Melacak Jejak Sejarah dan Asal Usul Lambang Burung Garuda (1)

Preambul:
Fussion of horizon, bertemu atau terjadi fusi horiozon antara masa lampau dan masa kini adalah tujuan historiografi. Tidak mudah. Tidak semua ilmuan berani masuk ranah tidak mudah ini. Tidak mudah, sebab mesti penelitian yang demikian itu didukung artefak, dokumen, keramikologi, dan data tertulis yang tercerai berai. Untuk itu, perlu studi interteks. Selain suatu kerja hermeneutika di dalam menemukan sensus plenior, realitas di balik peristiwa sejarah itu.

Sejak 2013, saya menelisik asal usul burung garuda ini. Saya menemukan berbagai sumber, antara lain dari Lontaan (1975). Menurut hemat saya, apa yang dipaparkan Lontaan sangat penting sebagai clue.

Tidak punya nyali saya membantah karya ini. Mengapa? Sebab menjadi acuan orang ihwal sejarah kerajaan dan kesultanan di Kalimantan Barat, selain adat dan adat istiadat masyarakat setempat. Tapi beberapa di antaranya, kurang tegas memisahkan mana legenda, mana fakta. “Ambil santan, buang ampasnya,” demikian kata pepatah.

Seturut pepatah inilah saya mengambil sumber tepercaya, dan membuang yang kurang meyakinkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dengan mencari sumber lain, interteks, untuk meneguhkan atau memperkuat pendapat dan hasil temuan yang menjadi menu gizi sajian konten kita ini.

Hasil penelisikan, saya muat dalam Web kita ini. Tidak dimaksudkan “selesai”. Terbuka untuk diskusi lebih lanjut, asalkan didasarkan pada sumber dan fakta terkait yang menjadi judul narasi ini. Bersambung. Mungkin sampai 10 serial tulisan. 
***

Burung garuda. Lambang negara kita, Republik Indonesia tercinta. Dari mana asal mula, atau gagasannya?

Apakah burung garuda nyata? Apakah ia sebuah abstraksi, karya imaginer penciptanya? Siapa nama pencipta lambang kerajaan Sintang (Orang Dayak tentunya)? Bagaimana Sultan Hamid II mengambil lambang kerajaan Sintang sebagai master (model) lambang negara Indonesia? Bagaimana proses menjadinya? 

Pertanyaan di atas, semacam “pertanyaan penelitian”. Yang akan Anda, Pembaca, temukan jawabannya dalam seluruh narasi di Web ini.

Awal mula burung garuda, kiranya lambang kerajaan Sintang, Kalimantan Barat, dapat dijadikan tonggak sejarah. Untuk menarik ke belakang dan ke mukanya.

Baiklah kita mulai narasi dari kerajaan Sintang ke horizon belakang. Narasi, yang menjadi latar burung garuda, simbol kerajaan Sintang, termaktub dalam novel sejarah Ngayau (2014) berikut ini.

18. Perangkap Majapahit

PUTRI jelita, cekat, lincah, dan sedikit picik itu Dara Juanti.
Pernah masuk perangkap ikan, membuat Dara Juanti dapat bertahan, sekaligus awas di air. Karena itu, ia mengemban misi mencari putra mahkota bernama Demong Nutup bergelar Abang Jubair yang telah lama berlayar ke tanah Jawa, sampai ketemu. Kemudian, membawanya dalam keadaan segar bugar kembali ke kerajaan Sintang.

Sudah tujuh purnama Demong Nutup tak ada berita. Kabar burung dari para prajurit yang pulang kembali ke kerajaan menyebutkan bahwa Demong Nutup tidak lama setelah berlabuh, ditawan oleh pasukan Majapahit.

Pada senja dan hari mulai gulita. Haluan sebuah kapal berbendera burung enggang, yang diimajinerkan sebagai burung garuda, lambang kerajaan Sintang masuk perairan Jawa. Merapat ke dermaga dengan bebas, kapten mengarahkan haluan kapal masuk pelabuhan. Wilayah itu dikenal sebagai Janggala, yakni sebuah pantai bagian utara pulau Jawa ketika itu.

“Coba periksa lambung kapal!” perintah Loh Gender pada para prajurit.
Lalu penyelam-penyelam andal mencebur, masuk air, memeriksa lambung kapal.
Dan benar saja! Setelah keluar dari lambung kapal, ditemukan benda aneh. Benda itu sengaja ditempel, disembunyikan di bawah lambung kapal. Benda itu adalah kura-kura emas yang disebut-sebut sebagai stempel milik Kerajaan Majapahit.

Seluruh awak kapal seketika menjadi pucat pasi melihat benda aneh itu. Tak satu pun merasa mencuri milik kerajaan Majapahit. Namun, apa mau dikata? Hendak menampik tidak melakukan, bukti berbicara. Hendak mengaku “ya”, tidak satu pun awak kapal melakukan seperti yang didakwa.
“Ayo, mengaku dan menyerahlah. Kalian kami tawan, bukti sudah bicara!” kata Loh Gender.
Kura-kura emas yang dipasang di lambung kapal ternyata adalah perangkap belaka.
Tipu muslihat prajurit-prajurit Majapahit untuk memerangkap, sekaligus menangkap semua awak kapal yang masuk wilayah kerajaan Majapahit.

Lalu seluruh awak kapal berbendera kerajaan Sintang, di bawah pimpinan Abang Jubair, sejak itu resmi jadi tawanan kerajaan Majapahit. (Masri dalam Ngayau 2014: hlmn. 311-314).

(bersambung)

Keterangan gambar utama: Saya di muka Istana Kerajaan Sintang.

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply