Radius Prawiro dan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang,

Demikian pepatah petitih. Peribahasa yang dalam maknanya. Artinya:  orang yang selalu berbuat baik selama hidup, jika meninggal dunia, kebaikannya akan selalu dikenang.

Itulah sosok Radius Prawiro.
Siapa tak mengenal pria kelahiran Jogjakarta tahun 1928 itu? Di masa Orde Baru, ia salaah seorang arsitek sekaligus pelaku pembangunan ekonomi Indonesia. 

Kita dapat mengimbuhi satu peribahasa lagi padanya: Ilmuwan mati meninggalkan buku. Inilah gading dan belang pria tambun dengan muka wajah bulat dari Jogjakarta.

Manusia dan zaman dapat saja berlalu. Tapi gagasan brilian abadi senantiasa. Buku ini salah satu legasi ekonom dan politikus Indonesia yang wafat di Munich, Jerman pada 26 Mei 2005

Agaknya, ia merasa perlu meninggalkan legasi. Salah satunya adalah melalui sejilid buku yang pastinya abadi di dalam menukilkan pemikiran, harapan, bahkan mimpi-mimpi yang belum sempat terlaksana.

Demikianlah terjadi. Pemikiran, harapan, bahkan mimpi Radius teruang dalam buku  menandai HUT Ke-70 dengan menerbitkan memoar. Ia mendeskripsikan dan membahas sosok ekonomi nasional. Semacam agenda reformasi ekonomi, lengkap dengan plus dan minusnya.

Sudah lazim, ketika merayakan usia 70 tahun pejabat negeri ini menerbitkan buku sebagai semacam memoar. Selain sebagai  kado istimewa, memoar diharapkan dapat dijadikan agenda  oleh penerusnya kelak umumnya, memoar tidak terlampau terfokus pada diri pribadi , tetapi lebih pada bidang profesi yang ditekuni. Buku semacam itu sering disebut sebagai “biografi professional”.

Sebagai tokoh, pada 1992 memasuki usia ke-70 M. Sadli, Menteri Pertambangan dan Energi (1974-1978) menerbitkan memoar bertajuk Pemikiran, Pelaksanaan, Dan Perintisan  Pembangunan Ekonomi. Begitu pula mantan Wapres Sudharmono, di usia ke-70 pada 1997 menerbitkan Sudharmono, S.H., Pengalaman Masa Pengabdian.

Pada 1998 memasuki usia ke-70 Radius Prawiro menuangkan pokok-pokok pemikirannya dalam buku yang terdiri dari 12 bab. Dua masalah yang lama ditekuni dan digelutinya disorot secara tajam, yakni bidang moneter dan perbankan, dua pilar penting pembangunan ekonomi Indonesia.

Tiga Kali
Radius boleh dibilang satu-satunya pembantu presiden  yang mengalami tiga kali pergantian presiden. Yang pertama, ia dipercaya membantu Soekarno dengan kedudukan sebagai Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan dengan kedudukan Menteri pada 1965. Lalu pada era Soeharto, ia sempat menduduki banyak pos penting. Mula-mula sebagai Gubernur Bank Indonesia (1967-1973). Bersama Menkeu Frans Seda, pada masa-masa awal stabilisasi ekonomi Indonesia.

Radius keliling Eropa dan Amerika, menjelaskan prospek investasi asing di Indonesia. Sambil, tentu saja, membangun kepercayaan luar negeri pada Orde Baru. Nyatanya, mereka berhasil menarik investor menanam modal di Indonesia. Atas prestasi itu, Radius lalu dipercaya memangku tugas Kenkeokku/Wasbang.

Pada kabinet pembangunan reformasi era kepemimpinan presiden ketiga Habibie, Radius pun masih diharapkan  perannya. Ia dipercaya sebagai ketua tim penyelesaian utang luar negeri swasta. Tugas itu sungguh tidak ringan, sebab sebagian besar utang swasta yang dibuat konglomerat swasta –  yang menurut penelitian George Aditjondro terkait dengan Cendana – jatuh tempo.

Namun, sekali lagi, Radius  membuktikan kepiawaiannya bernegosiasi, sehingga utang luar negeri swasta bisa ditanggulangi dan ditangguhkan pembayarannya.

Karena itu, pengalaman serta pandangan-pandangan Radius yang tertuang dalam buku ini sangatlah bermanfaat. Terutama karena gagasan dan pengalaman yang muncul dalam karya ini merupakan hasil diskusi dengan kolega yang duduk  sebagai tim perumus kebijakan ekonomi sejak 1960-an, ketika Indonesia masih menjadi negara termiskin di Asia hingga memasuki fase mendekati negara “macan Asia” tahun 1990-an.

Membaca Karya ini, kita bisa menangkap perjalanan pembangunan ekonomi Indonesia. Dimulai dari kemerosotan ekonomi yang dibuat Orde Lama sampai Orde Baru yang bertekad mengoreksinya secara total.

Penyebab krisis ekonomi saat itu adalah formasi kabinet  dan kebijakan ekonomi pemerintah yang mengalah terhadap tujuan-tujuan politis (halaman 4-20). Sebagai contoh, demi menjaga harga diri di mata dunia internasional, Soekarno tidak segan-segan membangun proyek-proyek mercu suar, kendati saat itu masyarakat dilanda kelaparan.

Sebab itu, ketika menyusun anggota kabinet pada awal masa Orde Baru, Soeharto lebih mengandalkan teknokrat. Berbeda dengan kabinet pembangunan VII waktu itu, Soeharto menyusun kabinet bebas dari interest politik. Sehingga, terbentuk suatu kabinet yang solid, beranggotakan pakar yang total bekerja untuk bangsanya.

Agaknya, Radius amat terkesan dengan kenangan masa lalu. Untuk itu, ia mengutip Far Eastern Economic Review tahun 1968,

“Persentase tinggi dari intelektual dalam Kabinet yang baru (11 dari 23 menteri) adalah salah satu karakteristik yang luar biasa, … Hal ini menunjukkan bahwa komposisi kabinet  baru tidak didikte oleh keperluan untuk menjaga keseimbangan kekuatan atau oleh dagang sapi politik. Pendeknya, Kabinet Pembangunan adalah kabinetnya para ahli dengan hanya beberapa perkecualian” (halaman 127).

Agenda Reformasi Ekonomi
Tahun 1966, Indonesia pernah mengalami hiperinflasi sebesar 623%. Saat itu, Indoenesia tercatat sebagai salah satu negara termiskin bukan saja di Asia tetapi juga di dunia. Kemiskinan absolut diperparah dengan krisis moneter, sehingga  pemerintah terpaksa melakukan sanering. Itu gara-gara Orde Lama lebih mengalokasikan dana untuk pembangunan politik dan membiayai proyek-proyek yang tidak produktif.

Tentu saja pengalaman pahit itu tak boleh terulang. Indonesia tidak seharusnya jatuh dalam lubang yang sama. Radius yang dikenal sebagai ekonom yang pragmatis tidak mau pengalaman masa lalu itu terjadi.

Sikap dan pandangannya yang pragmatis, dalam arti lebih terbuka terhadap eksperimen ketimbang ideologi politik atau dogma ekonomi dicatat Suhadi Mangkusuwondo dalam kata pengantar (halaman xxvii-xxxii).

Bab 1-11 buku ini boleh disebut merupakan sejarah dan deskripsi sosok ekonom Indonesia. Sebagai penganut development economics, objek formal (sudut pandang) Radius tetap ekonomi pembangunan. Ekonomi Indonesia yang semakin terkait dengan ekonomi internasional menurut Radius perlu dicarikan titik temu.

Diakui, hal itu tidak mudah, sebab pemimpin Indonesia  sejak pergerakan kemerdekaan cenderung pada pembangunan  ekonomi sosialis. Sementara, faktor eksternal atau globalisasi, mau tidak mau memaksa kita untuk membuka perekonomian menuju sistem ekonomi yang semakin berorientasi pasar, sebagaimana yang direkomendasikan IMF melalui paket reformasi ekonomi yang dikenal dengan letter of Intent.

Radius menekankan pentingnya berbagai prasyarat agar Indonesia bisa keluar dari kemelut ekonomi. Antara lain, pengelolaan uang, penetapan prioritas, bekerja dengan pasar, mengelola dan menyeimbangkan anggaran, pentingnya kredibilitas dan stabilitas, pragmatisme dan perlunya orientasi keluar (out ward looking).

Ekonomi pasar ini juga merupakan signifikansi ciri khas suatu negara yang masyarakatnya semakin menyadari dan menuntut demokrasi tidak sekadar basa basi.

Bab 12 (halaman 467-476) boleh disebut sebagai agenda reforrmasi versi Radius. Ia menekankan pentingnya berbagai prasyarat agar Indonesia bisa keluar dari kemelut ekonomi. Antara lain, pengelolaan uang, penetapan prioritas, bekerja dengan pasar, mengelola dan menyeimbangkan anggaran, pentingnya kredibilitas dan stabilitas, pragmatisme dan perlunya orientasi keluar (out ward looking).

Jika reformasi berarti memulihkan kembali atau membarui, berarti reformasi ekonomi dimata Radius adalah pemulihan kembali ekonomi Indonesia ke keadaan semula, minimal seperti situasi sebelum Juli 1997.

Untuk itu, mantan Gubernur Bank Indonesia yang menjabat dua periode ini pada bagian epilog merekomendasikan untuk memulihkan ekonomi Indonesia.

Mulailah ia dengan membenahi sektor moneter dan perbankan (halaman 492-493). Sebagai tulang punggung pembangunan ekonomi, jika dua sektor ini beres, beres pula sumber penyakit ekonomi Indonesia yang lain. 

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply