Tahun 2016. Saya dipercaya Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2016 menulis buku ini.
Tentu tidak sembarangan. Proses kreatifnya panjang sekali. Melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Lalu diuji oleh Tim yang ditunjuk.
Buku manual ini terdiri atas 5 bab, yaitu Pendahuluan, Teknik – Teknik Mengembangkan Gagasan dan Ide Menulis Naskah Buku Nonteks Pelajaran,
Pemilihan Kata dan Penyusunan Kalimat dalam Naskah Buku Nonteks Pelajaran,
Kiat Menghindari Plagiarisme dalam Menulis Naskah Buku Nonteks Pelajaran,
serta Aspek-Aspek Kelengkapan dan Kelayakan Buku Nonteks Pelajaran. Selain
itu, diberikan contoh–contoh yang berkaitan dengan jenis-jenis buku nonteks
pelajaran. Mudah-mudahan dengan terbitnya panduan ini dapat dijadikan motivasi dan inspirasi para penulis naskah buku nonteks pelajaran.
Buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan terdiri atas Buku Teks Pelajaran dan Buku Nonteks Pelajaran.
Mengapa buku teks pelajaran dan buku nonteks pelajaran perlu diatur oleh pemerintah? Mengingat perannya yang sangat strategi, sebagai alat komunikasi, serta sebagai sumber belajar siswa dan guru.
Di dalam proses pengadaannya, pihak swasta pun terlibat secara aktif. Namun, untuk digunakan di satuan pendidikan, buku-buku pendidikan tersebut harus melalui penilaian terlebih dahulu.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang buku yang digunakan oleh satuan pendidikan. Di mana dalam Pasal 1 Ayat (2) mendefi nisikan bahwa, “Buku nonteks pelajaran adalah buku pengayaan untuk mendukung proses pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan dan jenis buku lain yang tersedia di perpustakaan sekolah.”
Pada Pasal 2 Ayat (1) menyatakan bahwa “buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan terdiri atas Buku Teks Pelajaran dan Buku Nonteks Pelajaran.”
Pasal 2 Ayat (2), disebutkan bahwa buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan seperti yang dimaksud pada Ayat (1), buku tersebut wajib memenuhi nilai/norma positif yang berlaku di masyarakat, antara lain tidak mengandung unsur pornografi, paham ekstremisme, radikalisme, kekerasan, SARA, bias gender, dan tidak mengandung nilai penyimpangan lainnya. Pasal 2 Ayat (3), selain memenuhi nilai/norma positif yang berlaku di masyarakat seperti yang dimaksud pada Ayat
(2), Buku Teks Pelajaran maupun Buku Nonteks Pelajaran wajib memenuhi kriteria penilaian sebagai buku yang layak digunakan oleh Satuan Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 8 Tahun 2016
Pasal 1 Ayat (2) isinya masih luas dan belum secara rinci menjelaskan buku nonteks pelajaran. Namun, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 2 Tahun 2008 isinya cukup rinci mendeskripsikan tentang hal tersebut. Dimana di dalamnya menyebutkan tiga (3) jenis buku Nonteks Pelajaran, yaitu pada Bab I Pasal 1 sebagai berikut.
- Ayat (4), “Buku Panduan Pendidik adalah buku yang memuat prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok, dan model pembelajaran untuk digunakanoleh para pendidik.”
- Ayat (5), “Buku Pengayaan adalah buku yang memuat materi yang dapat memperkaya buku teks pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi.”
- Ayat (6), “Buku Referensi adalah buku yang isi dan penyajiannya dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya secara dalam dan luas.”
Dengan demikian, alangkah baiknya memperkaya, memperluas, membuat lebih rinci, dan memberikan contoh untuk Permendikbud RI Nomor 8 Tahun 2016 maupun Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 tentang buku nonteks pelajaran.
Mengapa? Sebab Permendikbud dan Permendiknas tersebut bersifat umum.
Ruang lingkupnya meliputi semua buku di luar buku pelajaran yang relevan dan berguna untuk menunjang atau memperkaya setiap mata pelajaran selain menambah wawasan siswa, merangsang kreativitas, mengembangkan daya kritis, dan menumbuhkembangkan nilai-nilai.
Akan tetapi, kedua peraturan tersebut di atas sudah cukup sebagai landasan hukum untuk memandu atau memberikan rambu-rambu terhadap buku nonteks pelajaran yang akan ditulis/disusun.
Jadi, sebagai seorang penulis tidak terbelenggu dengan buku nonteks pelajaran yang akan dikembangkan/ ditulisnya.