Dalam Seminar Internasional PAKAT DAYAK di Best Western Selasa 14 Pebruari 2024 di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Kemudian berlanjut saat KPD Night malamnya di tempat yang sama, penulis berdiskusi dengan Dr. Louis Ringah Kanyan tentang warisan budaya.
Ringah Kanyan bilang bahwa Iban bukan hanya bahasa, tetapi manusianya. Diskusi pun hangat, berlanjut tentang bahasa dan pentingnya mendokumentasikan warisan budaya agar tidak punah. Beliau menanyakan, “Berapa usia Bapak Bajik Simpei dan Bapak Lewis KDR saat meninggal?”
Baca Transformasi Budaya: Ngayau dari Penggal Kepala ke Membajak Tenaga Kerja
Dayak Iban yang literat itu pun meunjukkan video Lewis kepada saya dari HP-nya. Beliau bilang, “Para penutur bahasa Sangiang ini telah tiada lalu sempatkah karyanya dibukukan agar jadi legecy?.”
Penulis tidak bisa menjawab pertanyaan ini . Yang bisa dijawab hanya soal senangnya saya bisa memberi atau menjual buku ke siapapun walau untungnya tidak seberapa. Mengapa? Karena dengan memberi atau menjual buku yang merupakan buah karya saya dan suami, jika ada yang terbantu saat menyelesaikan skripsi, tesis, makalah untuk presentasi, kosakata untuk menyelesaikan tugas anak di sekolah, bisa membuat pantun Dayak Ngaju, dan lain-lainnya, penulis merasa happy.
Belum lama ini, seorang sahabat memposting di FB-nya dan ini saya copas tanpa edit “Dari salah seorang sahabat, ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang menanam pohon lalu sabar menjaga dan merawatnya hingga berbuah, maka setiap peristiwa yang menimpa buahnya akan bernilai sedekah bagi penanamnya di sisi Allah,’” (HR Ahmad).”
Postingan ini dikomentari oleh sahabat yang lain dan ini saya copas tanpa edit, “Ada kata² bijak dari EWS mengatakan bahwa “orang yg menanam pohonnya dan kita memanennya bersama. Dalm rangka menjaga ukhuwah sesama sahabat….”
Nah sudahkah kita berpikir untuk mewariskan hal baik?. Jawab dalam hati dan dengan tindakan saja ya .
Sebagai penutup postingan ini, berikut saya kutip kalimat “Kenali buah dari kuncupnya. Kenali pohon dari daunnya. Kenali tata krama dari sopan. Kenali ras dari bahasa,” sebuah kalimat penuh makna yang merupkan bagian dari presentasi Dr. Louis Ringah Kanyan (Ph.D. in Graphic Desain (Semiotics) Universiti Sain Malaysia dalam Seminar Internasional bertemakan PAKAT DAYAK.
Ringah Kanyan sudah membawa 3 buah buku yang saya beri sebagai buah tangan pulang ke Sarawak, Malaysia. Dua buku karya saya dan seperti kebanyakan orang luar pada umumnya selalu minta signature jika membeli atau mendapatkan buku dari penulis atau penyusunnya sebagai legacy mumpung bertemu langsung. Saya berdoa agar semesta merestui pada suatu hari akan menyusul buku ini ke Sarawak, Malaysia entah untuk kepentingan sebagai narasumber, melanjutkan studi, melancong, dan sebagainya.
Bermimpilah karena tidak membayar. Yang membayar itu saat merealisasikannya. Dengan apa? Dengan tenaga, pikiran, waktu, dana, dan lain-lain.
No pain, no gain.
(Sepmiwawalma)