Seorang, yang disebut-sebut sebagai “filsuf” jika saja tahu, kerap menggunakan taktik debat ini untuk membungkam lawan. Padahal, jika mafhum, bukan alasan yang kuat. Hanya mengganggu emos dan menyeran lawan. Sesuai dengan makna harfiahnya.
Baca Honoris Causa
Dalam buku halaman 92, “seni menipu” dalam debat ini dibahas tuntas!
Sofisme dan teknik retorika
“Argumentum ad Hominem” adalah frasa Latin yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “argumen terhadap manusia.”
Frasa ini merujuk pada suatu jenis kesalahan logika di dalam argumen atau perdebatan di mana pembicara berusaha untuk menyerang karakter atau sifat pribadi lawan bicara. Bukan merespons secara langsung terhadap argumen yang diajukan oleh lawan bicara tersebut.
Dalam konteks 14 de Sophisticis Elenchis karya Aristotles, “Argumentum ad Hominem” termasuk dalam kategori sofisme atau teknik retorika yang dapat digunakan untuk memanipulasi perdebatan. Aristotle mengidentifikasi dan membahas berbagai jenis sofisme dalam karyanya tersebut.
Baca Temper Tantrum
Frasa ini digunakan ketika seseorang ingin mengalihkan perhatian dari substansi argumen atau ketidakmampuannya untuk merespons argumen lawan dengan cara menyerang karakter, motivasi, atau sifat pribadi lawan bicara. Ini merupakan bentuk dari kesalahan logika karena serangan terhadap karakter seseorang tidak langsung berkaitan dengan kebenaran atau ketidakbenaran dari argumen yang diajukan.
Contoh penggunaan “Argumentum ad Hominem”
Contoh penggunaan “Argumentum ad Hominem” bisa terjadi dalam berbagai konteks, seperti dalam perdebatan politik, debat publik, atau bahkan dalam percakapan sehari-hari. Misalnya, jika seseorang mencoba mengkritik ide atau argumen seseorang dengan mengatakan, “Tidak perlu mendengarkan dia, dia hanya seorang pembohong,” tanpa memberikan tanggapan substansial terhadap argumen yang diajukan, itu merupakan contoh dari penggunaan “Argumentum ad Hominem.”
Dalam praktiknya, penggunaan “Argumentum ad Hominem” sering kali dianggap tidak fair.
Selain itu, tidak membantu untuk membangun diskusi yang produktif karena fokusnya lebih pada serangan pribadi daripada evaluasi ide atau argumen secara objektif.
Baca Minus Malum
Aristoteles hidup sekitar tahun 384 SM hingga 322 SM. Karya-karya filosofisnya, termasuk “14 de Sophisticis Elenchis. Karya ini ditulis pada abad ke-4 SM.
Karya-karya Aristoteles muncul pada periode tersebut,.Menjadikannya salah satu tokoh sentral dalam sejarah filsafat Yunani Kuno.
Meski beribu tahun telah lalu, temuan, dan pemikiran Aristoteles diakui oleh para pemikir: tak ada duanya.*)