Mading Wisma Widya | Media dan Ajang Saya Belajar Menulis

MAKLUMAT:
Puisi memang tidak bisa membuat saya kaya. Tapi puisi membuat karya-karya saya jadi kaya (Rmsp).

Puisi.
Yang di kala SMA Nyarumkop awal ’80-an. Saya tak tahu ragam dan bilangannya.

Baru mafhum puluhan tahun kemudian. Ketika saya berkanjang di dunia akademik, pasnya bidang Creative Writing. Bahwa ada 51 jenis puisi. Bahwa yang jika huruf pertama, disusun-susun, ke bawah beberapa baris membentuk makna atau nama kita, puisi yang demikian itu namanya: Akrostik.

Dan ternyata pula. Bahwa puisi-puisi saya terdeteksi ke dalam genre: romantis-naturalis. Seperti halnya karya Worthword, Blake, atau di Indonesia Goenawan Mohammad, Sapardi, dan Abdul Hadi.

Masih segar dalam ingatan saya. Majalah dinding kami, anak-anak Wisma Widya Nyarumkop (SMA + SPG) terpampang pada dinding, samping tangga masuk aula –ruang rekreasi.

Tiap kali istirahat. Para siswi SPG suka berbaris di situ: membaca. Senang bukan main rasanya, lagi sukacita hati ini, ketika ada yang membaca Mading, di paling pojok. Di sana terpampang syair-syair cinta, yang kugubah. Tentu, untuk seseorang.

Itulah awal mula saya suka puisi. Dan senang menulis. Jika boleh jujur, awal saya menulis, dari puisi. Meski seumur-umur, dari 152 buku. Baru satu saja buku antologi, kumpulan puisi saya yang terbit: Bathsheba: Kuncinta Dia (2013).

Ini, dua, antara lain puisi saya. Yang biasa saya gubah, ketika sudah lelah (kenyang). Sembari membayangkan yang indah-indah.

VITA BREVIS EST
Seorang padri tua yang hampir bongkok jongkok
pada sudut lampu tebernakel yang kekal.
Kumelihatnya sebagai imam Melkisedek.

“Kubawa berita sukacita,” katanya, “pada dunia yang tak lagi mengenal-Nya.”

Hidup memang singkat, tapi jiwa abadi. Di altar suci yang dipenuhi harum mawar bercampur wangi kenanga ada aura seperti wajah santo santa, bubungan asap dupa seperti warna dunia dalam mimpi Isaias.Tunggul Isai hari ini tercerabut dari akarnya. Ia yang pergi kembali lagi.

Vita brevis est! Hidup itu singkat.

Natal 2017

MALAM TANPA GERIMIS
malam, yang didinginkan gerimis
barangkali bukanlagi milik kita
sebab musim telah digadaikan dengan pohon
yang dijungkirkan habis
oleh serakahnya orang kaya

gulita mulai diabaikan lentera
di luar, suara bising kendaraan
mengganggu malam kudus
 yang sunyi sepi

sementara di dalam
pohon menyalakan terang
sepanjang malam

seperti menanti
seseorang yang kan datang
sementara Ia senantiasa ada
dalam hati kita

malam Natal
tanpa tangis gerimis

tanpa mu!

24/12/2017

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply