Tatkala Sinclair Lewis, novelis dan cerpenis Amerika kelahiran 7 Februari 1885 di Sauk Centre, Minnesota, dianugerahi Hadiah Nobel dalam bidang sastra pada tahun 1930, banyak yang terpesona oleh keunikan pendekatannya terhadap menulis. Suatu waktu, ia diundang untuk berbicara kepada beberapa mahasiswa tentang keterampilan menulis.
Ia berdiri di muka kelas. Lalu bertanya, “Siapa di antara Saudara di sini yang serius menjadi penulis?”
Semua hadirin mengangkat tangan penuh semangat, “Saya…..!”
Namun, dengan sikap yang tajam dan tegas, Lewis melanjutkan, “Kalau begitu, mengapa Anda semua tidak menulis di rumah?”
Tanpa berlama-lama, Lewis meninggalkan ruangan. Seluruh mata hadirin melotot. Mereka melongo ketika Lewis benar-benar meninggalkan para mahasiswa terhenyak . Tepekur dalam diam yang bingung.
Paradigma baru
Peristiwa “Lewis meninggalkan orang yang mau belajarr menulis” ini mencerahkan. Sungguh out of the box. Membangun paradigma tentang proses menulis yang tidak-biasa.
Lewis, dengan sikapnya yang tajam, menyoroti esensi sebenarnya dari menulis: bahwa tidak ada panduan atau teori yang dapat menggantikan praktik langsung dan dedikasi pribadi seorang penulis yang bukan saja mahir mengolah kata, tetapi juga berkanjang pada bidangnya. Ini yang tidak mudah!
Baca Writing Itu Skill | Bukan Talent
Sikap Lewis baru puluhan tahun kemudian dibuktikan dunia ilmu Kecerdasan oleh Howard Gardner yang memasukkan verbal and linguistic (word smart) ke salah satu multiple intelligences. Menulis bukan talent, melainkan skill. Sedemikian rupa, sehingga menulis bisa: dipelajari dan dilatih menjadi keterampilan/keahlian.
Seperti halnya dalam hidup, belajar menulis juga merupakan perjalanan yang unik bagi setiap orang. *)