“Qui sibi vivit male vivit”. Ungkapan dalam bahasa Latin ini, sunguh dalam. Artinya: orang yang hidup bagi dirinya sendiri (ego), cara hidup yang seperti itu sesungguhnya: buruk.
Frasa ini mencerminkan prinsip-prinsip etika dan moral yang terkait dengan pandangan tentang kehidupan yang baik dan cara hidup yang benar. Dalam banyak tradisi filosofis, termasuk filsafat Yunani kuno dan ajaran agama, terdapat penekanan pada pentingnya mengatasi egoisme dan memperhatikan kebutuhan orang lain.
Konsekuensi dari hidup egois
Pada tingkat pribadi, hidup hanya untuk kepentingan diri sendiri sering kali menghasilkan konsekuensi negatif. Orang yang egois cenderung kurang mampu membangun hubungan yang kuat dengan orang lain karena kurangnya perhatian dan empati terhadap kebutuhan mereka. Mereka juga mungkin merasa terisolasi atau kesepian karena kurangnya dukungan sosial.
Baca Posita
Frasa ini dapat diterapkan dalam berbagai konteks hubungan antarmanusia, mulai dari hubungan personal hingga hubungan sosial dan profesional. Seseorang yang egois mungkin tidak peduli dengan perasaan atau kebutuhan orang lain, sehingga menyebabkan konflik dan ketidakharmonisan dalam hubungan.
Keseimbangan kepentingan diri dan orang lain
Meskipun penting untuk memperhatikan kebutuhan dan kebahagiaan diri sendiri, frasa ini menegaskan bahwa hidup yang bermakna juga melibatkan memperhatikan orang lain. Keseimbangan antara merawat diri sendiri dan peduli terhadap orang lain adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan dalam kehidupan.
Prinsip ini juga dapat diterapkan dalam skala yang lebih luas dalam konteks sosial dan politik. Negara atau masyarakat yang didominasi oleh perilaku egois dan kepentingan individu cenderung mengalami konflik internal dan ketidakstabilan, sementara masyarakat yang didasarkan pada prinsip solidaritas dan saling peduli cenderung lebih harmonis dan makmur.
Baca Veritas Vincet
Dengan demikian, frasa “Qui sibi vivit male vivit” tidak hanya mencerminkan pandangan filosofis tentang moralitas individual. Namun, juga memiliki implikasi yang luas dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
HP berpotensi membuat cara hidup buruk
Penggunaan HP yang berlebihan dapat mengakibatkan seseorang terlalu terfokus pada diri sendiri dan mengabaikan lingkungan sekitar.
Seseorang yang terlalu terpaku pada layar HP cenderung kehilangan kesadaran terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. Hal itu dapat mengarah pada perilaku egois. Orang seperti ini tidak memperhatikan teman atau keluarga yang membutuhkan perhatian. Mereka terlalu asyik dengan perangkat yang mengikatnya.
Isolasi sosial dan kurangnya empati juga bisa menjadi dampak dari penggunaan HP yang berlebihan, karena seseorang mungkin lebih memilih untuk berinteraksi dengan perangkat daripada berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan dalam penggunaan HP agar tidak terlalu terpaku pada diri sendiri. Dan tetap sadar terhadap lingkungan dan kebutuhan orang lain.