Tak sah!
Sekaligus “keterlaluan” Apabila portal media dan informasi terkait literasi, apalagi isunya seputar buku-buku yang menjadi curiosity (keingintahuan) dan keperluan masyarakat, tidak mengulas setidaknya menukilkan kandungan gizi yang menjadi menu sajian utama buku ini.
Baca Megatrends Asia
Pada galibnya, “ilmu” di buku ini tidak ada yang baru. Ia merupakan mutiara terpendam (saja). Yang digali penulisnya melalui penemuan yang berproses panjang dan lama. Sebab tidak ada hal yang luar biasa, demikian Aristoteles. “Yang ada adalah kebiasaan yang dilatih. Dan diulang-ulang melalui serangkaian usaha yang berkanjang.”
Nah, proses penemuan mutiara itulah jalan seseorang menjadi ilmuwan. Mengapa? Sebab tidak semua orang berkanjang di bidangnya. Yang melakukan percobaan, sehingga berkata “Eurekaaaa!” Hore! Aku telah menemukannya, seperti tatkala Archimedes menemukan dalilnya. (Eureka! Itulah yang dikatakan Archimedes (287-212 sM) begitu ia meloncat dari bak air sehabis berendam –akan dinarasikan pada tulisan tersendiri nanti).
Tidak setiap manusia mampu bertahan. Hanya segelintir saja yang berkanjang dan bertahan meraih yang diinginkannya. Tahu tujuannya. Mafhum jalannya. Itu ciri ilmuan sejati.
Untuk diketahui. Pada zaman saya menduduki level “middle manager” di lingkungan Kompas-Gramdia era 2000-an, buku ini wajib kami mamah biak sekaligus terapkan dan emulasi. Bahkan ada kelompok diksusi yang secara khusus berbagi pengetahuan, sekaligus pengalaman tentang buku apa saja yang dibacanya.
Buku itu tidak mesti baru. Namun, menjadi babon atau sekurang-kurangnya belum ada dua di bidangnya. Contoh: orang ilmu sosial, belum sah jika belum membaca langsung sumber primer karya Max Weber yang tidak perlu disbutkan di sini judulnya. Atau orang komunikasi, tidak sah jika tidak membaca karya McLuhan.
Itu contoh betapa “buku-babon” penting. Selain menjadi tonggak acuan di bidangnya karena dianggap meletakkan pondasi keilmuan, sering buku babon dikuti buku lainnya, entah kritik, entah mazhab, entah elaborasi, entah pengembangan.
Baca Religi Tokugawa: Akar-akar Budaya yang Membuat Jepang tetap Jepang
Di sini menjadi genap, dalam dunia ilmu, pepatah ini: Nihil novi sub-sole –tak satu pun yang baru di bawah matahari.
Makanya, dalam dunia ilmu, tidak dikenal “menciptakan”. Akan tetapi, “menemukan”. Mengapa? Karena bahannya, sesuatunya, something given. Hanya saja baru “ditemukan”.
Baca Zen Kōan
Demikiaan diakui penulis buku ini. Setelah membaca ribuan literatur, meneliti ribuan orang, ia menyarikan (tadinya 7) adanya 8 habit atau kebiasaan atau habitus orang sukses.
Kebiasaan ke-8 ini sebenarnya penambahan dari kebiasaan ke-8, buku sebelumnya. Yakni: menemukan suara panggilan jiwa dan mengilhami orang lain untuk menemukan suara kemerdekaan jiwa mereka (hlmn. 9).
Apa 7 kebiasaan orang sukses dan hebat lainnya? Baca seluruh kandungan menu gizi buku ini!
Baca kisah nyata orang yang mengasah kebiasaan biasa menjadi luar biasa. Terbukti habit, habitus, kebiasaan itulah sebenarnya akumulasi dan proses: luar biasa!