Pesona Tugu Khatulistiwa, Pontianak

Tugu khatulisiwa mungkin biasa saja bagi penduduk setempat. Namun, bagi pendatang dan orang yang mafhum sejarah, ia bersejarah dan penuh pesona.

Tiap kota negeri ini, punya ikon. Simbol yang gampang diingat.

Pontianak, misalnya. Dikenal sebagai “kota khatulistiwa”. Sebab kota ini dilintasi oleh garis khatulistiwa. Meski tugunya sebenarnya terletak di seberang sungai Kapuas, Siantan, tidak pas di jantung kota. Jalan arah ke Sungai Pinyuh – Mempawah – Singkawang.

Pembangunan Tugu Khatulistiwa ada riwayatnya. Berdasarkan pada catatan Opsiter Wiese pada 1914 dari V en W, dari Bijdragentot De Geographe dari Chep van Den Topographeschen Dien in Nederlandsch Indie, pembangunannya tertera: Den 31 Sten Maart 1928.

Dihikayatkan di sana. Bahwa telah dikirim satu ekspedisi internasional ke Pontianak. Ekspedisi tersebut dipimpin ahli geografi berkebangsaan Belanda. Misinya untuk menentukan titik, atau tonggak, di mana letak garis Equator di kota Pontianak.

Pertama kali Tugu Khatulistiwa dibangun pada 1928. Masih sederhana bentuknya, yakni hanya seonggok tonggak dan tanda panah. Pada 1930 bangunan tugu ditambahkan. Sedemikian rupa, sehingga berbentuk tonggak, dengan lingkaran dan tanda panah.

Pada 1938 dilakukan penyempurnaan tugu kembali oleh Opsiter Archiech Silaban. Bentuk dan ukuran bangunan berubah.

Tugu khatulisiwa mungkin biasa saja bagi penduduk setempat. Namun, bagi pendatang dan orang yang mafhum sejarah, ia bersejarah dan penuh pesona.

Terdiri dari empat tonggak kayu ulin (belian), masing-masing 0,30 meter. Sementara tinggi tonggak bagian depan terdapat dua batang dengan tinggi 3,05 meter dari permukaan tanah. Sedangkan tonggak belakang pada tempat lingkaran dan anak panah sebagai petunjuk arah tinggi 4,40 meter.

Hal yang cukup menarik, berupa gejala alam. Pada bulan September, ada Equinox. Yakni tidak ada bayangan kita, di bawah matahari di sekitar tugu dan kota Pontianak.

Bayangan tegak lurus dengan badan kita.

Bagai bayang dengan badanku –kata syair lagu Panbers, dalam “Cinta dan Permata”. Keduanya menyatu. Ke mana pergi, bayangan selalu mengikuti.

Ke tugu khatulistiwa, kasat mata secara artefak, kita memang tidak menemukan apa-apa. Namun, jika punya vorurteil, secuil pengalaman dan pengetahuan di dalam kepala. Maka kita mafhum, bahwa di balik tanda, ada yang ditandakan.

Itulah semiotika. Ada signifiersignified, dan sign di dalamnya.

Untuk itu, Silakan membaca Barthes, Saussure, Peirce, Jakobson, dan Umberto Ecco.

ilustrasi gambar: istimewa

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply