Tentu hanya jokes.
Seorang pria bule. Dalam tayangan sebuah video yang viral, dan dirivalkan hari-hari belakangan ini, menyebut “Indonesia”, tampak dengan gaya kocak bercerita tentang Pemilu di negara A dan ngara I.
Di negara A dan I, katanya, hari ini Pemilu, sekian hari lagi baru ketahuan hasilnya. Di Indonesia, kataya, “Belum Pemilu, hasilnya sudah diketahui”,
Demikian jokes itu.
Ketika hasil survei mempengaruhi
Tentu saja jokes itu, tidak benar. Tapi bagaimana pun, mengusik martabat kita, sebagai bangsa. Andai si kocak itu meneliti apa korelasi antara hasil survei dengan perilaku memilih masyarakat Indonesia? Ia akan tahu bahwa dia keliru.
Pemilu 2024: Ketika Hasil Survei Menentukan Pilihan Pemilih
Kini 5 hari pasca pencoblosan, kita semua tahu hasil hitung cepa Pemilu 2024. Pasangan calon presiden dan wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, telah berjuang habis-habisan. Mereka telah mengemukakan delapan misi dalam Pilpres 2024, yang dikenal sebagai “Asta Cita.”
Banyak kaum rasional, dan cinta bangsa, melihat sebagai keberlanjuran. Tidak seperti isi bensin. Yang mulau dari 0.
Pada 14/02-2024 para pengundi pada pemilihan raya Indonesia, telah pun menjatuhkan pilihan. Masyarakat Indonesia di bilik suara, yang bebas dan rahasia, menentukan siapa pemimpin Indonesia ke depan. Apa pun pun hasilnya, dan siapa pun pemenang Pilihan Raya /Pemilu Indonesia 2024, kita terima dengan lapang dada.
Meski demikian, ada yang tersisa dari catatan kita. Yakni mengenai kelanjutan cita-cita bangsa sebelumnya era Presiden Jokowi, yakni Nawacita. Bagaimana matarantainya?
Sesuai dengan paparan sebalum kampanye, dan selama masa kampanye, PS-G menegaskan: Misi Asta Cita dirancang untuk mewujudkan visi ‘”Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045″. Bisa dibilang, Asta Cita adalah Nawacita jilid II.
Apa isi dan pokok gagasannya?
Asta Cita “Asta Cita” secara harfiah merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Sanskerta, yaitu “Asta” yang berarti “delapan” dan “Cita” yang berarti “cita-cita” atau “tujuan.” Jadi, secara langsung “Asta Cita” dapat diartikan sebagai “delapan cita-cita” atau “delapan tujuan.”
Dalam konteks yang diberikan, “Asta Cita” digunakan untuk merujuk pada delapan misi atau tujuan yang ingin dicapai oleh pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.
“Asta Cita” secara harfiah merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Sanskerta, yaitu “Asta” yang berarti “delapan” dan “Cita” yang berarti “cita-cita” atau “tujuan.”
Asta Cita adalah “delapan sasaran atau tujuan yang ingin diwujudkan.”
- Penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM).
- Memperkuat sektor pertahanan dan keamanan negara sambil mendorong kemandirian melalui upaya swasembada, terutama dalam hal pangan dan energi.
- Peningkatan lapangan kerja berkualitas dan mendorong kewirausahaan, khususnya dalam pengembangan industri kreatif dan lanjutan pembangunan infrastruktur.
- Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, dan memberikan perhatian khusus pada penguatan peran penyandang disabilitas.
- Melanjutkan langkah-langkah hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, sesuai dengan poin kelima dari Asta Cita Prabowo-Gibran.
- Menekankan pembangunan yang bersifat bottom-up dari tingkat desa dan lapisan masyarakat paling bawah untuk mencapai pemerataan ekonomi dan mengatasi masalah kemiskinan.
- Memperkuat reformasi di sektor politik, hukum, dan birokrasi. Selain ini, kedua paslon pres/wapres meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi serta narkoba.
- Memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan dan budaya, serta meningkatkan toleransi antarumat beragama.
Selain itu, pasangan “imut” dan senantiasa tempil lepas gembira ini membawa delapan program hasil terbaik dengan langkah-langkah konkret, seperti:
memberikan makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, memberikan bantuan gizi bagi anak balita dan ibu hamil. Impak positif Program ini dirancang untuk memberikan immpak positif secara cepat di berbagai lapisan masyarakat.
Melanjutkan, tidak mulai dari 0
Pembangunan nasional bisa diibaratkan sebagai lebih dari sekadar mengisi bensin ke mobil; ia melibatkan suatu proses yang tidak hanya menyoroti kebutuhan dan kondisi saat ini, tetapi juga menyelaraskan dengan sejarah, serta merencanakan untuk masa depan.
Dalam konteks ini, pembangunan nasional bukan hanya tindakan instan, tetapi sebuah perjalanan yang mencakup dimensi waktu yang melibatkan masa lalu, kini, dan masa yang akan datang.
Pertama-tama, kita melibatkan “O,” yang melambangkan aspek asal atau masa lalu. Melihat ke belakang adalah kunci untuk memahami akar dan evolusi suatu bangsa. Namun, pembangunan tidak seperti mengisi bensin, yang harus mulai dari 0 seperti ketika mengisi bahan bakar mobil.
Waktu mengisi bahan bakar mobil, ada “tangga pengukur level bahan bakar.” Alat ini biasanya terdapat di dalam tangki bahan bakar mobil dan memberikan indikasi seberapa penuh atau seberapa kosong tangki bahan bakar.
Sejarah menciptakan fondasi, mengajarkan nilai-nilai, dan membentuk identitas nasional. Oleh karena itu, pembangunan nasional yang holistik harus mempertimbangkan dan menghormati warisan budaya, sosial, dan politik yang telah membentuk dan memengaruhi bangsa. Ini semua adalah “modal sosial” yang tidak mulai dari 0.
Kemudian, kita hadapi masa kini, representatif dengan simbol “H” dalam pembangunan.
Saat ini adalah panggung di mana keputusan-keputusan strategis diambil, kebijakan diterapkan, dan masyarakat berkembang. Pembangunan nasional yang berkelanjutan mengharuskan penanganan masalah-masalah kontemporer, seperti ketidaksetaraan, kemiskinan, dan tantangan lingkungan hidup.
Pada titik ini, sinergi antara sejarah dan realitas saat ini menjadi penting untuk mencapai keseimbangan yang berkelanjutan.
Melihat ke depan Kita melihat ke masa depan, ditandai dengan “F”, Future. Pembangunan nasional yang berkelanjutan harus merencanakan untuk masa depan yang lebih baik. Ini melibatkan pembuatan kebijakan yang berorientasi ke depan, investasi dalam inovasi dan pendidikan, serta membangun fondasi untuk generasi mendatang.
Visi jangka panjang dan komitmen terhadap perkembangan berkelanjutan menjadi kunci dalam mencapai kemajuan yang berkelanjutan.
Dengan demikian, pembangunan nasional seharusnya bukan hanya mengisi bensin ke mobil secara refleksif, tetapi lebih merupakan upaya reflektif yang melibatkan pemahaman mendalam terhadap masa lalu, kebijaksanaan dalam menghadapi tantangan saat ini, dan visi yang jelas untuk membentuk masa depan yang lebih baik. *)