Relasi Islam – Dayak dan Politik Identitas

Tahun politik senantiasa menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan. Apa pun. Termasuk argumen sesat-pikir, atau de Sophisticis Elenchis.

Dalam Pilag, pemilihan kepala daerah; khususnya di pulau Borneo, isu “politik identitas” kerap dimainkan. Khususnya di Kalimantan Barat, judul narasi di atas menjadi sangat krusial. Berbeda dengan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Relasi Islam – Dayak di kedua provinsi yang disebutkan terakhir, tidak sama dengan di Kalimantan Barat.

Buku ini menjadi penting

Buku ini menjadi penting dibaca, dan dipelajari. Bagaimana mendudukkan perkara. Terkait relasi Islam – Dayak yang selama ini menjadi bahan perdebatan yang belum menemukan ujungnya. Ada baiknya kita pahami relasi Islam – Dayak di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Kehadiran Islam di Kota Palangka Raya menjadi salah penyebab berubahnya komposisi penduduk suku Dayak,  indikasinya yakni kota Palangka Raya dengan mayoritas penduduk berasal dari Suku Dayak (43,24% dari jumlah pendudukan 229.599 jiwa), ternyata pemeluk agama Islam sebesar 59,059%. Komposisi penduduk seperti menyebabkan potensi interaksi antara Suku Dayak Ngaju dengan Islam cukup terbuka, dan Islam hadir dengan berupaya menghormati adat-istiadat, kebudayaan, kekeluargaan, dan filosofi Betang.

Suku Dayak memiliki sikap terbuka terhadap kehadiran semua agama, termasuk Islam. Islam hadir di tengah-tengah Suku Dayak Ngaju Kota Palangka Raya melalui proses perpindahan penduduk, saluran perkawinan, pendidikan, perdagangan dan ekonomi, dakwah menyebabkan adanya perubahan terhadap suku Dayak. Interaksi dan elaborasi Islam dengan Suku Dayak Ngaju dapat dilihat dalam fakta tentang kemanusiaan, kemajemukan, dan toleransi agama, serta melalui dialog, sehingga menghasilkan hubungan Islam dengan suku Dayak dalam filosofi : Belum Bahadat (hidup beradat) dan  Hapakat Basara (sepakat bersama).

Dialog: perlu dikelola

Relasi dan dialog antara Islam dengan Dayak Ngaju Kota Palangka Raya di era globalisasi yang perlu dikelola dengan baik. Prosesnya harus dilakukan dalam konstelasi menjunjung tinggi hak asasi manusia, pluralisme, dialog dengan kearifan lokal yang perlu dilakukan secara simultan serta seimbang.

Nilai-nilai kearifan lokal Suku Dayak dan nilai-nilai kebangsaan perlu dibangun dan dipertajam agar tidak ada satu kelompok manapun merasa superior atas kelompok yang lain. Semua elemen dalam masyarakat termasuk pemerintah perlu bekerja sama untuk menciptakan kehidupan keberagamaan dalam keberagaman yang penuh damai dan toleran.

Karena itu, semangat menegakkan hak asasi manusia, pluralisme, dialog kebangsaan dan pendekatan kontesktual kearifan lokal Suku Dayak perlu dipertegas dan mendapat tempat terhormat dalam hubungan Islam dengan Dayak Ngaju Kota Palangka Raya.

Klaim tentang kebenaran oleh suatu kelompok agama memang akan tetap ada sepanjang sejarah agama dan penghayatan iman pemeluknya.

Namun, melihat sebuah claim truth berdasarkan fakta kitab suci secara komprehensif merupakan salah satu sikap yang bijaksana. Tetapi, jauh lebih baik tidak menjadikan claim truth sebagai alat untuk menciderai keberagaman agama. Apalagi Islam yang berada pada pusaran pakat Dayak dan filosofi betang Dayak Ngaju yang menjunjung tinggi perbedaan keyakinan, perlu secara komprehensif melihat Al-Quran dengan teks-teks eksklusifnya.

Agar tidak menonjolkan teks-teks tersebut sebagai propaganda dalam memberikan penilaian secara terbuka terhadap agama di luarnya.

Sikap yang sama juga perlu ditunjukkan oleh kelompok agama lain, seperti pemeluk agama Kristen dan Hindu Kaharingan.  Secara khusus, kalangan teolog Kristen yang menganggap bahwa paham pluralisme dalam tataran ideologis merupakan pelemahan iman Kristen dan ketidakkonsistenan pengakuan iman.

Sikap pluralisme

Sikap pluralisme dalam hubungan Islam dengan Suku Dayak perlu menuju arah untuk menemukan titik kesamaan dalam agama. Sebagai contoh, Al-Quran menganjurkan kepada Ahl al-Kitâb (ahli kitab Islam dan non Islam) untuk menuju ketitik pertemuan (kalimat un sawâ’), yang sama-sama menyembah Allah. Ajakan untuk mencarai titik temu di antara penganut  agama di Islam dengan diluar Islam yang sering disebut sebagai Ahl al-Kitab, memberi implikasi lanjut berupa keyakinan bahwa: siapa pun dapat memperoleh keselamatan (salvation) asalkan ia beriman kepada Allah, kepada hari kiamat dan berbuat baik. Karena bagi semua, Allah telah menyediakan pahala masing-masing, tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula bersedih hati (Qs. Al-Baqoroh (2); 62 dan ayat yang mirip dengan ini (Qs. al-Mâi’idah (5); 69). Karena itu, idealnya pengakuan akan paham pluralisme agama adalah gambaran penghayatan iman Islam akan  keyakinan pada Allah sebagai Yang Maha Kuasa, yang telah menyatakan diri-Nya kepada berbagai kaum dan bangsa, umat manusia.

Pengakuan pada pluralisme dalam hubungan Islam dengan Suku Dayak sedianya didasarkan pada pengakuan akan hukum Tuhan yang telah menciptakan manusia berbeda satu dengan yang lainnya. Meminjam pendapat Ahmad F. Fanani, bahwa pengakuan akan pluralisme  adalah sebuah pengakuan akan hukum Tuhan yang menciptakan manusia yang tidak hanya terdiri dari satu kelompok, suku, warna kulit, dan agama saja, tetapi juga pengakuan untuk semua keberadaan dan keberagaman agama yang ada.

Dengan demikian, pluralisme merupakan paham dengan semangat mengakui adanya perbedaan. Di sisi lain, pluralisme juga memberikan suatu arahan tentang bagaimana memahami suatu kebenaran mutlak yang disandingkan dengan realitas teologis yang bermacam-macam yang termanifestasi dalam agama-agama, termasuk realitas di tengah-tengah Dayak Ngaju kota Palangka Raya.

Jangan ada: Konflik atas nama agama

Konflik antar umat beragama, atas nama agama dapat terjadi karena pemahaman umat tentang pluralisme masih belum mengakar pada realitas yang sesungguhnya, yakni pluralisme dalam ideologi yang menghasilkan komitmen keagamaan yang berbeda.

Menurut Dawam Rahardjo, hal itu disebabkan fakta tentang  pluralitas di Indonesia atau di tengah-tengah masyarakat tidak diimbangi dengan pemahaman tentang pluralisme. Karena itu, pengakuan akan fakta pluralitas agama harus juga disertai pemahaman akan paham pluralisme yang melahirkan komitmen ideologi yang berbeda.

Dalam kaitannya dengan prospek interaksi antara Islam dengan Suku Dayak, tidak cukup keduanya hanya mengakui fakta kemajemukan, tetapi juga fakta pluralisme, di mana Suku Dayak sendiri memiliki berbagai macam agama yang oleh itu mereka hidup dalam komitmen ideologis yang berbeda.

Bagaimana relasi Islam – Dayak? Buku ini menjelaskannya tuntas. Diteliti, dan ditulis, seorang pakar Islamologi dan seorang Dayak, pustaka ini amat sangat berguna setidak-tidaknya untuk membuka wawasan.*)

Share your love
Avatar photo
Biblio Pedia
Articles: 242

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply