Machiavelli banyak disalahmengerti!
Ia Disyak-wasangka mengajarkan berbagai cara bisa ditempuh mencapai ambisi politik.
Padahal apa yang ditulisnya merupakan refleksi, pemikiran, serta kritik atas praktik politik saat itu yang terjadi.
Baru di buku ke-3, Discorsi Di Nicolo Machiavelli, ia menyatakan bentuk pilihan pribadinya.
Tahun 1980-an, saya sudah baca buku karya Machiaveli, Sang Penguasa. Tahun 1990 baca novel Umberto Eco, yang kemudian diekranasi jadi film layar lebar, The Name of the Rose.
Siapa menduga, kemudian hari (1997) saya pernah ke Firenze tempat Machiaveli mengirimkan risalahnya ke istana Sang Penguasa dari buah hasil permenungan yang dalam atas pertanyaan: Mengapa kekuasaan itu selalu jadi barang rebutan? Apa yang menyebabkan sang penguasa jatuh?
Bertanya dan heran (thaumasia). Tergelitik dan ingin tahu jawabannya. Itulah jalan filsafat. Dan Machiavelli pun menyendiri. Ia menulis risalah, hasil olah pikirnya pada fakta dan praktik politik yang terjadi yang diamatinya. Ia kirimkan naskah-naskah itu ke Istana di kota Firenze.
Saya sungguh ingin menjejak, dan mengamati kota sejarah dan legendaris ini. Maka terjadilah. Kemudian, saya tinggal selama seminggu di Bologna, universitas termashyur tempat Umberto Eco –salah satu semiotisian– mengajar di Universitas Bologna. Namun, saya hanya menulis Machiavelli. Tentang Ecco, akan ada atu nukilan nantinya menyusul di tulisan lain.
Khusus tentang Machiavelli, banyak orang keliru.
Nama lengkapnya: Niccolo Bernardo Machiavelli (1469-1527). Banyak disalahmengertikan. Dikira mengajarkan politik kekuasaan yang “menghalalkan segala cara”, padahal tidak!
Dalam Il Principe, buah renungannya mengapa penguasa jatuh? Ia mengemukakan apa yang nyata-nyata, bukan apa yang seharusnya terjadi. Di sebuah rumah-desa Santa Andrea, Machiavelli menulis buku hasil perenungan yang menjadi topik perbincangan dan diskursus banyak orang ketika itu; bahkan hingga kini.
Orang membaca Il Principe, hanya mafhum Machiavelli mengajarkan politik adalah arena sekaligus cara merebut kekuasaan. Padahal, tidak. Di buku ini, ia hanya membeberkan, tidak menyatakan opininya sendiri. Baru di buku DIscorsi, ia menyatakan bentuk pilihan pribadinya.
Buku Machiavelli yakni:
1. Il Prncipe
2. L ‘Arte della Guerra
3. Discorsi Di Nicolo Machiavelli.
4. Mandragola.
Hal yang menarik dalam Discorsi, Machiavelli membeberkan 6 bentuk pemerintahan, yakni: 1) Principato (kerajaan) 2) Ottimati (aristokrasi), 3) Popolare (demokrasi kerakyatan) 4) Tirannia (tirani), 5) Stato di pochi (oligarki), dan 6) Licenzioso (anarki).
Yang manakah dari ke-6 itu yang paling baik? Tak satu pun!
(Bersambung)