“Cogito, ergo sum”.
Pernahkah Anda mendengar frasa itu? Suatu ungkapan dalam bahasa Latin yang dapat diterjemahkan menjadi “Aku berpikir, maka aku ada.”
René Descartes
Frasa ini merupakan konsep filosofis yang sangat terkenal dan dikaitkan dengan filsuf René Descartes. Descartes mengemukakan ungkapan ini dalam karyanya yang berjudul Meditations on First Philosophy (Meditasi Filsafat yang Pertama) yang diterbitkan pada tahun 1641.
Baca Dum Spiro Spero
Ketika Descartes merumuskan ungkapan ini, tujuannya adalah untuk mencari dasar atau kepastian yang tak terbantahkan untuk pengetahuan.
Descartes memulai perenungannya dengan mempertanyakan segala sesuatu dan meragukan kebenaran segala hal, termasuk realitas dunia fisik dan bahkan keberadaan Tuhan. Namun, satu-satunya hal yang tidak dapat diragukan menurut Descartes adalah proses berpikir itu sendiri.
Keragu-raguan sebentuk penghormatan kepada kebenaran
Dalam meragukan segala hal, Descartes mencapai kesimpulan bahwa jika ia meragukan atau memikirkan sesuatu, maka ia pasti ada. Kesadaran akan pemikiran dan keraguan menunjukkan keberadaan subjek yang berpikir, yaitu dirinya sendiri. Oleh karena itu, ungkapan “Cogito, ergo sum” menyiratkan bahwa keberadaan seseorang dapat dipastikan melalui tindakan berpikir.
Ungkapan ini mencerminkan pendekatan metodologis Descartes terhadap filsafat dan penggunaan keraguan radikal sebagai alat untuk mencapai kebenaran yang pasti.
Relevansi Cogito, ergo sum dalam hidup keseharian
Meskipun argumennya telah diperdebatkan dan dikritik oleh berbagai filsuf, “Cogito, ergo sum” tetap menjadi salah satu ungkapan filosofis paling terkenal dan mendalam dalam sejarah pemikiran Barat.
Baca Et tu, Brute?
Relevansi ungkapan “Cogito, ergo sum” dalam kehidupan sehari-hari dapat dipahami melalui beberapa sudut pandang:
- Keberadaan Pribadi dan Kesadaran Diri
- Dalam konteks kehidupan sehari-hari, konsep ini dapat diartikan sebagai pengakuan akan keberadaan diri dan kesadaran pribadi. Kesadaran akan pemikiran, pertimbangan, dan refleksi mengenai diri sendiri merupakan bagian integral dari pengalaman manusia.
- Kepastian Diri
- Ungkapan ini menyoroti kepastian eksistensi individu melalui proses berpikir. Meskipun kita mungkin meragukan banyak hal dalam kehidupan, kita dapat memiliki keyakinan dalam kenyataan bahwa kita berpikir dan merenung, dan itu sudah cukup untuk menetapkan keberadaan diri.
- Pentingnya Pemikiran Kritis
- “Cogito, ergo sum” juga dapat mendorong kita untuk menghargai pentingnya pemikiran kritis. Dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan untuk meragukan, mempertanyakan, dan memikirkan secara kritis dapat membantu kita membuat keputusan yang lebih baik, memahami dunia dengan lebih mendalam, dan berkembang sebagai individu.
- Ketidakpastian dan Pengambilan Keputusan
- Meskipun ungkapan ini menetapkan keberadaan diri, ia juga mencerminkan realitas bahwa tidak semua hal dapat dipahami atau diketahui dengan pasti. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada ketidakpastian, dan pengakuan akan keterbatasan pengetahuan ini dapat membentuk sikap rendah hati dan kewaspadaan.
- Relasi dengan Etika dan Moralitas
- Kesadaran diri juga berperan dalam pertimbangan etika dan moralitas. Kemampuan untuk merenung tentang tindakan dan nilai-nilai pribadi dapat membentuk dasar bagi pengambilan keputusan etis dalam kehidupan sehari-hari.
Memikirkan dan menghargai eksistensi diri
Ungkapan “Cogito, ergo sum” mengajak kita untuk memikirkan dan menghargai eksistensi diri. Selain menekankan pentingnya pemikiran sebagai dasar untuk pemahaman dunia dan diri sendiri.
Baca Does Any Current Leader still Implement this: “Orderint dum Metuant” in this day and age?
Relevansinya meluas ke berbagai aspek kehidupan. Termasuk pembentukan identitas pribadi, pengambilan keputusan, dan pertimbangan etika. *)
sumber ilustrasi: https://www.elsiglodedurango.com.mx/