Belajar Menulis dari Bung Karno | Bima Nama Penanya (1)

Saya merasa manusia paling beruntung. Ibarat bibit. Jika bibit yang baik jatuh di tanah subur, ia akan menjadi. Bukan hanya subur, melainkan juga berbuah-limpah.

Bekerja di kelompok Kompas-Gramedia, yang didirikan PK Ojong dan Jakob Oertama. Serta hidup bersama para pegawai yang –menurut hemat saya– manusia pembelajar. Saya merasa masuk universitas kehidupan. Di sanalah, di KG, saya ditempa. Dididik. Dimanusiakan. Terjun ke dunia kerja, dengan bekal seperangkat bukan saja etika, melainkan pengetahuan dan keterampilan.

Di KG, saya ditempa menjadi knowledge workers. Ratusan kali dikirim ke berbagai kursus terkait kompetensi, pelatihan, dan pendidikan.

Namun, lebih dari itu semua. Kesempatan langka saya peroleh. Tahun 2001. Pada puncak perayaan memperingati 100 Tahun Bung Karno. Saya dipercaya menjadi Ketua Tim Publikasi kembali naskah-naskah, surat-surat, serta pidato Bung Karno. Terbit 5 buku serial memperingati seabad BK, yang lahir pada 1901.

Pada kesempatan peringatan 100 Tahun Bung Karno itu, saya langsung menerima dan mendengar dari telinga kesaksian para ajudan Bung Karno tentang sang proklamator.

Sebagai proklamator, orator ulung, dan Pemimpin Besar Revolusi, orang sudah tahu. Tetapi Bung Karno sebagai penulis, hanya segelintir yang mafhum.

Soekarno sudah mahir menulis ketika siswa Hogere Burger School (HBS), menggunakan nama pena: Bima. Yang unik, semua judul bukunya punya ciri khas: tulisan tangan Bung Karno nan indah menawan!

Mafhumkah Anda bahwa Bung Karno sejak siswa sudah terampil menulis?

Pada usia remaja, ketika siswa HBS, sudah bisa hidup dari menulis. Dari jasa menulis, ia membayar biaya indekos di Surabaya dan bisa membeli buku.

Dengan banyak membaca, Bung Karno jadi dheng dengan banyak ragam gaya dan bentuk-bentuk tulisan. Ia pun paham bagaimana menuangkan gagasan ke dalam tulisan.

Ratusan artikel dihasilkannya, dimuat dalam majalah asuhan HOS Cokroaminoto, “Oetoesan Hindia”. Dengan alasan keamanan, karena bersekolah di sekolah Belanda, Bung Karno menggunakan nama samaran: Bima. Nama pena ini sengaja untuk menghindari intimidasi dan pembungkaman pihak kompeni.

Jadi, buku Di Bawah Bendera Revolusi yang menggemparkan itu misalnya, bukan tiba-tiba ada begitu saja.

Sang proklamator RI jauh sebelumnya telah mengasah keterampilan menulis.

Dan Bung Karno sebagai penulis ini, hanya segelintir orang tahu.

(bersambung)

Share your love
Avatar photo
Masri Sareb Putra
Articles: 731

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply