Minus Malum

Minus malum.

Amat kerap proverbium Latinum itu diucapkan di negeri Pancasila. Terutama sekali jelang Pemilihan umum.

Minus malum secara etimologi berasal dari kata Latin minus (kurang) dan malum (buruk). Dua patah kata ini digabung menjadi proverbium yang mengandung makna harfiah “kurang buruk” atau “lebih baik dari antara yang kurang baik.”

Baca Duc in Altum

Dari segi semantik, frasa ini menyiratkan makna. Bahwa suatu keadaan atau tindakan bisa jadi tidak ideal. Namun, pilihan yang dijatuhkan lebih baik daripada alternatif yang lebih buruk.

Minus malum dalam konteks Pilpres

Penerapan Minus malum dalam konteks dan kalimat dapat bervariasi tergantung pada konteks penggunaannya. Contohnya, dalam menghadapi dua pilihan yang tidak ideal, seseorang dapat menggunakan ungkapan ini untuk menyatakan bahwa meskipun pilihan yang dipilih mungkin memiliki kekurangan, tetapi tetap lebih baik daripada opsi yang lebih buruk.

Pada pemilihan umum (Pemilu) Indonesia 2024, ungkapan “minus malum” digunakan dalam konteks pasangan Presiden/Calon Presiden.

Baca Si vis Pacem, para Bellum : Prabowo Kerap Menggunakan Frasa Ini

Untuk merujuk pada situasi di mana suatu pasangan dianggap kurang diinginkan, atau memiliki kekurangan, tetapi dianggap lebih baik daripada alternatif yang dianggap lebih buruk. Daripada tidak melaksanakan hak pilih, sebaga warganegara, mending memilih satu pasangan yang dianggap pilihan terbaik di antara yang tidak sempurna.

Dalam konteks ini, istilah “minus malum” mengandung makna. Bahwa meskipun pasangan calon tersebut tidak ideal atau kurang memuaskan bagi sebagian pemilih, mereka dianggap sebagai opsi yang lebih baik daripada pasangan calon lain yang dianggap lebih tidak diinginkan atau memiliki kekurangan yang lebih signifikan.

Dapatkah menghasilkan bonum commune (kebaikan umum)?

Apakah konsep “minus malum” dapat menghasilkan bonum commune (kebaikan umum) menciptakan panggung untuk refleksi mendalam tentang dampak pemilihan pragmatis di dalam sebuah masyarakat. Dalam banyak kasus, penerapan “minus malum” dalam konteks politik dapat menghasilkan kebaikan umum, tergantung pada sejumlah faktor dan pertimbangan.

Kebaikan umum dapat tercipta ketika pemilihan “minus malum” mampu mempertahankan stabilitas politik dan sosial. Dalam situasi di mana pilihan alternatif dapat menimbulkan ketidakstabilan, konflik, atau perpecahan di masyarakat, memilih opsi yang dianggap sebagai “minus malum” dapat menjadi langkah yang bijaksana untuk menjaga kedamaian dan kohesi sosial.

Baca Si non Potes Eos Vincere, Te cum iis Oniunge

Selain itu, kebaikan umum dapat terwujud jika pemilihan tersebut memungkinkan pemerintahan untuk tetap berfungsi secara efektif. Dalam beberapa kasus, opsi “minus malum” dapat membuahkan kualitas kepemimpinan yang memadai atau kebijakan yang mendukung keberlanjutan dan perkembangan masyarakat.

Memilih untuk mempertahankan kontinuitas pemerintahan yang stabil dapat dianggap sebagai kontribusi positif terhadap kebaikan umum.

Perlu diingat bahwa keberhasilan konsep “minus malum” dalam mencapai kebaikan umum sangat tergantung pada kualitas calon yang dipilih dan konteks politik masyarakat. Keberhasilan tidak dapat dijamin secara otomatis, dan pemilih perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampak jangka panjang dari pilihan mereka.

Dalam penutup, sementara “minus malum” memiliki potensi untuk menghasilkan kebaikan umum dalam konteks politik, pemilih juga harus menyadari bahwa konsep ini bukanlah solusi sempurna.

Keputusan yang bijaksana memerlukan pertimbangan mendalam terhadap nilai-nilai dan tujuan masyarakat, dengan tujuan menciptakan kondisi yang mempromosikan kesejahteraan bersama dan perkembangan positif dalam jangka panjang.

Namun, di sisi lain, ada juga kritik terhadap pendekatan “minus malum.” Beberapa berpendapat bahwa dengan memilih opsi yang dianggap kurang ideal, masyarakat dapat mengalami stagnasi atau kekurangan kemajuan. Selain itu, dapat merugikan jika pemilih memilih opsi “minus malum” karena kurangnya informasi atau pemahaman yang memadai mengenai calon yang lebih baik.

Baca Tempor Nec Feugiat Nislpretium Fusce Platea Dictumst

Keberhasilan penerapan konsep “minus malum” tergantung pada konteks politik dan kebutuhan masyarakat. Pemilih diharapkan untuk secara kritis mengevaluasi dan mempertimbangkan konsekuensi dari setiap pilihan. Sekaligus memastikan bahwa hak pilih warga tidak hanya menjadi ekspresi dari ketidakpuasan, tetapi juga sebuah langkah yang mendukung kebaikan umum dan stabilitas politik.

Malum praesens minus dalam Etika Spinoza

Dalam etika Spinoza, tertera frasa “malum praesens minus” dalam bahasa Latin  yang secara harfiah berarti: “kejahatan yang lebih kecil saat ini.”

Dalam konteks kalimat, frasa ini dapat merujuk pada situasi atau tindakan yang dianggap sebagai kejahatan atau malapetaka, tetapi dengan tingkat keparahan atau dampak yang lebih rendah dibandingkan dengan alternatif atau kejadian lain yang mungkin terjadi.

Baca Pellentesque Eliteget Bravida Cumsociis Natoque

Interpretasi tepat dari frasa ini akan sangat tergantung pada konteks penggunaannya. Frasa ini digunakan untuk menyatakan bahwa, meskipun terdapat masalah atau kekhawatiran, situasi tersebut masih dianggap lebih dapat dikelola atau kurang merugikan dibandingkan dengan opsi lain yang mungkin ada.*)

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 737

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply