Keterbacaan sebuah wacana, atau buku, bukan hanya ditentukan oleh jenis huruf atau ukuran poin yang digunakan, tetapi juga oleh kemudahan atau kesulitan dalam pemilihan kata yang digunakan oleh penulis dalam menyampaikan pesan. Ini dapat diukur menggunakan Fog Index, atau keterbacaan. Dalam artikel berjudul “Keterbacaan Sebuah Buku: Membedah Pentingnya ‘Fog Index,'” kita akan menjelaskan konsep keterbacaan dan Fog Index serta bagaimana hal ini memengaruhi berbagai jenis buku.
Buku memiliki tempat yang istimewa dalam kehidupan kita, dengan beragam jenis dan tujuan pembacaannya. Meskipun buku pelajaran, novel, komik, dan lainnya dapat berbeda dalam tingkat kesulitannya, Fog Index dapat membantu kita memahami mengapa perbedaan ini terjadi.
Fog Index adalah rumusan yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan suatu teks, termasuk buku. Rumusan ini pertama kali dikembangkan oleh Robert Gunning dan berlaku dalam berbagai bahasa. Semakin rendah angka Fog Index, semakin mudah teks tersebut dipahami. Biasanya, teks dengan Fog Index di bawah 8 dianggap mudah dipahami.
Sebagai contoh, kita dapat membandingkan buku pelajaran fisika SMA dengan novel Koala Kumal karya Raditya Dika. Meskipun keduanya termasuk dalam kategori buku, perbedaan dalam pemilihan kata dan struktur kalimat sangat jelas. Buku pelajaran fisika memiliki tujuan pendidikan dan menggunakan bahasa yang lebih teknis, sementara novel “Koala Kumal” ditulis dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti. Walaupun memiliki Fog Index sebesar 14,44 pada beberapa halaman pertama, novel ini masih tergolong dalam kategori teks yang cukup mudah dipahami.
Dengan demikian, Fog Index membantu menjelaskan mengapa berbagai buku memiliki tingkat keterbacaan yang berbeda. Meskipun buku-buku ini termasuk dalam kategori yang sama, seperti buku, mereka tetap memiliki tempat istimewa dalam hati pembaca dengan beragam kebutuhan dan preferensi. *)
