Sejarah Oral (Tradisi) di Asia Tenggara

Dari buku ini saya mafhum. Bahwa tradisi oral, seperti dipraktikkan suku bangsa Dayak sejak zaman semula jadi. Adalah juga literasi-dasar. Yang secara ilmiah bisa ditelusuri kandungan isi fakta sejarahnya dengan metode historiografi.

Buku ini menyibak wawasan mengenai kaitan masyarakat-komunal, seperti orang Dayak, yang tinggal dan hidup bersama –sebagai komunitas– di rumah panjang.

Seperti kita ketahui. Negara-negara Asia Tenggara memiliki keragaman budaya yang kaya, masing-masing dengan tradisi uniknya di mana kelisanan merupakan karakteristik yang signifikan. Tradisi-tradisi seperti itu sekarang mulai ditinggalkan tergerus arus di bawah pengaruh gelombang pasang bernama urbanisasi dan modernisasi yang cepat.

Di Asia Tenggara. Teristimewa di tanah Semenanjung Melayu dan Borneo. Saya mengamati bahwa Metodologi sejarah lisan, di sini lebih tepat disebut dengan istilah “tradisi lisan”, diakui sebagai sarana untuk mendokumentasikan dan melestarikan tradisi-tradisi tersebut. Tradisi lisan dipelopori oleh Museum Sarawak  pada 1957, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, pada 1961 dan Museum Brunei pada 1965.

Saya beberapa kali “tenggelam” di Museum Sarawak. Pertama, tahun 2017. Tatkala kawan-rapat saya, seorang Lun Bawang (Lundayeh di Indonesia), Ipoi Datan menjadi kepala Museumnya. Kini beliau telah purna-tugas, dan telah meraih gelar Ph.D. pula.

Saya di Museum Sarawak, Malaysia. Berjumpa, tukar pikiran, dan menyumbangkan ilmu yang diikat oleh buku.

Banyak dokumen –tidak ada dokumen hidup dalam arti biologis dan kronologis– dokumen itu sendiri adalah sejarah. Di sini saya menemukan, dengan “vorurteil”[1] seorang cendikia Dayak– tacit knoweledge sukubangsa kami di masa lampau.

Museum Sarawak ini sungguh luar biasa. Pendokumentasian sejarah dan nilai tradisi suku bangsa Dayak (di sini simbol buaya Lundayeh diteliti dan ditulis) sangat membantu di dalam menjembatani gap antara the past and the present.

Di sini seorang literer, pekerja-literasi seperti kami bermain-main. Sekaligus berperan. Bukan semata-mata “menulis dan menulis setiap hari”, melainkan menjadi messenger. Bertindak sebagai Hermes, yang bertugas menafsirkan realitas di balik yang tampak-fisik. Menemukan sensus plenior, makna terdalam, esensi, suatu hakikat di balik peristiwa yang tampak-fisik.

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply