Media itu morfosis. Dalam konteks inilah, Fidler (1997) menggambarkan media ko-evolusi dan ko-eksistensi dengan manusia dan zaman.
Media mengalami penyesuaian, seiring perkembangan peradaban dan teknologi. Namun, konten, isi, atau pesan media tetap. Yang berubah adalah alat yang mengantar, atau menyampaikan pesan kepada receiver (penerima).
Maka menulis pun mengalami evolusi.
Mula-mula manusia menulis dari medium bulu ayam yang dicelupkan ujungnya ke tinta cair. Kini orang menulis dengan alat tangkap suara, yang langsung output-nya tulisan. Kita bicara. Ngomong saja. Alat menangkapnya itu bernama: Keep Notes. Atau Write by Voice, menulis dengan suara yang dapat diunduh aplikasinya di Google.
Anda telah coba? Saya telah dua tahun belakangan mempraktikkannya. Sangat cepat. Lagi pula, menulis bisa di mana dan bilamana saja, yang penting ada sinyal. Untuk buku, saya bisa menulis 30 halaman, atau 10.000 kata/hari.
Namanya alat atau medium. Fungsinya membantu melancarkan pekerjaan manusia. Alat tidak pernah menggantikan kedudukan atau fungsi manusia. Mengapa? Sebab alat tidak bisa berpikir dan merasakan.
Oleh sebab itu, alat menulis masa kini itu hasilnya masih perlu diedit kembali akurasinya. Asalkan jelas vokalnya, akan benar pula konversinya.
Hal yang saya suka adalah bahwa hasil menulis dari alat baru ini dijamin tidak plagiat. Ori. Benar-benar ori. Sebab keluar dari pikiran dan perasaan sendiri. Dengan kata dan idiom sendiri.
Itu sebabnya, kini saya bisa nuli 5-10 artikel/ hari. Semua untuk kebutuhan mengisi konten portal berita dan informasi milik saya, jumlahnya 6, berbasis Google Adsense.
Kini saya menulis berbeda dengan dulu, zaman koran / majalah analog. Dulu saya menulis untuk mendapat honor. Kini saya menulis untuk mendapat iklan.
Ini salah satu evolusi menulis itu!
Evolusi berbeda dengan revolusi. Silaka cek di kamus bedanya.
Khusus di dalam teknik dan alat menulis. Perubahan secara lambat (evolusi). Ataukah perubahan secara cepat (revolusi)?
Silakan Anda menilai!
Dahulu kala. Pada zaman kuda menggigit besi. Orang menulis menggunakan alat tulis dari bulu ayam yang dicelupkan tinta.
Kemudian, orang menulis menggunakan styllus, atau pensil. Dari sini istilah style (gaya tulisan, gaya mengarang, karya sastra) berasal. Makna harfiahnya adalah: pensil, pancang, tiang, tonggak.
Lalu alat tulis beralih ke pena, ball point, spidol. Alat tulis cukup andal setelah itu yang digunakan dalam tempo cukup lama adalah mesin ketik manual, mesin ketik listrik, Personal Computer (PC), dan laptop.
Hingga terkini, menulis dengan gadget (gawai). Melalui ponsel (HP) kita masing-masing. Di mana kita amat sangat dimanja cukup bersuara (voice) atau berbicara. Maka jadilah tulisan.
Dahulu kala. Konsep, sekaligus ritual, saya menulis adalah duduk manis di kursi dan berkanjang dengan mesin ketik, PC, dan laptop merangkai kata-kata di atas meja. Tangan /jemari bekerja memindahkan pikiran, perasaan, pengalaman, pengetahuan dan indera ke dalam tulisan. Namun, kini. Sembari tiduran. Bahkan di perjalanan. Di pesawat. Di ruang tunggu. Di WC. Atau di mana saja. Menulis menggunakan suara.
Agaknya, dalam horizon perkembangan zaman dan dinamika mediamorfosis. Di mana media koevolusi dan koksistensi dengan manusia. Maka kata “menulis” perlu diredefinisi.
Merunut kepada Kamus Bahasa Indonesia daring. Menulis dimaknai sebagai:
menulis/me·nu·lis/ v 1 membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya): anak-anak sedang belajar ~; melukis baginya merupakan kesenangan yang dimulai sebelum ia belajar ~; 2 melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan: ~ roman (cerita), mengarang cerita; ~ surat membuat surat; berkirim surat; 3 menggambar; melukis: ~ gambar pemandangan; 4 membatik (kain): lebih mudah mencetak daripada ~ kain;
JIka kita camkan dengan saksama. Dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Makna kamus “menulis” di atas belum cukup untuk menggambarkan proses dan kegiatan menulis pada masa kini.
Memang telah ada gagasan di dalamnya. Namun, masih kurang lengkap. Jika saya boleh definisikan, maka “menulis” saat ini adalah:
Proses kreatif dan olah intelektual seseorang di dalam menuangkan gagasan, pikiran, pengalaman, pengetahuan, dan indera ke dalam tulisan menggunakan berbagai alat bantu (teknologi) sedemikian rupa, sehingga tulisan itu bermakna sekaligus berguna baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Anda pun dapat membuat definisi terkini dari menulis!
Sebelum bertemu dan mengenal Pepih Nugraha secara intens dalam kegiatan literasi. Setahun lalu (2021). Saya menulis menggunakan alat laptop. Ke mana pergi, selalu membawa dan memangku komputer yang tipis serta tidak terlalu berat itu. Saya suka merek Lenovo. Key board-nya pas di jari saya. Saya akan cepat sekali menulis.
Akan tetapi, setelah bertemu Pepih. Saya dikenalkan pada alat bantu menulis-cepat di ponsel. Ia memberitahu, sekaligus membantu saya men-dowan load-nya. Yakni: Keep Notes. R atau E-volusi Menulis saya mulai dari sini!
Catatan:
Untuk menggunakan aplikasi Keep Notes. Sebelumnya Anda harus mengunduh aplikasi GBoard di PlayStore untuk ponsel Android, yang memungkinkan fitur “voice” yang mengubah ucapan menjadi teks, muncul dan berfungsi.
Dahulu kala. Konsep, sekaligus ritual, saya menulis adalah duduk manis di kursi dan berkanjang dengan mesin ketik, PC, dan laptop merangkai kata-kata di atas meja. Tangan /jemari bekerja memindahkan pikiran, perasaan, pengalaman, pengetahuan dan indera ke dalam tulisan.
Namun, kini. Sembari tiduran. Bahkan di perjalanan. Di pesawat. Di ruang tunggu. Di WC. Atau di mana saja. Menulis menggunakan suara.
Dahulu saya katakan, mungkin 20 tahun lalu. “Menulislah seperti halnya Anda bicara!”
Menulis dan bicara hakikatnya sama. Yakni menyampaikan/ menuangkan gagasan. Hanya bedanya, yang satu secara lisan yang lain ke dalam tulisan.
Kini berbicara dan menulis itu satu dan sama adanya!
Jika menulis (hanya) menuangkan gagasan ke dalam tulisan. Banyak orang bisa. Namun, apa dan bagaimana “kualitas” tulisan yang dihasilkan. Itulah masalahnya!
Hanya memang. Setelah ditransfiormasi (alihujud) seluruh suara ke dalam kata-kata. Semua harus diedit lagi. Beberapa patah kata, kerap salah tangkap. Atau ketika kita bicara, ada vokal yang kurang jelas. Alih suara ke tulisan akan menemui sedikit hambatan.
Program Keep Notes, atau Write by voice adalah alat pelancar dan pemudah. Tetap manusia nomor wahid di atas segala alat ciptaannya. Bahwa, sebagaimana dinujumkan McLuhan. Bahwa Technology is the extension of man. Teknologi (hanyalah) alat bagi kepanjangan manusia.
Toh demikian. Pada era serbasemua dalam satu ini. Segala fasilitas dan kemudahan menulis tersedia di satu alat (ponsel) saja. Silakan Anda menggunakannya.
Entah Keep Notes, entah Write by voice. Sama-sama menyimpan otomatis. Tidak ada istilah “hangus”, atau hilang. Jika tulisan sudah dirasa cukup, dengan amat mudah dipindah melalui teknik : copas ke WA, Inbox FB, email. Atau dikirim ke mana mau.
Saya sendiri. Jika sedang dalam perapian (on fire) menulis. Sehari bisa sampai 30 halaman, atau 10.000 kata.
Kini. Dengan Keep Notes, atau Write by voice. Bisa dua kali lipatnya!
Hal yang patut, sekaligus penting, dicatat. Dalam R/E volusi Menulis ini. Tidak akan plagiat. Sebab murni gagasan kita (penulis/pembicara) yang tertulis melalui suara!
Ini (salah satu) keunggulannya!
Dengan alat canggih ini. Setiap orang, yang bisa bicara, bisa jadi penulis. Tapi apakah semudah itu jadi penulis?
Bisa ya, bisa tidak. Jika mengasah kemampuan terus, niscaya bisa. Berlatih. Menuangkan gagasan. Memperkaya olah kata. Melenturkan bahasa. Menambah jumlah diksi. Mempertajam lukisan dengan metafora. Menggandakan perbendaharaan kosa kata. Dan sebagainya.
Di samping itu, tentu saja. Belajar langsung menulis dari pakarnya. Yang dalam dunia creative writing disebut: read and emulate great writings. Bertemu langsung pakar dan biangnya. Baca. Mamah biak. Lalu ATM-kan, bukan tiru plek. Bagaimana cara munsyi dan pakar menulis?
Toh keterampilan apa pun. Termasuk mahir menulis. Tidak ujug ujug. Semua perlu latihan. Berkanjang. Selain memang ada unsur: aanleg! Passion. Minat. Tapi bukan: bakat (talenta).
Dan yang namanya alat tetap alat. Manusia di baliknya, itu yang utama. Namun, dengan alat bantu baru ini. Siapa saja dimudahkan. Sekaligus berpotensi menjadi penulis.
Jika menulis (hanya) menuangkan gagasan ke dalam tulisan. Banyak orang bisa. Namun, apa dan bagaimana “kualitas” tulisan yang dihasilkan. Itulah masalahnya!
Cobalah!
Saya lalu berpikir: suatu waktu. Bisa jadi. Pikiran kita bisa langsung jadi tulisan. Hati juga. Batin juga. Juga perasaan. Bisa langsung transformasi jadi tulisan. Hic et nunc. Di sini. Dan di tempat ini juga, jadi.
Yang ini, belum bisa kita coba.*)