Belajar Menulis dari Bung Karno | Judul Buku dengan Tulisan Tangan yang Khas (3)

Senantiasa suka hati saya melihat. Sekaligus membaca buku-buku tua, terutama buku karya Ir. Soekarno –yang juga populer dengan sapaan “Bung” plus ujung namanya “Karno”, sehingga menjadi: Bung Karno.

Pada zaman Orde Baru, ada seorang menteri, yakni Menteri Penerangan, disapa “Bung”, yakni Bung Harmoko.

Di lingkungan Kompas-Gramedia, big boss kami Jakob Oetama, kerap menyapa kami dengan “Bung” pula. Ini sinyal. Jika JK –inisial pendiri Kompas-Gramedia itu, lagi bagus cuaca hati dan jiwanya. Jika cuaca sedang muram-durja, maka ia menyapa kami dengan “You”.

Memang sedikit saja orang yang disapa dengan: Bung. Segelintir saja. Hatta, Tomo misalnya. Itu saja tokoh kemerdekaan yang saya ingat disapa demikian.

Kembali ke buku BK ini.

INDONESIA MENGGUGAT
Hal yang saya kagumi banyak dari BK sebagai penulis.

Pertama, tentu konten bukunya yang brilian, nulli secundus, dan tak seorang pun punya pengalaman seperti beliau untuk dinarasikan.

Kedua, judul buku yang sungguh unik: Tulisan tangan Bung Karno sendiri. Sangat khas. Seperti Proklamasi dan teksnya.

Saya merindukan adanya buku bertulisan tangan. Di abad ini, saya teringat novel Ayu Utami yang  terkenal itu, edisi perdananya judul buku adalah tulisan tangan: Saman. Haruslah diakui bahwa tulisan tangan orang zaman dulu, bagus-bagus memang. Mengapa demikian? Sebab ada pelajaran “menulis indah”, yang nanti akan saya ulas.

Buku ini telah saya baca sejak tahun 1970-an, ketika SD. Dan mencuri membaca dari koleksi buku ayah saya.

Brisi pidato pembelaan Bung Karno yang dibacakan oleh Soekarno pada persidangan di Landraad, Bandung pada tahun 1930.

Tak usah diuraikan lagi, bahwa proses ini adalah proses politik: ia, oleh karenanya, di dalam pemeriksaannya, tidak boleh dipisahkan dari soal-soal politik yang menjadi sifat dan asas pergerakan kami dan yang menjadi nyawa pikiran-pikiran dan tindakan- tindakan kami…

Pembukaan Pembelaan Bung Karno yang terkenal itu “Indonesia Menggugat”. Bahwa proses peradilan yang sedang dilakukan terhadapnya adalah sebuah proses politik penguasa kolonial untuk membungkam gerakan nasional.

Diterbitkan oleh Penerbit S.K. Seno, Jakarta (1951), dengan tebal 187 halaman ini isinya tetap aktual. Kandungan isinya pun tidak lekang oleh zaman. Bahwa proses peradilan perkara, jika itu beermuatan politik kepentingan, sarat rekayasa dan pengadilan hanyalah sebuah panggung sandiwara.

Bung Karno pribadi tak-ada habisnya untuk didecak-kagumi. Sebagai penulis, kita salut akan konten bukunya yang brilian, nulli secundus. Tak seorang pun punya pengalaman seperti beliau untuk dinarasikan. Di samping judul buku yang sungguh unik: Tulisan tangan Bung Karno sendiri.

DI BAWAH BENDERA REVOLUSI
Buku ini berisi 61 tulisan Bung Karno. Dimuat berbagai media antara kurun waktu 1917-1925. Edisi pertama buku ini terbit tahun 1959 oleh sebuah panitia penerbitan di bawah pimpinan Mualliff Nasution.

Meski secara kaidah penulisan Dibawah mestinya: Di Bawah (dipisah penulisan: Di Bawah), karena Bung karno yang menulis, dianggap unik malah. Tokoh sebesar beliau, senantiasa jadi anutan. Apa yang dikatakannya dianggap benar.

Kita lalu teringat akan pidato Bung Karno yang memungut peribahasa Latin “Vivere pericoloso” yang menyatakan makna: gawat darurat, bersiap-sedia untuk suatu kecemasan, SOS; sebenarnya  kurang tepat. Dalam bahasa Italia, seharusnya: Vivere pericoloso mensa. Namun, khalayak menganggapnya benar. Dan jadilah benar anggapan itu. Ya juga sih, tidak lengkap, bukan berarti: salah!

Toh demikian, tiras buku ini pada Cetakan perdana sungguh mengagumkan: 50.000 eksemplar! Ruar biasa! Tidak pernah terjadi, bahkan di era Orde Baru hingga kini –buku personal yang demikian ini dicetak sebilangan demikian. Dijual di pasar bebas pula. Bukan proyek.

Ketika menjadi Ketua Pelaksana Penerbitan kembali buku-buku dan pemikiran BK di PT Grasindo memperingati seabad pemimpin besar revolusi itu, 2001, saya diberitahu para ajudannya untold story about Bung Karno. Tiga di antaranya tentang “Indonesia”, westafel, dan buku ini. Baiklah saya berbagi di sini ihwal judul buku saja (dulu).

Syahdan, judul buku ini langsung dari BK: menandai pemikirannya semasa menuju republik ini hamil besar akan melahirkan anak kandung bernama revolusi-kemerdekaan Republik Indonesia –yang kini susah payah kita pelihara sebab kadang dicabik-cabik orang yang punya kepentingan sesaat dan golongan.

Seperti dapat dilihat. Judul kedua buku ilustrasi yang dibahas adalah TULISAN TANGAN BK sendiri.

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply