bahkan, menulis lebih mudah daripada berbicara. Mengapa? Sebab ketika berbicara, sekali diucapkan, kata-kata akan berlalu. Apa yang telah diucapkan tidak ada kesempatan memperbaiki dan menariknya kembali. Berbeda dengan menulis. Jika salah, kesempatan memperbaikinya terbuka lebar.
Mulailah menulis dari sepatah kata yang menjadi gagasan pokok, main idea atau central idea-nya. Salah satu medode untuk mengembangkan dan mengurutkan gagasan dimulai dengan menuliskan semua gagasan ke tulisan dengan sama sekali tidak peduli akan urutannya.
Inilah tahap awal menulis, yakni menulis bebas dengan mementingkan aliran gagasan terlebih dahulu dan menafikan untuk sementara hal-hal lain yang bukan-gagasan. Mengapa gagasan ini penting? Sebab sebuah tulisan yang paling pokok adalah gagasan atau isinya.
Keberhasilan seorang penulis bergantung pada kecerdasannya menuangkan seluruh gagasan briliannya ke dalam tulisan. Dilengkapi dengan data dan informasi maka gagasan itu biarkan saja mengalir.
Untuk membantu mengalirkan gagasan, sebaiknya dibuat Lembar Gagasan!
Tahap selanjutnya, merevisi gagasan dan mengurutkannya. Menyesuaikan aliran gagasan dengan apa yang sedang dipikirkan khalayak saat itu (the mind of consumer) dengan menaruh gagasan yang memicu dan menyentak (inciting force).
Lembar Gagasan (hasil organization) tadi kemudian diperbaiki. Sebaiknya ditulis dengan spasi ganda untuk memudahkan agar tersedia ruang bagi penempatan tanda-tanda penyuntingan . Inilah contoh hasil organization (pengorganisasian gagasan) sebelum memasuki tahap selanjutnya yakni mulai menuangkan gagasan demi gagasan melalui kata yang membentuk kalimat, kalimat membentuk alinea. Sebaiknya satu gagasan, satu alinea. Gagasan yang sambung-menyambung mengalir secara koheren membentuk wacana yang utuh.
Struktur artikel
Adakah “rumusan” yang manjur untuk membuat artikel? Rumusan itu memang ada! Namun, seperti kata pepatah, “Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.” Setiap media punya standar atau lebih tepat selera sendiri-sendiri.
Karena itu, jangan pernah patah arang manakala artikel Anda ditampik suatu media. Bukan karena jelek, namun bisa jadi karena “selera” tadi. Ada media yang jelas-tegas menulis “Jika dalam tempo dua minggu tidak dimuat, penulis dapat mengirimkannya ke media lain.”
Meski kental oleh “selera” dan hubungan pribadi dengan redaktur opini, sebenarnya terdapat pedoman umum bagaimana struktur sebuah artikel. Sesuai dengan anjuran Aristoteles, kemudian dikembangkan Gustav Freytag, sebuah artikel terdiri atas tiga pilar utama yakni awal, tengah (content, body), dan akhir yang dapat dibuatkan detailnya seperti contoh berikut ini.
Bagian I: Awal
Pada bagian awal, elemen yang harus ada ialah:
1. Pernyataan atau tesis
2. Argumen 1
3. Argumen 2
4. Argumen 3
5. Kalimat penutup
Bagian II: Tengah (Isi)
Pada bagian tengah, elemen yang harus ada ialah:
A. Topik kalimat (berdasarkan Argumen 1)
6. Pendukung contoh 1
7. Pendukung contoh 2
8. Pendukung contoh 3
9. Kalimat penutup
Topik B. Kalimat (berdasarkan Argumen 2)
10. Pendukung contoh 1
11. Pendukung contoh 2
12. Pendukung contoh 3
13. Kalimat Penutup
C. Topik Kalimat (berdasarkan Argumen 3)
14. Pendukung contoh 1
15. Pendukung contoh 2
16. Pendukung contoh 3
17. Kalimat penutup
Bagian III: Akhir
18. Ringkasan poin utama (tiga kalimat topik – A, B, dan C)
19. Komentar atau saran tentang pernyataan atau tesis
20. Kalimat penutup
Setiap tulisan yang baik akan meninggalkan kesan pada pembaca.
Anda dapat merujuk ke pedoman struktural ini jika hendak menulis artikel. Masukkan informasi tentang topik Anda ke dalam pedoman template di atas dan lihat bagaimana artikel Anda berkembang.
Jika alur itu diikuti maka semuanya akan seperti sihir yang membuat pembaca mendapatkan sesuatu yang mereka perlukan. Sebagai penulis, Anda sudah mencapai tujuan. Artikel Anda dimuat, Anda mendapat honor, media yang memuatnya beruntung mendapat artikel bermutu, dan pembaca juga diuntungkan karena mendapat sesuatu usai membaca artikel Anda.
Sampai di sini, Anda pasti bertanya, “Panjang lebar bahas artikel, emang yang ngebahas artikelnya dimuat di mana saja?”
Ah, malu aku mengatakannya. Sebab, sejak pertama artikel saya dimuat Kompas ketika masih mahasiswa 11 Maret 1984 di bawah judul “Tindakan Preventif untuk Mengurangi Penurunan Budaya Mangkok Merah”, saya baru mempublikasikan di berbagai media, regional, nasional, maupun internaisonal, 4.000 artikel. Kebanyakan di harian Kompas. Ini satu dari sekian contoh.
“Tanpa Kompas, serasa belum pas!” ini bukan kata saya, melainkan kata Jakob Oetama, sang guru menulis dan pendiri Kompas. Hendak menggambarkan ibarat sayur tanpa garam manakala belum membaca –sebagai pembaca, dan menulis jika penulis di Kompas. Itu dulu. Mungkin kini pun, masih begitu. Tapi memang saya bertemu seseorang yang belum merasa sebagai penulis. Dan minta saya sudi tandem dengannya menulis untuk Kompas. Saya bilang, “Sudah gantung artikel!”
Itu sekadar misal. Asal tahu. Bahwa nembus Kompas adalah cita-cita dan impian setiap penulis. Rasanya belum sah, bila tulisan kita belum dimuat Kompas.
Seperti halnya para pemain sepakbola yang merasa belum benar-benar pemain, bila belum berlaga di Piala Dunia.